Beyond "Halal": Eksplorasi Etnografis Praktik Konsumsi Makanan Halal di Kota Wina, Austria
Afifah Golda Aridiva, Prof. Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M. A.
2024 | Skripsi | ANTROPOLOGI BUDAYA
Kebutuhan atas makanan merupakan hal sentral dalam kehidupan manusia. Relasi manusia dengan makanan tak hanya dapat dijelaskan secara biologis, namun juga memiliki keterkaitan dengan latar belakang budaya, termasuk dengan agama dan kepercayaan. Keterkaitan makanan dengan agama dan kepercayaan hadir lewat kisah, metafora, maupun mewujud dalam praktik yang didefinisikan oleh agama dalam aturan dan simbol tertentu. Karenanya, praktik dan aturan makan dapat mengidentifikasi seseorang serta menumbuhkan rasa kepemilikan (belonging) dalam kelompok penganut kepercayaan tertentu. Dalam hal ini, Islam bukanlah pengecualian. Aturan makan yang didefinisikan oleh “halal dan haram” menjadi praktik konsumsi yang menubuh bagi para penganutnya. Maka dari itu, menjadi menarik untuk melihat fenomena ini pada konteks keberadaan Muslim sebagai minoritas di Eropa yang sekuler, terlebih dengan tensi yang lahir dari wacana integrasi serta persepsi bahwa “penyembelihan halal” bertentangan dengan regulasi Uni Eropa.
Berangkat dengan teori konsumsi, penelitian ini akan menguraikan praktik konsumsi makanan halal yang dilakukan oleh umat Muslim di kota Wina, Austria. Melalui wawancara mendalam dan observasi partisipan, penelitian etnografi ini menunjukkan bahwa lewat praktik konsumsi, umat Muslim di Wina menegosiasikan identitas religius mereka di tengah lingkup masyarakat Wina yang sekuler. Sementara itu, visibilitas makanan halal di ruang publik tak lepas dari bayang-bayang wacana anti-Muslim dan anti-migran, menjadikan “halal” makin erat kaitannya dengan identitas dan hanya tumbuh di tempat-tempat tertentu. Meskipun demikian, berada dalam kondisi minoritas membuat para Muslim mau tak mau bergantung pada visibilitas halal, baik berupa proses, klaim logo dan sertifikat, hingga asosiasi identitas sang penjual.
The need for food is a central aspect of human life. The relationship between humans and food can be explained not only biologically but also through cultural backgrounds, including religion and beliefs. The connection between food and religion is present in stories, metaphors, and manifested through practice defined by religious rules and symbols. Therefore, dietary practices and rules can identify someone and foster a sense of belonging to a particular group of believers. In this case, Islam is no exception. Dietary rules defined with “halal and haram” becoming an embodied practice of consumption to its followers. Thus, it is interesting to see this phenomenon within the context of Muslims as a minority in secular Europe, especially with the tension arising from the discourse of integration and the perception that “halal slaughter” contradicts the EU regulations.
With consumption theory, this study will explore the practice of halal food consumption by Muslims in Vienna, Austria. Through in-depth interviews and participant-observation, this ethnographic study reveals that through consumption practices, Muslims in Vienna negotiate their religious identity within the secular Viennese society. Meanwhile, the visibility of halal food in public spaces is shadowed by anti-Muslim and anti-immigrant rhetoric, making “halal” more closely associated with identity and only growing in certain places. However, being in a minority condition makes Muslims rely on halal visibility, whether it is the process, logo claims and certificates, or the sellers’ associated identity.
Kata Kunci : makanan halal, Muslim, praktik, konsumsi, negosiasi, identitas