Laporkan Masalah

“Tanah ini Milik Kami!” Modal Sosial dan Resiliensi Warga Kampung Pecinan Tambak Bayan dalam Mempertahankan Ruang Hidup

M. Naufal Firosa Ahda, Dr. Evi Lina Sutrisno; Dr. Yulianti

2024 | Tesis | S2 Agama dan Lintas Budaya

Kampung Pecinan Tambak Bayan Surabaya mengalami kasus sengketa tanah sehingga terancam tergusur. Sengketa tanah terjadi antara warga kampung yang notabene mayoritas warga Tionghoa, dengan pihak hotel yang juga berasal dari sesama etnis Tionghoa. Warga Tambak Bayan berusaha mempertahankan yang salah satu caranya adalah menggalang bantuan dari sesama perkumpulan Tionghoa di Surabaya. Upaya mereka mendapat penolakan, pengabaian, dan dianggap bukan bagian dari masyarakat pecinan. Penelitian ini berusaha mengkaji perjuangan warga Kampung Pecinan Tambak Bayan dalam mempertahankan ruang hidup di tengah penolakan dan pengabaian dari etnis sesamanya. Riset ini dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan etnografi selama tiga bulan. Informan dalam riset ini berjumlah lima orang dan enam orang informan pendukung yang ditentukan melalui purposive sampling. Menggunakan pendekatan modal sosial Coleman dan resiliensi sosial Edger, hasil riset ini menunjukkan warga Tambak Bayan memiliki modal sosial berupa pembauran, kerukunan, solidaritas, dan gotong royong yang dibentuk berdasarkan memori kolektif dan relasi sosial. Keempatnya berfungsi sebagai basis dalam membentuk perlawanan secara internal dan kolaborasi untuk mencapai resiliensi. Bentuk upaya resiliensi warga mengalami transformasi karena keikutsertaan kelompok luar yang didominasi bentuk perjuangan berbasis jejaring seni. Aktivasi ruang, Re-branding kampung, hingga Majlis Rasan-rasan merupakan bentuk upaya resiliensi. Upaya itu menghasilkan tiga hal, yaitu rasa aman, penguatan, dan tertundanya penggusuran sebagai indikator bahwa masyarakat Tambak Bayan resiliensi. Adapun tantangan yang dihadapi adalah modal sosial yang banyak tidak sepenuhnya efektif dalam memanajemen konflik dalam relasi sesama warga maupun kelompok luar, serta pendampingan yang kurang terbuka dan inklusif. Sehingga reposisi modal sosial serta pendampingan-jejaring yang terbuka dan inklusif menjadi alternatif tawaran dalam menjawab tantangan ini.

The Chinatown of Tambak Bayan, Surabaya, is facing a land dispute and threatened with eviction. The land dispute was between the villagers and the hotel owner, who was also of Chinese ethnicity. The residents of Tambak Bayan tried to defend themselves by gathering help from other Chinese associations in Surabaya. Their efforts were met with rejection and neglect, and they were considered not part of the Chinatown community. This research seeks to examine the struggle of Tambak Bayan Chinatown residents in defending their living space amidst rejection and neglect from other Chinese ethnicities. The study was conducted qualitatively with an ethnographic approach over three months. Five informants in this research and six supporting informants were determined through purposive sampling. Using the approach of social capital Coleman and social resilience Edger, this research showed that Tambak Bayan residents have social capital in the form of assimilation, harmony, solidarity, and cooperation formed based on collective memory and social relations. These four are the foundation for establishing internal resistance and collaboration to achieve resilience. The resilience form of the community has been transformed due to the participation of external groups that are dominated by forms of resistance based on the arts networking. Space activation, Kampung re-branding, and Majlis Rasan-rasan are forms of resilience efforts. The efforts resulted in three things, namely a sense of security, strengthening, and delayed eviction as an indicator that the Tambak Bayan community is resilient. The challenges encountered include much social capital that is not fully effective in managing conflicts in relations with fellow residents and outside groups and less open and inclusive accompaniment. Therefore, repositioning social capital and accompanying networks with open and inclusive values are alternative offers in addressing this challenge.

Kata Kunci : Pecinan, Tambak Bayan, Sengketah Tanah, Modal Sosial, Resiliensi Sosial, Ruang Hidup

  1. S2-2024-501665-abstract.pdf  
  2. S2-2024-501665-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-501665-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-501665-title.pdf