Laporkan Masalah

PERSEPSI STAKEHOLDER TENTANG RANCANGAN MODEL KEBIJAKAN INSENTIF PEMBAYARAN KBK DENGAN INDIKATOR RASIO PESERTA PROLANIS TERKENDALI PADA FKTP DI MEDAN

Susy Hartati Novintry Sitorus, Dr. Dra. Diah Ayu Puspandari, Apt., MBA., M.Kes.

2024 | Tesis | MAGISTER KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN

Latar Belakang : Kinerja FKTP BPJS Kesehatan dinilai melalui indikator Angka Kontak (AK), Rasio Rujukan non-Spesialistik (RRNS), dan Rasio Peserta Prolanis Terkendali (RPPT). Indikator kinerja mempengaruhi besaran kapitasi yang diterima oleh FKTP setiap bulan. Sistem pembayaran kapitasi mendorong FKTP untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan primer bagi peserta JKN. Data BPJS per Desember 2023 , Fktp yang mencapai kriteria rating 4 untuk indikator RPPT hanya 32% , untuk AK 42?n RRNS 83?ri total 275 fktp yang bekerja sama.  Dengan kondisi seperti  itu, harus ada faktor yang bisa memotivasi FKTP untuk menaikkan nilai KBK nya salah satunya dengan pemberian insentif. FKTP perlu distimulus untuk meningkatkan kinerja dan memperkuat fungsi sebagai gatekeeper melalui model insentif. Pencapaian indikator RPPT yang paling rendah perlu menjadi perhatian serius bagi para pemangku kepentingan. Indikator RPPT merupakan gambaran keefektivan terapi DM dan Hipertensi dan memprediksi status kesehatan pasien. Penyakit DM dan Hipertensi merupakan akar masalah dari banyak penyakit, bila tidak ditangani dengan baik maka akan jatuh pada kondisi komplikasi dan memperburuk burden of disease dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Untuk itulah FKTP perlu didorong dan dimotivasi untuk mencapai target RPPT dengan pemberian insentif.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi persepsi stakeholder tentang model KBK insentif dengan indikator penilaian RPPT di FKTP provider BPJS kesehatan cabang Medan. 

Metode : Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Data primer diperoleh dari hasil wawancara terstruktur dengan 16 orang informan yang dipilih secara purposive sampling yang berasal dari BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Medan, puskesmas, dan Klinik Pratama. Data sekunder merupakan data BPJS Kesehatan yang diperoleh dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui pencapaian indikator KBK FKTP di wilayah kerja cabang Medan selama periode tahun 2019 sampai dengan 2023. 

Hasil : Kegiatan Prolanis, edukasi kelompok dan home visit sudah berjalan di FKTP tetapi belum optimal disebabkan keterbatasan SDM dan faktor dari peserta prolanis juga. Belum ada regulasi khusus dari daerah yang mengatur tentang pelaksanaan prolanis di FKTP. Sampai saat ini FKTP mengelola sendiri pembiayaan kegiatan prolanis. Begitu juga dengan kegiatan home visit, puskesmas menyediakan dana home visit dari dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), sedangkan klinik pratama menyediakan dana home visit dari dana kapitasi yang diperoleh setiap bulan. Seluruh responden, baik dari FKTP maupun instansi Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan, menyatakan setuju terhadap KBK Insentif untuk penatalaksanaan DM dan Hipertensi. Jumlah peserta prolanis yang drop out dari tahun 2019 sampai dengan 2023 total 6.665 peserta. Tahun 2019 jumlah peserta paling banyak yang drop out prolanis yaitu sebanyak 2.851 peserta.

Kesimpulan : Persepsi stakeholder terkait rancangan model KBK insentif  yaitu target nilai RPPT antara 5% sampai dengan 10?ngan pemberian insentif secara rating/ bertingkat, indikator intermediet untuk DM adalah Hba1c dan untuk Hipertensi adalah tekanan darah, pembayaran insentif diberikan kepada FKTP, dan dikelola untuk mendorong kegiatan-kegiatan prolanis, serta pembayaran insentif haruslah rutin dan pasti. Sementara pendapat stakeholder tentang indikator yang ideal untuk penatalaksanaan peserta DM adalah Hba1c karena mampu menilai rata-rata kadar gula darah 3 bulan terakhir dan memprediksi resiko terjadinya komplikasi, dan untuk indikator hipertensi adalah tekanan darah.



Background: According to the BPJS’ data until December 2023, only 32% of the primary care facilities reached the 4th rating criteria in RPPT indicator, 42% in Contact Number (AK) indicator, and 83% in RRNS indicator from 275 primary care facilities.  Using the data above, there should be a motivating factor to encourage primary health care providers to achieve a better KBK score, such as incentives. The achievement of the lowest RPPT indicators requires attention from stakeholders. Therefore, primary care facilities need to be encouraged and motivated to achieve the RPPT target by providing incentives.

Objective: This research aims to explore stakeholder perceptions of incentive-based KBK models with RPPT indicators in Primary Health Care in Medan. 

Methods: This study is based on a qualitative method with an analytical descriptive approach. Primary data was obtained by interviewing 16 informants which were carried out by purposive sampling from BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Medan, public health centers and Pratama Clinics. The secondary data was obtained from BPJS using a time-series approach to determine the achievement of KBK indicators at primary health care facilities in Medan  during 2019 until 2023.

Results: The implementation of Prolanis , Group Educational and Home Visits activities have been running in Primary Health Care but have not been optimized due to limited human resources and factors from prolanis members as well. Currently, there have been no special regulations from the regions that regulate the implementation of prolanis in primary health care facilities. Primary care facilities manage their own financing of prolanis activities. Puskesmas provide the funds for home visits from the BOK (Health Operational Assistance) fund, while private clinics provide the funds from the capitation funds obtained every month. All respondents, both from primary health care facilities and agencies of the Health Office and BPJS Kesehatan, agreed with the incentivized KBK for DM and hypertension management. The number of prolanis participants who dropped out from 2019 to 2023 totaled 6,665 participants. In 2019, the highest number of participants dropped out of prolanis, totaling 2,851 participants.

Conclusion: The perception of stakeholders on the design of the incentive KBK model is that RPPT value targets between 5% and 10% with the providing of incentives on a rating / level basis, the intermediate indicator for DM is Hba1c and for Hypertension is blood pressure, incentive payments are given to FKTP, and managed to support prolanis activities, and incentive payments must be routinely and steadily. Meanwhile, stakeholders' opinions on the ideal indicator for the management of DM participants are Hba1c because it is able to assess the average blood sugar level in the last 3 months and predict the risk of complications, and for hypertension indicators are blood pressure.



Kata Kunci : Capitation, Diabetes Mellitus, Hypertension, Incentives, pay for performance, Prolanis

  1. S2-2024-501755-abstract.pdf  
  2. S2-2024-501755-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-501755-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-501755-title.pdf