Menolak Tunduk: Studi Tentang Praktik Kawin Paksa dan Agensi Perempuan
Anselmus Apritno Yomarda Barung, Desintha Dwi Asriani, S.Sos., M.A., Ph.D.
2024 | Tesis | S2 SosiologiPraktik kawin tangkap yang terjadi di Sumba Barat merupakan suatu bentuk atau jenis perkawinan paksa. Praktik ini sudah berjalan sangat lama dalam kehidupan masyarakat Sumba Barat, sehingga telah menjadi bagian dari tradisi dalam perkawinan adat masyarakat. Langgengnya praktik ini ditentukan oleh banyak faktor yang juga menjadi temuan dalam pembahasan penelitian ini. Misalnya keterkaitan antara praktik perkawinan adat dan nilai-nilai kesakralan yang termuat dalam kepercayaan tertinggi masyarakat Sumba Barat. Selain itu, faktor politik adat, peran pemerintah, dan relasi kuasa yang kompleks juga berkontribusi dalam pelanggengan praktik kawin paksa ini. Pembahasan pada penelitian ini juga berlanjut pada refleksi agensi para penyintas. Temuan ini menunjukan berbagai respon yang diberikan oleh informan yang melakukan perlawanan atau penolakan dengan caranya masing-masing. Upaya negosiasi dan cara meloloskan diri ditampilkan dengan cara atau strateginya masing-masing. Hal itu dilakukan dalam situasi yang senyap dan seringkali tertutup. Dalam menyusun penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan naratif. Dalam menganalisis temuan yang didapatkan, penelitian ini menggunakan perspektif konstruksi sosial terhadap kawin paksa. Selain itu konsep agensi Saba Mahmood juga digunakan dalam menganalisis pola agensi perempuan penyintas praktik kawin paksa. Dengan begitu penelitian yang bertujuan untuk menelusuri mekanisme pelanggengan praktik kawin paksa dan melihat respon perempuan ini, diharapkan dapat bermanfaat dengan baik dalam membangun perbincangan yang lebih serius tentang fenomena praktik kawin paksa di Sumba Barat.Praktik kawin tangkap yang terjadi di Sumba Barat merupakan suatu bentuk atau jenis perkawinan paksa. Praktik ini sudah berjalan sangat lama dalam kehidupan masyarakat Sumba Barat, sehingga telah menjadi bagian dari tradisi dalam perkawinan adat masyarakat. Langgengnya praktik ini ditentukan oleh banyak faktor yang juga menjadi temuan dalam pembahasan penelitian ini. Misalnya keterkaitan antara praktik perkawinan adat dan nilai-nilai kesakralan yang termuat dalam kepercayaan tertinggi masyarakat Sumba Barat. Selain itu, faktor politik adat, peran pemerintah, dan relasi kuasa yang kompleks juga berkontribusi dalam pelanggengan praktik kawin paksa ini. Pembahasan pada penelitian ini juga berlanjut pada refleksi agensi para penyintas. Temuan ini menunjukan berbagai respon yang diberikan oleh informan yang melakukan perlawanan atau penolakan dengan caranya masing-masing. Upaya negosiasi dan cara meloloskan diri ditampilkan dengan cara atau strateginya masing-masing. Hal itu dilakukan dalam situasi yang senyap dan seringkali tertutup. Dalam menyusun penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan naratif. Dalam menganalisis temuan yang didapatkan, penelitian ini menggunakan perspektif konstruksi sosial terhadap kawin paksa. Selain itu konsep agensi Saba Mahmood juga digunakan dalam menganalisis pola agensi perempuan penyintas praktik kawin paksa. Dengan begitu penelitian yang bertujuan untuk menelusuri mekanisme pelanggengan praktik kawin paksa dan melihat respon perempuan ini, diharapkan dapat bermanfaat dengan baik dalam membangun perbincangan yang lebih serius tentang fenomena praktik kawin paksa di Sumba Barat.
The
practice of "kawin tangkap" in West Sumba constitutes a form of
forced marriage. This practice has been entrenched in the social fabric of the
West Sumba community for an extended period, thus becoming an integral part of
their customary matrimonial traditions. The perpetuation of this practice is
influenced by various factors, which are also key findings of this study. For
instance, there is a significant correlation between traditional matrimonial
practices and the sacred values embedded in the highest religious beliefs of
the West Sumba community. Additionally, factors such as traditional political
structures, the role of government, and intricate power relations contribute to
the persistence of this forced marriage practice. This study also delves into
the agency of survivors. The findings illustrate various responses from
informants who resisted or rejected the practice through diverse means. Efforts
at negotiation and escape were manifested through unique strategies, often
carried out in discreet and covert manners. In conducting this research, the
researcher employed qualitative methods with a narrative approach. The analysis
of the findings was conducted through the lens of social constructionism with
respect to forced marriage. Moreover, Saba Mahmood's concept of agency was
applied to analyze the agency patterns of female survivors of forced marriage.
Consequently, this research, which aims to elucidate the mechanisms sustaining
the practice of forced marriage and to examine the responses of women, is
anticipated to contribute significantly to fostering a more profound academic
discourse on the phenomenon of forced marriage in West Sumba.
Kata Kunci : Kawin Paksa, Mekanisme Pelanggengan, Negosiasi, Perlawanan