Proses Normalisasi Pembelajaran Anak Dengan Disabilitas Intelektual Di SLB Rela Bhakti 1 Gamping
Muhammad Alfian Hanafi, Hakimul Ikhwan, Ph.D.
2024 | Skripsi | Sosiologi
Penelitian ini menganalisis proses normalisasi pembelajaran anak dengan disabilitas intelektual di SLB Rela Bhakti 1 Gamping. Kegiatan belajar mengajar kepada murid dengan disabilitas intelektual di SLB Rela Bhakti 1 Gamping yang menerapkan nilai segregasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretatif. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi ke lapangan serta melakukan wawancara kepada guru SLB Rela Bhakti 1 Gamping dan orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas intelektual. Hasil yang ditemui pada penelitian ini menunjukkan bahwa model pendidikan SLB Rela Bhakti 1 Gamping mengangkat ideologi konsep segregasi kemudian berupaya menerapkan nilai normalisasi pada anak dengan disabilitas intelektual. Penerapan nilai normalisasi tersebut dilakukan dengan cara mengasah pendisiplinan peserta didik dalam menumbuhkan sikap mandiri dan mampu untuk bersosialisasi yang dikemas pada kurikulum pendidikan sekolah luar biasa seperti program bina diri dan kegiatan seperti ekstrakurikuler. Dalam menjalani sebuah proses pendidikan, tentu saja tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan campur tangan baik dari pihak pemerintah, sekolah, dan orang tua. Intervensi tersebut terkait dengan aturan dan kurikulum yang digunakan untuk mendidik penyandang disabilitas intelektual. Mereka diharuskan menyesuaikan dengan adaptasi pembelajaran yaitu dengan menerapkan metode pembelajaran di kurikulum merdeka. Sehingga menimbulkan adanya penekanan sikap menormalkan metode pembelajaran untuk anak disabilitas seperti pada anak peserta didik pada umumnya. Dari hal tersebut, anak disabilitas mendapatkan double domination dari pihak sekolah atau pihak orangtua yang berada di rumah. Anak dengan disabilitas intelektual yang seharusnya di dalam rumah bisa membebaskan diri untuk berekspresi harus terus berada dalam tekanan rezim normalisasi karena berpindahnya aturan-aturan rehabilitasi ke dalam rumah. Sebagai rekomendasi dari penulis, bagi SLB lebih baik terus berkolaborasi dengan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sekolah baik dari segi pendidikan, fasilitas, dan tenaga pengajarnya. Bagi keluarga dan masyarakat bahwa anak berkebutuhan khusus bukan lah sebuah aib yang harus ditutupi. Kemudian diharapkan juga dapat berkolaborasi dalam rangka mencari informasi dan memberikan dukungan bagi anak penyandang disabilitas intelektual.
This study analyzes the process of normalizing learning for children with intellectual disabilities at SLB Rela Bhakti 1 Gamping. Teaching and learning activities for students with intellectual disabilities at SLB Rela Bhakti 1 Gamping apply segregation values. This study uses a qualitative research method with an interpretive approach. Data collection was carried out by means of observation and in-depth interviews with teachers at SLB Rela Bhakti 1 Gamping and parents who have children with intellectual disabilities. The findings of the study indicate that the SLB Rela Bhakti 1 Gamping education model adopts the ideology of the segregation concept and at the same time attempts to apply normalization values to children with intellectual disabilities. The application of these normalization values is carried out by training student discipline in fostering an independent attitude and being able to socialize which is packaged in the special school education curriculum such as self-development programs and activities such as extracurricular activities. In the education process, of course, it cannot be separated from the involvement of interventions from the government, schools, and families. These interventions are related to the curriculum used to educate people with intellectual disabilities. They are required to adjust to learning adaptations, namely by applying learning methods in the independent curriculum. So that it causes an emphasis on the attitude of normalizing learning methods for children with disabilities like for students in general. From this, children with disabilities get double domination from the school or parents at home. Children with intellectual disabilities who should be able to freely express themselves at home must continue to be under pressure from the normalization regime because the rehabilitation rules have moved into the home. As a recommendation from the author, it is better for SLB to continue to collaborate with the government to improve the quality of schools in terms of education, facilities, and teaching staff. For families and communities, children with special needs are not a disgrace that must be covered up. Then it is also hoped that they can collaborate in order to find information and provide support for children with intellectual disabilities.
Kata Kunci : Penyandang disabilitas Intelektual, SLB Rela Bhakti 1 Gamping, Normalisasi