Revitalisasi Stasiun Kota Magelang dengan Pendekatan Architecture Biophilic
Farhan Sulthan Effendi, Dr. Eng. Agus Hariyadi, S.T., M.Sc.
2024 | Skripsi | ARSITEKTUR
Dalam rangka mengikuti perkembangan sistem transportasi dunia, Kementrian Perhubungan mengeluarkan RIPNas (Rencana Induk Perkeretaapian Nasional) untuk tahun 2030. Dalam rencana tersebut banyak rencana pembukaan jalan baru maupun pembukaan jalur lama di penjuru nusantara dengan tujuan menguatkan ekonomi daerah dan meningkatkan konektivitas antar budaya dan masyarakat Indonesia. Salah satu jalur lama yang dibuka kembali adalah jalur Yogyakarta dan Semarang via Magelang. Pembukaan jalur lama tersebut membujka peluang-peluang baru dari segi infrastruktur penunjangnya, yaitu adanya pembukaan ulang stasiun di Magelang. Stasiun ini membuka akses bagi Magelang untuk terkoneksi kembali pada jalur kereta Pulau Jawa. Rencana pembuatan stasiun ini mampu menjadi katalis bagi kota Magelang untuk menguatkan perkembangan ekonominya. Magelang sendiri memiliki pergantian city branding “Magelang Kota Sejuta Bunga”. Namun sayangnya proses eksekusi city branding ini dianggap kurang efektif. Kurangnya kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau (RTH) yang diolah kurang mampu menunjukkan kekhasan tematik “Magelang Sejuta Bunga”. Oleh karena itu stasiun Magelang yang menjadi stasiun utama memiliki peluang untuk menjadi sebuah landmark dan menaikkan identitas Magelang. Oleh karena itu, pendekatan Biophilic Architecture dipilih dengan tujuan menonjolkan kekhasan tematik dan mampu mewakili identitas Magelang. Biophilic Architecture digunakan untuk memaparkan pengunjung stasiun dengan identitas Magelang yang berbasis alam sehingga pengguna mampu mengenal identitas Magelang dan tidak kalah penting memiliki koneksi emosi dengan ruang stasiun melalui sense of nature.
In a bid to stay at the forefront of global advancements in the transportation sector, the Indonesian Ministry of Transportation has unveiled an ambitious vision – the National Railway Master Plan (RIPNas) for 2030. This comprehensive plan not only envisages the creation of new railway tracks but also the rejuvenation of forgotten routes across Java island. The goal is clear: fortify regional economies, enhance cultural connectivity, and foster a more tightly-knit Indonesian society. One of the old tracks that has been reopened is the Yogyakarta and Semarang route via Magelang. The opening of the old route has opened up new opportunities in terms of supporting infrastructure, namely the reopening of the station in Magelang. This station opens access for Magelang to reconnect to the Java Island train route. The plan to build this station can be a catalyst for the city of Magelang to strengthen its economic development. Magelang itself has changed the city branding to "Magelang City of a Million Flowers". However, unfortunately, the city branding execution process is considered less effective. The lack of quality and quantity of processed green open space (RTH) is unable to show the uniqueness of the thematic "Magelang City of a Million Flowers". Therefore, Magelang station, which is the main station, has the opportunity to become a landmark and raise Magelang's identity. Therefore, the Biophilic Architecture approach was chosen with the aim of highlighting thematic uniqueness and its ability to represent Magelang's nature-based identity. Biophilic Architecture is used to expose station visitors to the unique nature of Magelang so that users are able to recognize the identity of Magelang and, no less importantly, have an emotional connection with the station space through a sense-of-nature.
Kata Kunci : Stasiun Kereta, Biophilic Architecture, City Branding