Pemetaan Kekritisan Lahan Hutan Mangrove di Teluk Pangpang, Kabupaten Banyuwangi Menggunakan Citra WorldView-2
ADIENDA RAYHAN SALSABILLA, Prof. Muhammad Kamal, S.Si., M.GIS., Ph.D.
2024 | Skripsi | KARTOGRAFI DAN PENGINDRAAN JAUH
Pesisir adalah daerah transisi antara ekosistem darat dan ekosistem laut dengan mangrove sebagai salah satu ekosistemnya. Indonesia sebagai negara dengan hutan mangrove terluas menghadapi masalah berupa kekritisan lahan karena perawatan yang berbeda-beda serta dipengaruhi faktor lain seperti abrasi, akresi, dan alih fungsi lahan. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran hutan mangrove di Teluk Pangpang berdasarkan tingkat kekritisan lahan dan menganalisis secara spasial menggunakan citra penginderaan jauh dan data lapangan. Parameter yang digunakan adalah penggunaan lahan, kerapatan kanopi, dan ketahanan tanah terhadap abrasi. Citra WorldView-2 dan data lapangan diolah dengan metode skoring, pembobotan, dan overlay menggunakan raster calculator sehingga menghasilkan peta kekritisan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar hutan mangrove Teluk Pangpang memiliki penggunaan lahan hutan mangrove dengan kelas kerapatan kanopi yang tinggi serta memiliki tanah bertekstur lempung yang tidak peka terhadap abrasi sehingga hutan mangrove Teluk Pangpang didominasi oleh lahan tidak kritis seluas 532,12 Ha dan disusul lahan kritis seluas 34,92 Ha. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hutan mangrove Teluk Pangpang sangat sesuai menjadi tempat bagi vegetasi mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik karena memiliki kondisi lahan yang sangat mendukung.
Coastal areas are transitional areas between terrestrial and marine ecosystems with mangroves as one of the ecosystems. Indonesia as a country with the largest mangrove forest faces problems in the form of land criticality due to different treatments and influenced by other factors such as abrasion, accretion, and land use transformation. This study aims to map the distribution of mangrove forests in Teluk Pangpang based on the level of land criticality and analyze spatially using remote sensing images and field data. The parameters that used are land use, canopy density, and soil resistance to abrasion. WorldView-2 images and field data were processed by scoring, weighting, and overlaying methods using a raster calculator to produce a land criticality map. The results showed that most of the Teluk Pangpang mangrove forest has mangrove forest land use with a high canopy density class and has loamy textured soil that is not sensitive to abrasion so that the Teluk Pangpang mangrove forest is dominated by noncritical land covering 532.12 Ha and followed by critical land covering 34.92 Ha. Based on these results, it can be concluded that the Teluk Pangpang mangrove forest is very suitable to be a place for mangrove vegetation to grow and develop well because it has very good land conditions.
Kata Kunci : Lahan Kritis, Mangrove, WorldView-2, Skoring, Pembobotan, Overlay