Laporkan Masalah

AJI CALABAI: BETWEEN SOCIAL-RELIGIOUS RECOGNITION AND RESISTANCE TO GENDER DISCRIMINATION

Muammar, Dr. Samsul Maarif; Dr. Rachmad Hidayat

2024 | Tesis | S2 Agama dan Lintas Budaya

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena Aji Calabai (transgender yang telah menunaikan ibadah haji di Mekkah) sebagai bentuk pengakuan spiritual-sosial dan perlawanan terhadap diskriminasi gender dalam masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan, Indonesia. Penelitian ini berargumen bahwa struktur agama, gender, sosial dan budaya tidak hanya beroperasi secara terpisah, tetapi juga saling berinteraksi dan memperkuat satu sama lain dalam mengukuhkan norma-norma yang menindas. Kekuatan hirarkis dalam struktur-struktur ini memperkuat diskriminasi dan pengucilan yang dialami oleh Calabai, sehingga mereka tidak dapat berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan sosial dan keagamaan. Menariknya, kehadiran orang Calabai yang pergi haji justru menciptakan ruang-ruang negosiasi. Beberapa Calabai berhasil menggunakan agensi mereka untuk menavigasi dan menegosiasikan posisi mereka melalui praktik-praktik keagamaan seperti haji. Bagaimana identitas spiritual (Islam) dan identitas gender (Calabai) berinteraksi dalam perjuangan untuk mendapatkan pengakuan sosial-keagamaan serta bentuk perlawanan terhadap diskriminasi gender? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebuah penelitian etnografi intensif selama tiga bulan dilakukan di kalangan Aji Calabai di Sinjai dan Bulukumba. Penelitian ini menemukan bahwa ibadah haji digunakan oleh Aji Calabai sebagai alat untuk menavigasi dan menantang struktur sosial yang menindas, menciptakan ruang untuk hubungan sosial dan agama yang lebih inklusif. Dengan menggunakan model agensi agama multidimensi Diego Garcia Rodriguez dan konsep kesalehan Riaz Hassan, penelitian ini menawarkan model baru tentang bagaimana individu dari kelompok agama minoritas, seperti Calabai, dapat menggunakan praktik-praktik keagamaan untuk mencapai pengakuan dan perlawanan. Ratu Calabai rupanya tidak hanya mengandalkan praktik-praktik keagamaan seperti ibadah haji, tetapi juga secara aktif membangun hubungan dengan para elit agama, pemerintah, dan pemimpin adat untuk bernegosiasi dan memperkuat posisi mereka di masyarakat. Melalui pendekatan multidimensi yang melibatkan jaringan sosial dan politik, mereka berhasil mendapatkan pengakuan, legitimasi, dan dukungan yang lebih besar.

This research aims to analyze the phenomenon of Aji Calabai (transgenders who have performed Islamic pilgrimage in Mecca) as a form of spiritual-social recognition and resistance to gender discrimination in Bugis society in South Sulawesi, Indonesia. It argues that religious, gender, social and cultural structures not only operate in isolation but interact and reinforce each other in affirming dominant oppressive norms. The hierarchical power within these structures reinforces the discrimination and exclusion experienced by Calabai, preventing them from fully participating in social, and religious life. Interestingly, the presence of Calabai who go on hajj (pilgrimage) creates spaces for negotiation. Some Calabai manage to use their agencies to navigate and negotiate their positions through religious practices such as hajj. How do spiritual identity (Islam) and gender identity (Calabai) interact in the struggle for socio-religious recognition as well as a form of resistance to gender discrimination? To this end, an intensive three-month ethnographic study was conducted among Aji Calabai in Sinjai and Bulukumba. The research found that hajj performance is used by Calabai as a tool to navigate and challenge oppressive social structures, creating space for more inclusive social and religious relations. Using Diego Garcia Rodriguez's model of multidimensional religious agency and Riaz Hassan's concept of piety, this study offers a new model of how individuals from religious minority groups, such as the Calabai, can use religious practices to achieve recognition and resistance. Calabai queens apparently do not only rely on religious practices such as hajj performance, but also actively build connections with religious elites, government and traditional leaders to negotiate and strengthen their position in society. Through a multidimensional approach involving social and political networks, they managed to gain greater recognition, legitimacy and support.

Kata Kunci : Calabai, Hajj, Religion, Religious Agency, Intersectionality

  1. S2-2024-502196-abstract.pdf  
  2. S2-2024-502196-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-502196-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-502196-title.pdf