Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesediaan Pelanggan untuk Membayar Harga Premium atas Produk Pembiayaan Konsumen di Bank Jateng Syariah
Doddy Prihanto, Ike Janita Dewi, Dr., M.B.A.
2024 | Tesis | S2 Manajemen
Kebijakan Bank Indonesia untuk BI7DRR selama akhir tahun 2022 hingga 2023 memberikan dampak pada persaingan di industri perbankan yang sangat kompetitif. Perang suku bunga seiring dengan suku bunga acuan yang tinggi memaksa bank untuk memilih di antara menyediakan sumber pendanaan yang murah dalam bentuk Current Account Saving Account (CASA) atau memangkas selisih keuntungan bersih mereka.
Permasalahan penyediaan dana murah dalam bentuk CASA menjadi problem bagi bank daerah yang memiliki ruang lingkup terbatas seperti Bank Jateng Syariah. Bank dengan skala nasional lebih diuntungkan dengan area pemasaran yang lebih luas untuk menghimpun dana murah. Keuntungan ini memberikan keleluasaan bagi mereka untuk menyalurkan kredit dengan suku bunga yang lebih rendah.
Kesulitan untuk mendapatkan CASA mengharuskan Bank Jateng Syariah menyalurkan pembiayaan dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan pesaingnya. Perusahaan ini harus menemukan formula yang tepat terkait kesediaan pelanggan untuk membayar harga premium atas produk pembiayaan konsumen mereka. Hal ini ditujukan untuk mempertahankan bisnis dan menjaga keuntungan perusahaan pada tingkat yang diharapkan. Formula kesediaan untuk membayar harga premium tersebut dapat memberikan wacana baru pada bisnis perbankan yang tidak hanya berpijak pada harga semata. Kondisi ini akan memberikan kesempatan bagi perbankan untuk mengembangkan bisnisnya secara berkelanjutan.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat empat faktor yang memengaruhi kesediaan pelanggan untuk membayar harga premium atas produk pembiayaan Bank Jateng Syariah. Faktor-faktor tersebut meliputi sikap terhadap jenama, religiusitas, identifikasi konsumen-jenama dan ekuitas jenama berbasis konsumen. Penelitian ini menyimpulkan bahwa setiap faktor tersebut berpengaruh positif pada kesediaan untuk membayar harga premium. Hasil penelitian ini juga memberikan rekomendasi terkait strategi yang perlu dikembangkan oleh Bank Jateng Syariah guna menciptakan kesediaan untuk membayar harga premium pada konsumennya.
Bank Indonesia's policy of BI7DRR during the end of 2022 to 2023 has impacted the highly competitive banking industry. The interest rate war along with high benchmark interest rates forces banks to choose between providing cheap funding sources in the form of Current Account Saving Account (CASA) or cutting their net interest margin.
The problem of providing cheap funds in the form of CASA is a problem for regional banks that have limited scope such as Bank Jateng Syariah. Banks with a national scale benefit more from a wider marketing area to raise low-cost funds. This advantage provides flexibility for them to lend a credit with lower interest rates.
The difficulty of obtaining CASA requires Bank Jateng Syariah to distribute financing at a higher price than its competitors. The company must find the right formula regarding the willingness of customers to pay a premium for their consumer financing products. This is intended to maintain business and keep company profits at the expected level. The willingness to pay premium formula can provide a new discourse on the banking business that is not only based on price alone. This condition will provide an opportunity for banks to develop their business sustainably.
This study found four factors influence customers' willingness to pay a premium for Bank Jateng Syariah financing products. These factors include brand attitude, religiosity, consumer-brand identification, and consumer-based brand equity. This study concludes that each of these factors has a positive effect on the willingness to pay a premium. The results of this study also provide recommendations regarding the strategies that need to be developed by Bank Jateng Syariah in order to create a willingness to pay a premium on its consumers.
Kata Kunci : kesediaan untuk membayar harga premium, sikap terhadap jenama, religiusitas, identifikasi konsumen-jenama, ekuitas jenama berbasis konsumen