Laporkan Masalah

Analisis Kondisi Jembatan Berdasarkan Metode Bridge Management System (BMS) dan Federal Highway Administration (FHWA)

Debora Lau, Ir. Akhmad Aminullah, S.T.,M.T.,Ph.D; Prof. Dr.-Ing. Ir. Andreas Triwiyono, IPU

2024 | Tesis | S2 Teknik Sipil

Jembatan memiliki peran krusial dalam menghubungkan rute dan perlintasan yang berbeda. Untuk mengurangi risiko bahaya dan kerugian akibat kerusakan diperlukan pemantauan rutin. Di Indonesia, Bridge Management System (BMS) digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan terkait pemeliharaan, perbaikan, dan penggantian.  BMS menghasilkan suatu Nilai Kondisi (NK) dimana aspek yang ditinjau adalah Struktur (S), Kerusakan (R), kuantitas (K), fungsi (F) dan pengaruh (P). Sistem ini dapat menghasilkan ketidakpastian dalam mengevaluasi kondisi jembatan karena hanya bergantung pada kondisi fisik elemen. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai kondisi jembatan berdasarkan BMS Indonesia secara visual dan metode Sufficiency Rating (SR) yang tidak hanya melibatkan penilaian visual tetapi juga mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi hasil perhitungan NK jembatan. Selain itu, penelitian ini juga memperhitungkan sisa umur dan saran penanganan berdasarkan status jembatan.

Penilaian kondisi jembatan oleh FHWA memiliki rentang NK dari 0 (failed) sampai 9 (excellent), berdasarkan standar dari NBI. Dari NK tersebut dianalisis menggunakan metode SR sebagai pertimbangan kelayakan jembatan. Metode ini mengevaluasi jembatan berdasarkan data primer dan sekunder, dengan menghitung empat faktor terpisah yang memberikan pertimbangan untuk menghasilkan nilai numerik. Nilai ini menjadi indikasi kecukupan jembatan untuk tetap beroperasi, di mana hasil dari metode ini dinyatakan dalam persentase 100% menunjukkan kondisi jembatan yang sangat baik, sedangkan 0% menunjukkan jembatan yang sepenuhnya tidak memadai. Penilaian kondisi jembatan menggunakan inspeksi visual pada jembatan layang Mungkung di ruas tol Ngawi-Kertasono, untuk mengevaluasi efektivitas dari metode SR.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan BMS dan SR memiliki kriteria akhir kelayakan, dimana dengan nilai yang sama yaitu rehabilitasi pada BMS dan deficient pada SR. BMS memenuhi NK 3, sedangkan SR dengan nilai 79,34% menunjukan status deficient. Namun, terdapat perbedaan kondisi kerusakan elemen pada asessement berdasarkan metode BMS pada elemen Dinding Penahan Tanah (retak vertikal), sedangkan pada metode SR terjadi pada elemen abutmen (rembesan). Untuk rekomendasi yang disarankan berdasarkan tingkat kerusakan yang menjadi sangat relevan untuk menentukan langkah-langkah pemeliharaan yang tepat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan saran untuk pengembangan BMS Indonesia di masa mendatang.

Bridges play a crucial role in connecting different routes and crossings. To reduce the risk of danger and loss due to damage, regular monitoring was deemed necessary. In Indonesia, the Bridge Management System (BMS) was utilized to assist in decision-making regarding maintenance, repair, and replacement. A Condition Value (NK) was generated by the BMS, where the aspects reviewed included Structure (S), Damage (R), quantity (K), function (F), and influence (P). However, this system was found to produce uncertainty in evaluating bridge conditions because it depended solely on the physical condition of the elements. This research aimed to compare bridge condition values based on the Indonesian BMS visually and the Sufficiency Rating (SR) method, which not only involved visual assessment but also considered various factors that affected the results of bridge NK calculations. Additionally, the remaining life and handling suggestions based on the bridge status were also taken into account in this research.

The bridge condition assessment by FHWA was assigned an NK range from 0 (failed) to 9 (excellent), based on standards from NBI. The NK was analyzed using the SR method as a consideration of bridge feasibility. This method evaluated bridges based on primary and secondary data by calculating four separate factors that provided considerations to produce a numerical value. This value was an indication of the adequacy of the bridge to continue operating, with the results of this method expressed in percentages: 100% indicating excellent bridge conditions, while 0% indicated a completely inadequate bridge. A visual inspection of the Mungkung overpass on the Ngawi-Kertasono toll road was used to evaluate the effectiveness of the SR method in assessing bridge conditions.

Based on the results of calculations using BMS and SR, the final criteria for eligibility were determined, revealing differing outcomes for the same rehabilitation value in BMS and a deficient status in SR. Specifically, BMS assigned an NK value of 3, while SR indicated a deficient status with a value of 79.34%. However, discrepancies were observed in the condition of elemental damage: the BMS method identified vertical cracks in the Retaining Wall element, whereas the SR method detected seepage in the abutment element. The recommendations suggested based on the level of damage were deemed highly relevant for determining appropriate maintenance steps. The results of this research are expected to provide valuable input and suggestions for the future development of the Indonesian BMS.


Kata Kunci : Bridge Management System (BMS) Indonesia, Sufficiency Rating (SR), Federal Highway Administration (FHWA), National Bridge Inventory (NBI)

  1. S2-2024-502205-abstract.pdf  
  2. S2-2024-502205-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-502205-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-502205-title.pdf