Analisis Strategi Aliansi Antara PT Pertamina EP Cepu dan ExxonMobil Cepu Limited: Studi Pada Pemanfaatan Warehouse

Tubagus Fikri, Prof. Wakhid Slamet Ciptono, MBA, MPM., Ph.D.

2024 | Tesis | S2 MANAJEMEN (MM) JAKARTA

PT Pertamina EP Cepu (PEPC) pada tahun 2019 mendapatkan pelimpahan penuh sebagai operator untuk Proyek Jambaran-Tiung Biru yang sebelumnya dioperasikan oleh ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Selain mejadi operator utama, PEPC juga harus menerima seluruh material yang telah dibeli dan dimiliki oleh EMCL kepada PEPC karena material tersebut merupakan aset milik negara khusus untuk Proyek Jambaran Tiung Biru. Hal ini menjadi kendala berat dari sisi PEPC karena saat pelimpahan tersebut, PEPC belum memiliki aset apapun pada lokasi proyek selain pelimpahan material tersebut dan dengan munculnya pandemi Covid-19 menjadikan operasional proyek mengalami perlambatan. Langkah yang dilakukan oleh PEPC sendiri adalah membuat sebuah strategi aliansi dengan operator sebelumnya yaitu EMCL dalam bentuk Facility Sharing Agreement (FSA) (non-equity strategic alliance) yang dijembatani oleh Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk mengevaluasi keefektifan strategi aliansi dalam bentuk FSA antara PEPC dan EMCL di proyek Jambaran Tiung Biru menggunakan kerangka evaluasi Alliance Performance Scorecard  yang dikemukakan oleh James Bamford dan Ernest (2002) yang mencakup empat aspek: Financial Fitness, Strategic Fitness, Relationship Fitness, dan Operational Fitness, dan mengidentifikasi bentuk strategi aliansi yang berpotensi menjadi alternatif kerjasama melihat dari situasi yang dialami oleh PEPC dalam pemanfaatan warehouse dengan menggunakan kerangka Lifecycle Partnership Analysis dari Dhaundiyal dan Coughlan (2020). Hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa strategi aliansi yang dilakukan oleh PEPC yang bersifat non-equity strategis alliance dalam bentuk FSA pemanfaatan warehouse terbukti efektif dan berhasil, yang ditunjukan dari 4 aspek diatas seluruhnya mendapatkan kriteria “Met” atau memenuhi. Hasil analisa formasi strategi aliansi lainnya menunjukan Minority Equity Investment (MEI) merupakan salah satu bentuk strategi aliansi yang baik, namun analisis menunjukkan bahwa MEI memiliki tingkat kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan FSA, terutama dalam hal rasio kepemilikan dan negosiasi. Oleh karena itu, FSA dinilai lebih unggul dalam penelitian ini.

PT Pertamina EP Cepu (PEPC) in 2019 was fully delegated as the operator for the Jambaran-Tiung Biru Project which was previously operated by ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). In addition to being the main operator, PEPC must also receive all materials that have been purchased and owned by EMCL to PEPC because these materials are state-owned assets specifically for the Jambaran Tiung Biru Project. This is a severe obstacle from PEPC's side because at the time of the delegation, PEPC did not have any assets at the project site other than the material delegation and with the emergence of the Covid-19 pandemic, project operations have slowed down. The step taken by PEPC itself was to create an alliance strategy with the previous operator, EMCL, in the form of a Facility Sharing Agreement (FSA) (non-equity strategic alliance) bridged by the Special Task Force for Oil and Gas (SKK Migas). This study has the main objective to evaluate the effectiveness of the alliance strategy in the form of FSA between PEPC and EMCL in the Jambaran Tiung Biru project using the Alliance Performance Scorecard evaluation framework proposed by James Bamford and Ernest (2002) which includes four aspects: Financial Fitness, Strategic Fitness, Relationship Fitness, and Operational Fitness, and identifying the form of alliance strategy that has the potential to be an alternative cooperation considering the situation experienced by PEPC in utilizing the warehouse using the Lifecycle Partnership Analysis framework from Dhaundiyal and Coughlan (2020). The results of the study concluded that the alliance strategy carried out by PEPC, which is a non-equity strategic alliance in the form of a warehouse utilization FSA, has proven to be effective and successful, which is indicated by the 4 aspects above all getting the “Met” or fulfilling criteria. The results of the analysis of other alliance strategy formations show that Minority Equity Investment (MEI) is a good form of alliance strategy, but the analysis shows that MEI has a higher level of complexity than FSA, especially in terms of ownership ratio and negotiations. Therefore, FSA is considered superior in this study. 

Kata Kunci : Facility Sharing Agreement, Strategi Aliansi, Alliance Performance Scorecard, Minority Equity Investment, Lifecycle Partnership Analysis, Studi Pemanfaatan Warehouse