Laporkan Masalah

Pelayanan Penanganan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di DIY Melalui Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) dengan Skema Collaborative Governance

Avi Ulfah Lukmana, Wawan Mas'udi, S.IP., M.P.A., Ph.D.

2025 | Skripsi | ILMU PEMERINTAHAN

Penelitian ini menganalisis mekanisme kerja sistem pelayanan penanganan korban kekerasan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggunakan panduan skema collaborative governance oleh Ansell dan Gash (2007). Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, khususnya bagi korban kekerasan, DIY mengembangkan jaringan kerja sama antar-stakeholder yang mendukung konsep pelayanan terpadu untuk perempuan dan anak korban kekerasan, yang terefleksi dalam Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) DIY. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, melibatkan delapan narasumber dari tujuh lembaga anggota FPKK. Temuan menunjukkan bahwa pendekatan society-based governance dan state-centric governance memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan korban yang kompleks, sehingga konsep collaborative governance menjadi panduan yang relevan untuk mendukung efektivitas layanan. Urgensi pendekatan ini terletak pada 1) peningkatan kualitas kebijakan, 2) responsivitas terhadap kebutuhan lokal, 3) inovasi, 4) efisiensi sumber daya, 5) transparansi, dan 6) akuntabilitas. FPKK DIY mencerminkan praktik collaborative governance yang efektif melalui berbagai fase yang melibatkan komunikasi terbuka, pembentukan kepercayaan antar-aktor, serta komitmen bersama untuk mencapai tujuan perlindungan korban kekerasan. Namun, analisis proses kolaborasi juga mengungkap limitasi, seperti ketergantungan pada aktor kunci yakni GKR Hemas dan Dr. Sari Murti, yang mempengaruhi inovasi dan adaptasi terhadap tantangan baru. Selain itu, tantangan muncul dalam aspek transparansi pengelolaan dana oleh Dinas P3AP2 DIY, yang berdampak pada kepercayaan antarpemangku kepentingan. Keterbatasan dalam transparansi pengelolaan dana dapat memperburuk ketergantungan pada kontrol pemerintah dan menghambat proses kolaborasi dan berpotensi mengarah pada pendekatan state-centric governance. Untuk meningkatkan keberlanjutan dan efektivitasnya, FPKK DIY disarankan untuk mengembangkan mekanisme kolaborasi yang lebih transparan, inklusif, dan adaptif, guna memperkuat forum ini sebagai model layanan publik yang dapat diandalkan bagi kelompok rentan, khususnya perempuan dan anak korban kekerasan, dalam menghadapi dinamika sosial yang terus berkembang.

This study analyzes the mechanisms of the violence victim handling service system in the Special Region of Yogyakarta (DIY) using the collaborative governance framework by Ansell and Gash (2007). In the provision of public services, especially for victims of violence, DIY has developed a network of cooperation among stakeholders that supports the integrated service concept for women and children who are victims of violence, reflected in the Forum for the Protection of Victims of Violence (FPKK) in DIY. This study uses a qualitative method with a case study approach, involving eight informants from seven FPKK member institutions. The findings indicate that both society-based governance and state-centric governance approaches have limitations in meeting the complex needs of victims, making collaborative governance a more relevant framework to enhance service effectiveness. The importance of this approach lies in: 1) improving policy quality, 2) responsiveness to local needs, 3) innovation, 4) resource efficiency, 5) transparency, and 6) accountability. FPKK DIY reflects effective collaborative governance practices through various phases involving open communication, trust-building among actors, and joint commitment to achieving the goal of protecting victims of violence. However, the analysis of the collaboration process also reveals limitations, such as dependence on key actors like GKR Hemas and Dr. Sari Murti, which affect innovation and adaptation to new challenges. Additionally, challenges arise in the transparency of fund management by the DP3AP2 DIY, which impacts trust among stakeholders. The lack of transparency in fund management can worsen dependence on government control and hinder the collaborative process, potentially leading to a state-centric governance approach. To improve sustainability and effectiveness, it is recommended that FPKK DIY develop more transparent, inclusive, and adaptive collaboration mechanisms to strengthen the forum as a reliable public service model for vulnerable groups, particularly women and children victims of violence, in facing the evolving social dynamics.

Kata Kunci : collaborative governance, public service, women and children violence victims, FPKK DIY, Yogyakarta

  1. S1-2025-428264-abstract.pdf  
  2. S1-2025-428264-bibliography.pdf  
  3. S1-2025-428264-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2025-428264-title.pdf