DEEPFAKE DALAM PILPRES INDONESIA TAHUN 2024 (ANALISIS VISUAL FRAMING DEEPFAKE PARTAI GOLKAR DAN PARTAI GERINDRA DALAM KAMPANYE PILPRES INDONESIA TAHUN 2024)
Gibran Rizky Pratama, Dr. Widodo Agus Setianto, M.Si.
2024 | Tesis | S2 Ilmu Komunikasi
Penelitian ini mengeksplorasi penggunaan deepfake dalam pilpres 2024 di Indonesia. Dengan teknologi artificial intelligence (AI), Deepfake menghadirkan sebuah simulacra dengan manipulasi audio dan visual berealisme tinggi. Penelitian dilakukan dengan metode visual framing Rodriguez dan Dimitrova (2011). Problematika utama yang diangkat adalah potensi deepfake dalam menyebarkan disinformasi dan merusak integritas proses demokrasi, terutama melalui manipulasi visual dan audio yang dapat mempengaruhi persepsi publik. Hasil penelitian menunjukkan deepfake Partai Golkar secara denotatif menampilkan mantan Presiden Soeharto dalam ciri khas batik dan peci yang menciptakan kesan nostalgia terhadap masa kepemimpinannya. Analisis stilistik-semiotik menunjukkan penggunaan elemen visual khas untuk meningkatkan daya tarik emosional. Secara konotatif, video tersebut berusaha membangkitkan memori publik tentang stabilitas dan kemajuan di masa lalu. Secara ideologis, video ini memperkuat citra Partai Golkar sebagai partai yang mengedepankan stabilitas dan kemajuan. Deepfake Partai Gerindra secara denotatif menampilkan video musik dengan nada lagu "Koyo Jogja Istimewa" yang menggabungkan unsur budaya pop dan visual dinamis. Analisis stilistik-semiotik menunjukkan penggunaan elemen visual dan musik untuk menarik perhatian pemilih muda. Secara konotatif, video ini berusaha menciptakan daya tarik emosional dan relevansi bagi generasi muda. Secara ideologis, video ini memperkuat citra Partai Gerindra sebagai partai yang modern dan inovatif.
This study explores the use of deepfake in the 2024 presidential election in Indonesia. With artificial intelligence (AI) technology, Deepfake presents a simulacra with highly realistic audio and visual manipulation. The study was conducted using Rodriguez and Dimitrova's (2011) visual framing method. The main problem raised is the potential for deepfake to spread disinformation and damage the integrity of the democratic process, especially through visual and audio manipulation that can influence public perception. The results of the study show that the Golkar Party deepfake denotatively displays former President Soeharto in his characteristic batik and peci which creates a nostalgic impression of his leadership. Stylistic-semiotic analysis shows the use of distinctive visual elements to enhance emotional appeal. Connotatively, the video attempts to evoke public memories of stability and progress in the past. Ideologically, this video strengthens the image of the Golkar Party as a party that prioritizes stability and progress. The Gerindra Party deepfake denotatively displays a music video with the tune of the song "Koyo Jogja Istimewa" which combines elements of pop culture and dynamic visuals. Stylistic-semiotic analysis shows the use of visual and musical elements to attract young voters. Connotatively, this video tries to create emotional appeal and relevance for the younger generation. Ideologically, this video strengthens the image of the Gerindra Party as a modern and innovative party.
Kata Kunci : Artificial Intelligence, Deepfake, Denotasi, Konotasi, Visual Framing
