Laporkan Masalah

Dharmasunya dalam Tradisi Penyalinan Merapi-Merbabu dan Kartasura

Styan Lintang Sumiwi, Dr. Wisma Nugraha Christianto Richardus, M. Hum.

2024 | Tesis | S2 Sastra

Penelitian ini bertolak dari asumsi bahwa tradisi Jawa mempunyai karakteristik

tersendiri dalam melestarikan teks Jawa Kuno. Penelitian ini menggunakan teks

Dharmasunya yang disalin di skriptorium Merapi-Merbabu (sekitar abad 16-17

Masehi) dan Kartasura (abad 18 Masehi) untuk melihat karakteristik penurunan

teks dalam kedua tradisi tersebut. Penelitian ini memanfaatkan gagasan Peter

Worsley (1972) untuk mengamati tradisi penyalinan melalui jenis kesalahan dan

konvensi ejaan dalam naskah-naskah yang menjadi saksi dari skriptorium yang

bersangkutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun menyalin teks

yang sama, kedua skriptorium menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tradisi

Merapi-Merbabu menunjukkan bahwa teks disalin secara cermat kata per kata

tanpa ada usaha untuk memanipulasi bacaan teks, sedangkan dalam tradisi

Kartasura terlihat adanya perubahan seperti hilangnya kuantitas vokal, perubahan

bacaan untuk menepati jumlah suku kata, serta peniadaan unsur keagamaan Hindu

dari teks. Dalam hal ejaan, tradisi Merapi-Merbabu memiliki varian konsonan

yang lebih beragam serta terdapat pola-pola kemunculan varian dalam konteks

tertentu. Dalam tradisi Kartasura, varian konsonan lebih sedikit dan sistem ejaan

lebih bebas. Dari pengamatan bacaan dan kesalahan penyalinan naskah-naskah

dari kedua tradisi didapatkan bahwa tradisi Merapi-Merbabu dan Kartasura

berhubungan dekat.

This research stems from the assumption that Javanese traditions have certain

characteristics in preserving Old Javanese texts. This research uses Dharmasunya

texts copied in the Merapi-Merbabu (around 16th-17th century AD) and Kartasura

(18th century AD) scriptoriums to see how a text was transmitted in both

traditions. This research utilizes the ideas of Peter Worsley (1972) to observe the

copying tradition through the types of errors and spelling conventions in the

manuscripts that bear witness to the scriptorium. The results of the analysis show

that despite copying the same text, the two scriptoriums exhibit different

characteristics. The Merapi-Merbabu tradition shows that the text was carefully

copied word for word without any attempt to manipulate the reading of the text,

while the Kartasura tradition shows changes such as the loss of vowel quantity,

changes in reading to keep the number of syllables, and the removal of Hindu

elements from the text. In terms of spelling, the Merapi-Merbabu tradition has

more diverse consonant variants and there are patterns of variant occurrence in

certain contexts. In the Kartasura tradition, consonant variants are fewer and the

spelling system is freer. From the observation of readings and errors of

manuscripts from both traditions, it is also found that the Merapi-Merbabu and

Kartasura traditions are closely related.

Kata Kunci : tradisi penyalinan, Merapi-Merbabu, Kartasura, kesalahan penyalinan, ejaan

  1. S2-2024-470117-abstract.pdf  
  2. S2-2024-470117-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-470117-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-470117-title.pdf