Laporkan Masalah

Model Spasial Risiko Wabah Demam Berdarah Dengue

Ririn Pakaya, Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, M.P.H, Ph.D; Dr. Prima Widayani, S.Si, M.Si

2024 | Disertasi | S3 Kedokteran Umum

Latar belakang: Model risiko wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) memiliki peran krusial dalam upaya mitigasi dan pengurangan risiko penyebaran penyakit ini. Dengan memanfaatkan data dari klimatologi, lingkungan, demografi, dan kapasitas wilayah, model ini memberikan analisis mendalam mengenai daerah-daerah yang berisiko terjadinya wabah DBD.

Tujuan: Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas  dalam wabah DBD, serta membuat model dan pemetaan distribusi spasial tingkat risiko berdasarkan konsep BNPB dan UNDRR, dan menguji validitas model risiko DBD.

Metode: Penelitian ini menggunakan integrasi antara Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Geographic Information System (GIS) untuk mengembangkan model risiko DBD yang komprehensif. Ruang lingkup wilayah penelitian adalah wilayah administrasi Kabupaten Gunungkidul. Penarikan sampel dilakukan dengan metode Simple Random Sampling, menghasilkan ukuran sampel 1.537 responden berdasarkan tingkat kepercayaan 95?n margin of error 2,5%, untuk memastikan representativitas populasi secara akurat. Penelitian ini divalidasi dengan menggunakan metode Receiver Operating Characteristics and Area Under the Curve (ROC/AUC).

Hasil: Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat bahaya terhadap wabah DBD termasuk curah hujan, kecepatan angin, kelembaban udara, temperatur, ketinggian daerah, dan penggunaan lahan. Faktor kerentanan mencakup kepadatan bangunan, jarak ke badan air, jarak dari fasilitas umum, kepadatan penduduk, serta karakteristik demografis seperti rasio jenis kelamin, persentase jumlah anak dan persentase penduduk miskin. Sedangkan faktor kapasitas meliputi aturan dan kelembagaan penganggulangan DBD, sistem peringatan dini, pendidikan kebencanaan, pengurangan risiko dasar DBD, dan kesiapsiagaan dalam penanggulangan wabah. Model risiko DBD dihitung dengan mengalikan nilai bahaya dan kerentanan, lalu membaginya dengan kapasitas menggunakan 18 subfaktor. Distribusi spasial kelas bahaya, kerentanan, dan kapasitas menunjukkan variasi yang signifikan di berbagai wilayah. Validasi model dengan nilai Area Under the Curve (AUC) Receiver Operating Characteristic (ROC) sebesar 78,52 % menunjukkan kemampuan model baik dalam membedakan lokasi dengan risiko DBD yang berbeda.

Kesimpulan: Integrasi model risiko DBD dalam kebijakan kesehatan masyarakat dapat meningkatkan efisiensi upaya pencegahan dan respons terhadap wabah, mengurangi beban penyakit dan melindungi kesehatan masyarakat secara luas. Dengan demikian, model ini memberikan landasan yang kuat untuk pengambilan keputusan yang lebih tepat dalam mengelola risiko DBD di berbagai tingkatan, dari tingkat lokal hingga nasional.

Background: The risk model for Dengue Fever (DHF) plays a crucial role in efforts to mitigate and reduce the risk of disease transmission. By utilizing data from climatology, environment, demographics, and regional capacity, this model provides an in-depth analysis of areas at risk for DHF outbreaks.

Objective: To identify the factors influencing the levels of hazard, vulnerability, and capacity in the context of the DHF outbreak, develop a model and spatial distribution mapping of risk levels based on the concepts of BNPB and UNDRR, and validate the DHF risk model.

Method: This study integrates the Analytic Hierarchy Process (AHP) and Geographic Information System (GIS) to develop a comprehensive risk model for Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). The study area is the administrative region of Gunungkidul Regency. Sampling was conducted using the Simple Random Sampling method, yielding a sample size of 1,537 respondents based on a 95% confidence level and a 2.5% margin of error, to ensure accurate population representativeness. The study was validated using the Receiver Operating Characteristics and Area Under the Curve (ROC/AUC) method.

Result: Factors that influence the level of hazard of a DHF outbreak include rainfall, wind speed, humidity, temperature, elevation, and land use. The vulnerability factors include building density, distance to water bodies, distance from public facilities, population density, and demographic characteristics such as sex ratio, percentage of children, and percentage of poverty. Meanwhile, capacity factors include rules and institutions for dealing with DHF, early warning systems, disaster education, basic risk reduction for DHF, and preparedness for dealing with outbreaks. The DHF risk model is calculated by multiplying the hazard and vulnerability values, then dividing them by capacity using 18 subfactors. The spatial distribution of hazard, vulnerability, and capacity classes shows significant variations in various regions. Model validation with an Area Under the Curve (AUC) Receiver Operating Characteristic (ROC) value of 78.52 % shows the model's ability to differentiate locations with different DHF risks.

Conclusion: Integrating DHF risk models into public health policies can improve the efficiency of efforts to prevent and respond to outbreaks, reduce the burden of disease, and protect public health at large. Thus, this model provides a strong basis for making more appropriate decisions in managing DHF risk at various levels, from local to national level.

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue, Risiko, Bahaya, Kerentanan, Kapasitas, Analytic Hierarchy Process, Geographic Information System.

  1. S3-2024-485482-abstract.pdf  
  2. S3-2024-485482-bibliography.pdf  
  3. S3-2024-485482-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2024-485482-title.pdf