Pariwisata di Desa Adat dan Respons Masyarakat: Kasus Desa Tanah Toa Kajang, Bulukumba
Nurul Asri Rahayu, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil; Drs. Hendrie Adji Kusworo. M.Sc., Ph.D
2024 | Tesis | S2 Magister Kajian Pariwisata
Peningkatan jumlah kunjungan yang terus bertambah di Desa Tanah Toa Kajang menuntut adanya pengembangan pariwisata yang dapat bermanfaat bagi masyarakat adat. Meskipun studi mengenai dampak ekonomi dan sosial budaya telah banyak menarik perhatian para ilmuan di Barat, namun uraian mengenai fenomena ekonomi, sosial, dan budaya yang dialami oleh masyarakat adat tidak disajikan secara eksplisit. Seperti usaha masyarakat untuk beradaptasi pada pariwisata, upaya untuk mendapatkan peluang baru agar taraf hidup secara materi dapat meningkat, serta upaya untuk melestarikan budaya lokal sebagai respons terhadap tumbuhnya pariwisata di desa adat. Seperti usaha masyarakat untuk beradaptasi pada pariwisata, upaya untuk mendapatkan peluang baru agar taraf hidup secara materi dapat meningkat, serta upaya untuk melestarikan budaya lokal sebagai respons terhadap tumbuhnya pariwisata di desa adat. Metode yang digunakan dalam penelian ini adalah metode kualitatif dengan pedekatan etnografi, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara semi-terstruktur, observasi, studi pustaka dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses desa Tanah Toa menjadi desa wisata melalui tiga tahap yaitu pra desa wisata, proses menjadi desa wisata, dan pasca penetapan desa wisata. Selanjutnya terdapat perbedaan dan persamaan respons dari masyarakat adat Kajang kawasan dalam dan kawasan luar. Persamaan respons ditunjukkan pada respons ekonomi yaitu (1) komersialisasi budaya: penyewaan kain hitam, (2) komersialisasi tradisi: tarian pabbitte passapu, (3) komersialisasi hasta karya: souvenir khas Kajang, dan (4) komersialisasi lahan: parkir. Persamaan dalam respons sosial ditunjukkan pada tindakan (1) pembentukan Pokdarwis, sedangkan persamaan pada respons budaya terdapat pada (1) penyelenggaraan pagelaran Ritual Andingingi, dan (2) Festival Budaya Kajang. Sementara Perbedaan respons ditunjukkan pada (1) komersialisasi tour guide, dan (2) komersialisasi kamar yang merupakan respons ekonomi, serta pada (1) perjamuan Ammatoa dan (2) Bola Pabborongang adat Kajang yang merupakan respons sosial dan budaya. Adapun yang mempengaruhi respons masyarakat terhadap perkembangan pariwisata disebabkan oleh tiga faktor yaitu pemahaman masyarakat adat tentang pariwisata, pengalaman dalam dunia pariwisata, dan aturan adat (Pasang Ri Kajang) yang dianut oleh masyarakat adat.
The increasing number of visitors to Tanah Toa Kajang Village demands tourism development that carries benefits to indigenous communities. Although the study of economic and socio-cultural impacts has attracted the attention of many scientists in the West, the description of the economic, social and cultural phenomena experienced by indigenous peoples is not presented explicitly. It can be exemplified by the community's efforts to adapt to tourism, obtain new opportunities so that material living standards can increase, and preserve local culture as a response to the growth of tourism in traditional villages. Therefore, the purpose of this research is to describe the development of tourism occurred in the Kajang Ammatoa tribal community and identify what economic, social and cultural responses are raised by the community, both in the Inner Area and Outer Area. The method used in this research is a qualitative method with an ethnographic approach, while the data collection techniques used are semi-structured interviews, observation, literature study and documentation.
The results showed that the process of Tanah Toa village becoming a tourist village went through three stages, namely the before tourist village, the process of becoming a tourist village, and after the determination of the tourist village. The results show that there are differences and similarities in the responses of the indigenous people of the Inner Area and Outer Area. The response similarities are shown in the economic response, namely (1) cultural commercialization: black-fabric rental, (2) commercialization of traditions: pabbitte passapu dance, (3) commercialization of handycrafts: Kajang ethnic souvenirs, and (4) land commercialization: parking area. Similarities in social responses are shown in the actions of (1) the formation of Pokdarwis, while similarities in cultural responses are found in (1) organizing the Andingingi Ritual performance, and (2) the Kajang Cultural Festival. While the differences in response are shown in (1) commercialization of tour guides, and (2) commercialization of rooms which is an economic response, as well as in (1) Ammatoa banquet and (2) Bola Pabborongang Kajang custom which is a social and cultural response. Moreover, what influences the community's response to tourism development is caused by three factors, namely indigenous people's understanding of tourism, experience in the world of tourism, and traditional rules (pasang ri Kajang) adhered to by indigenous communities.
Kata Kunci : Respons Masyarakat, Pengembangan Pariwisata, Pariwisata Budaya, Suku Ammatoa Kajang