PEMBENTUKAN DAN STRATEGI GERAKAN PEREMPUAN ADAT SIHAPORAS TERHADAP KONSESI LAHAN PT TOBA PULP LESTARI
Pretty Olan Oktavia Sihite, Desintha Dwi Asriani, S.Sos, M.A, Ph.D
2024 | Tesis | S2 Sosiologi
Konsesi lahan di wilayah adat Sihaporas telah memicu kelahiran gerakan dari perempuan adat Sihaporas terhadap PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Sumatera Utara. Gerakan ini menunjukkan bahwa perempuan adat Sihaporas tidak hanya menjadi korban, tetapi menjadi aktor yang aktif terlibat dalam mempertahankan hak atas tanah dan sumber daya alam. Tesis ini mengeksplorasi pengalaman perempuan adat Sihaporas dalam proses pembentukan gerakan dan strategi yang mereka gunakan dalam menolak konsesi lahan. Penelitian ini menggunakan kerangka teori ekofeminisme Vandana Shiva dan metode fenomenologi, dalam mengeksplorasi pengalaman perempuan adat Sihaporas tentang konsesi lahan dan keterlibatan mereka dalam gerakan. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap perempuan adat Sihaporas dan menganalisis dokumen-dokumen yang relevan. Penelitian ini, juga menghadirkan kritik atas pandangan ekofeminisme yang cenderung mengglorifikasi hubungan perempuan dan alam dalam gerakan perlawanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gerakan perempuan adat Sihaporas tidak terbentuk secara instan, melainkan melalui proses panjang. Berawal dari terjadinya konsesi, mereka terpinggirkan dan memilih menjauhi tanah adatnya yang di konsesi. Namun pasca reformasi mulai muncul gerakan perlawanan Sihaporas dimana perempuan hadir sebagai pendukung gerakan. Tetapi saat gerakan di kooptasi dan para laki - laki direpresif dan dikriminalisasi, perempuan termotivasi untuk hadir sebagai pemimpin dalam gerakan menolak konsesi. Penelitian menunjukkan bahwa gerakan perempuan adat Sihaporas berbeda dengan menggunakan beragam strategi kultural dalam mempertahankan hak mereka atas tanah dan sumber daya alam. Penelitian ini menegaskan peran sentral perempuan adat dalam mengorganisir gerakan, membangun solidaritas komunitas, serta mengintegrasikan nilai-nilai adat ke dalam perjuangan mereka melawan konsesi lahan oleh perusahaan. Melalui pengalaman kultural yang dimanfaatkan sebagai alat gerakan seperti marsiadapari, rumah bolon, sopo perjuangan, hingga dapur yang dijadikan tempat untuk berbagi informasi dan rencana dalam gerakan. Penelitian ini juga menguraikan tantangan dan capaian yang dialami perempuan adat Sihaporas selama keterlibatan mereka dalam gerakan melawan konsesi.
Land concessions in the Sihaporas indigenous territory have sparked the rise of a women-led indigenous movement opposing PT Toba Pulp Lestari (TPL) in North Sumatra. This movement demonstrates that Sihaporas indigenous women are not merely victims but active agents defending their rights to land and natural resources. This thesis explores the experiences of Sihaporas indigenous women in the formation of their movement and the strategies they employed to resist land concessions. The study adopts Vandana Shiva’s ecofeminism framework and a phenomenological method to investigate the lived experiences of Sihaporas indigenous women concerning land concessions and their engagement in the movement. Data were collected through in-depth interviews with indigenous women and analysis of relevant documents. The research also critiques ecofeminist perspectives that tend to idealize the relationship between women and nature in resistance movements. Findings reveal that the Sihaporas indigenous women’s movement did not emerge spontaneously but rather through a prolonged process. Initially marginalized due to land concessions, the women distanced themselves from their ancestral land. However, in the post-reform era, resistance began to take shape, with women initially supporting the movement. When the movement was co-opted, and men faced repression and criminalization, women were motivated to step into leadership roles in the resistance.
The research highlights the distinctiveness of the Sihaporas women’s movement, which employs diverse cultural strategies to defend their rights to land and resources. These include utilizing cultural practices such as marsiadapari(mutual assistance), the rumah bolon (communal house), the sopo perjuangan (house of struggle), and even kitchens as spaces for sharing information and planning resistance efforts. This study underscores the central role of indigenous women in organizing movements, fostering community solidarity, and integrating indigenous values into their struggle against corporate land concessions. Additionally, it elaborates on the challenges and achievements experienced by Sihaporas women throughout their involvement in resisting concessions.
Kata Kunci : Perempuan Adat, Strategi, Gerakan Perempuan Adat, Ekofeminisme, Fenomenologi, Konsesi Lahan, PT Toba Pulp Lestari, Sihaporas