Laporkan Masalah

Representation of Rape Culture in Documentary: A Semiotic Analysis by Roland Barthes Based on Netflix's Documentary Series 'In The Name of God: A Holy Betrayal'

GADIS KINAMULAN ESTHININGTYAS DUARSA, Jusuf Ariz Wahyuono, S.I.P., M.A.

2024 | Skripsi | Ilmu Komunikasi

Pemerkosaan merupakan kejahatan yang tidak boleh dibenarkan. Dengan adanya rape culture, stigma dari masyarakat serta nilai patriarkis yang menghasilkan rape myth acceptance yang tinggi dan rendah pelaporan. Beberapa negara di Asia memandang pemerkosaan hanya sebagai aksi seksual dibanding sebuah kejahatan. Banyak masyarakat Korea Selatan yang mengalami pemerkosaan yang mengakibatkan 63.6 per 100,000 orang pada tahun 2023. Pada tahun yang sama, pemerintah Indonesia mendapatkan kasus kekerasan seksual sebagai salah satu kasus yang sering dilaporkan. Sehingga, masalah ini dapat disalurkan melalui hiburan sebagai sarana. Melalui riset ini, bertujuan untuk melihat bagaimana representasi pemerkosaan dalam seri dokumenter. Dokumenter yang berjudul 'In The Name of God: A Holy Betrayal' dipilih karena memiliki pandangan bagaimana kultus agama memandang keintiman seksual untuk mencapai hubungan yang intim dengan Tuhan, sehingga banyak perempuan yang menjadi korban. Jeong Myeong-Seok, penemu kultus Providence, telah memerkosa lebih dari 100 perempuan sebelum ia dipenjara untuk pemerkosaan serta penggelapan keuangan. Dengan menggunakan analisis semiotika oleh Roland Barthes, hasil menunjukan bahwa kasus pemerkosaan di Korea Selatan ternormalisasikan karena mengakarnya pelajaran Confucianism, kepercayaan patriarki dan stigma kesucian terhadap korban. Dari dokumenter tersebut menunjukan bagaimana Pendeta memiliki kekuatan yang absolut serta pengetahuan yang mampu memahami posisi lemah sang korban. Komponen serupa juga tercerminkan dalam kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh pemuka agama di Indonesia, dimana korban mengalami trauma berat baik secara fisik maupun mental. Sehingga, mendesak pemerintah untuk tidak hanya menyediakan jasa, tetapi juga untuk memperoleh kebenaran untuk para korban dari para pelaku. 

Rape is a criminal act that should not be justified. With the existence of rape culture, stigmatized society and patriarchal values results in a high rape myth acceptance and low reporting. Several countries in the Asia region views rape merely a sexual act rather than a crime. Many South Koreans were rape which resulted in 63.6 per 100,000 people in 2023. On the same year, the Indonesian government received sexual violence as the one of the highest cases to be reported. Thus, this concern can be conveyed through entertainment as a a medium. Through this research, it aims to seek the representation of how rape is portrayed in a documentary series. The documentary 'In The Name of God: A Holy Betrayal' is chosen because it provides a point of view of how religious cults viewed sexual intimacy to seek deeper relationship with God, hence many females became victims of the deed. Jeong Myeong-Seok, the founder of Providence, had raped for more than 100 females before he was imprisoned for alleged rape and financial embezzlement. Using the analysis of Semiotics by Roland Barthes, the results find  that rape cases in South Korea are normalized due to their rooted teachings of Confucianism, patriarchal belief and stigmatization of purity towards victims. The documentary showed how clergymen possessed absolute power along with knowledge to understand the vulnerable position of victims. Similar components reflect upon Indonesia's case of rape by religious leaders which victims went through an extensive trauma physically and mentally. Thus, urging government officials to not only accommodate service, but to also bring justice for these victims from perpetrators. 

Kata Kunci : Rape, Rape Culture, Documentary Series, Semiotic Analysis, Representation

  1. S1-2024-457833-abstract.pdf  
  2. S1-2024-457833-bibliography.pdf  
  3. S1-2024-457833-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2024-457833-title.pdf