Laporkan Masalah

Budaya Partisipasi dan Negosiasi terhadap Perilaku Feminin dan Maskulin di Balik Aktivitas Fangirl dan Fanboy K-Pop di Media Sosial

HANIFIAH HUSNA, Desintha Dwi Asriani, S.Sos., M.A., Ph.D.

2024 | Skripsi | Sosiologi

Musik K-Pop menjadi ikon representasi kekhasan budaya industri hiburan Korea Selatan yang dikonsumsi secara global dan kemudian menciptakan fenomena fans (penggemar) dan fandom (kelompok penggemar). Eksistensi penggemar K-Pop dengan berbagai aktivitasnya kerap kali tampak di media sosial. Dalam hal ini, kehadiran internet dan media sosial meningkatkan kapabilitas para penggemar untuk bertindak secara kolaboratif, yang oleh Henry Jenkins disebut sebagai budaya partisipasi. Adapun pengkategorian fangirl dan fanboy dalam fandom K-Pop memunculkan pertanyaan terkait sejauh mana konsep feminitas dan maskulinitas dilakukan dalam praktik keseharian sebagai penggemar K-Pop. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan bentuk-bentuk budaya partisipasi yang dilakukan oleh fangirl dan fanboy K-Pop di media sosial serta menjelaskan mengenai artikulasi dan refleksi perilaku feminin dan maskulin dalam praktik partisipatif tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah budaya partisipatori serta konstruksi maskulinitas dan feminitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fangirl dan fanboy K-Pop di media sosial terbagi menjadi empat bentuk partisipasi, yaitu afiliasi, ekspresi, kolaborasi, dan sirkulasi. Fangirl mempraktikkan keempat bentuk budaya partisipasi secara keseluruhan, sedangkan fanboy memiliki preferensi masing-masing dalam berpartisipasi sehingga hanya menonjol pada bentuk budaya partisipasi tertentu. Dalam membangun budaya partisipasi, fangirl dan fanboy bergerak dalam dua spektrum praktik gender. Di ruang publik (first account), mereka berupaya memenuhi standar feminin dan maskulin dalam norma gender tradisional, sedangkan di ruang privat (fan account), mereka berekspresi dengan bebas, menentang stereotip gender, dan kemudian menciptakan citra baru terkait identitas gendernya. Dengan menampilkan aspek gender sesuai dengan kondisi sosial tertentu ini, mereka dapat mempertahankan citra diri ‘ideal’ sekaligus bisa menikmati dunianya sebagai penggemar K-Pop. 

K-Pop (Korean popular music) has emerged as an iconic cultural representation of South Korea’s entertainment industry, achieving worldwide popularity and leading to the phenomenon of fans and fandom. K-Pop fans frequently share a variety of their activities on social media. In this context, the rise of the internet and social media enables fans to engage collaboratively, which Henry Jenkins refers to as participatory culture. The categorization of fangirls and fanboys within K-Pop fandom raises questions regarding how the concepts of femininity and masculinity are manifested in the daily practices of K-Pop fans. Therefore, this study aimed to elaborate on the forms of participatory culture enacted by K-Pop fangirls and fanboys on social media and to explain the articulation and reflection of feminine and masculine behaviors within the participatory practices. This study employed a qualitative research method with a phenomenological approach. The theoretical framework utilized to analyze the data in this study was participatory culture alongside the construction of masculinity and femininity. The results revealed that the activities of K-Pop fangirls and fanboys on social media were classified into four forms of participatory, which were affiliation, expression, collaboration, and circulation. Fangirls engaged in all four forms of participatory culture, while fanboys tended to have their own preferences in participating, allowing them to stand out in certain forms of participatory culture. In establishing a participatory culture, fangirls and fanboys navigated two spectrums of gender practices. In public spaces (first account), they attempted to conform to traditional gender norms of femininity and masculinity, whereas in private spaces (fan account), they freely expressed themselves, challenged gender stereotypes, and constructed new images of their gender identity. By portraying gender aspects according to certain social conditions, they could maintain an 'ideal' self-image while also enjoying their lives as K-Pop fans.

Kata Kunci : budaya partisipasi, fangirl, fanboy, K-Pop, feminitas, maskulinitas

  1. S1-2024-455893-abstract.pdf  
  2. S1-2024-455893-bibliography.pdf  
  3. S1-2024-455893-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2024-455893-title.pdf