Analisa pola pelayanan pemasaran kedelai lokal di kecamatan Pajangan dan Bambanglipuro kabupaten Dati II Bantul
Ratna Dewajati, Drs. Soekadri, M.S.; Drs. R. Rijanta, M.Sc
1992 | Skripsi | S1 PEMBANGUNAN WILAYAHProgram Upaya Khusus Kedelai (jenis Willis) merupakan salah satu kebijaksanaan pemerintah dalam usaha pengembangannya dimaksudkan untuk meningkatkan produksi kedelai sekaligus pendapatan peta-ni. Melalui program Upsus produksi rerata diharapkan mencapal 1,5 ton/hektar. Dengan semakin meningkatnya produksi perlu pula dilihat bentuk pola pemasaran dalam proses distribusi kedelai lokal. Tujuan penelitiari adalah mengetahui bentuk pala pelayanan pemasaran kede-lai lokal yang terjadi di wilayah yang berbeda tingkat aksesibili-tasnya. Penelitian menggunaan metode survai. Daerah penelitian dipi-lih Keeamatan Bambanglipuro dan Pajangan dengan desa sampel dipilih dua desa secara purposive yaitu Desa Mulyodadi dan Desa Sendang-sari. Jumlah sampel untuk petani kedelai lokal 100 responden dan 20 responden pedagang serta KUD yang ditentukan setelah melakukan wawancara dengan responden. Analisa dilakukan menggunakan tabel tunggal, tabel ganda, uji kai-kuadrat, dan uji beda t-test dengan program SPSS/PC+. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pelayanan pemasaran kedelai lokal yang terbentuk di dua wilayah yang berbeda tingkat aksesibilitasnya berdasarkan jeriisnya tidak menunjukkan adanya perbedaan, Kondisi tersebut dikarenakan pertama; pembagian pola terlalu sederhana, kedua; volume kedelai lokal belum mencapai kon-disi marketable surplus, ketiga; pola pemasaran di Desa Sendangsari cenderung dipengaruhi oleh perilaku dan faktor kebiasaan petani. Di sisi lain keterbukaan wilayah dalam a.rti tingginya tingkat aksesi-bilitas justru membuka peluang yang lebih besar bagi pedagang untuk ikut mendistribusikan kedelai lokal. Pola pelayanan pemaRaran panjang psaa umumnya dipilih oleh petani responden dengan luas panen sempit sebesar 80,0%. Sementara jenis tak berpola didominasi oleh petani responden dengan luas panen sedang sebesar 80,6% dan 50,0% petani responden yang memiliki luas panen tinggi ada keeenderungan untuk memilih pola pendek. Fenomena ini dipengaruhi oleh jarak dan biaya transport. Pola pela-yanan pemasaran panjang umumnya memperoleh keuntungan rendah (74%), sebaliknya untuk pola pemasaran pendek (50%). Dengan demikian pan-jang pendek pola mempengaruhi tinggi rendahnya keuntungan yang diperoleh petani produsen. Lembaga pemasaran yang berperan di daerah penelitian adalah pedagang, baik pedagang pengumpul, pengecer, besar maupun peranta-ra. Peran serta KUD dan Primkopti dalam pemasaran kedelai lokal masih dirasa kurang, bahkan belum berperan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu kebijaksanaan yang cukup tepat adalah membiarkan terjadinya mekanisme pasar di mana pemerintah sela].0 memantau harga agar harga yang diterima petani produsen tidak begitu rendah, dan adanya kerjasama interdepartemantal antara Diperta, Depkop dan Perdagangan supaya pemasaran dapat dikelola secara kolektif dalam satu kelompok tani.
Special Effort Program of Soybean (Willis variety) was one of the government policy in its development was intended to increase the soybean production as well as the farmer's income. Through -Upsus" Program the average production up to 1,5 tons/hectare was expected. By the more increase of production it also need to be viewed the type of marketing service pattern of local soybean that was occur in different accessibility regions. This observation used a survey method. The observed regions were Bambanglipuro and Pajangan Districts with Mulyodadi and Sendangsari villages were sampled. Number of samples for the local soybean farmers were 100 respondents and the traders were 20 res-pondents who were selected from the farmers. Then KUD was observed after the farmer respondents had been done. The analysis were carried out using sirigle-table, multi-table, Chi-Square test, and significant t-test by SPSS/PC+ Program. The observation result showed that the form of marketing service pattern of local soybean in two different accessibility regions based on its type was no significant difference. This con-dition was resulted from: firstly, the pattern of classification was very simple; secondly, the production volume of local soybean hadn't reached marketable surplus condition yet; thirdly. the marketing pattern in Sendangsari village was influenced by the farmers' behaviour. The long marketing service pattern generally was selected by respondent-farmers with the narrow harvesting area as much as 80,0% and, the non pattern type was dominated 134 respondent-farmers with the medium harvesting area as much as 'Whereas 50% of the respondent-farmers whose wide harvesting area tAd to select the short pattern. This phenomenon was influenced by a distance and transport cost. Marketing institution that playing a role in the observed regions were the traders which consists of collecting-retailers, intermediary, and bulky traders. The role of KUD and Primkopti were still lacking in the local soybean marketing. Firstly, however, suitable policy was stated to let the occuring of market mechanism for which government always observe the price in order that it is not so low accepted by the farmer and, secondly, the establishing of .interdepartemental cooperation among the Diperta, Depkop, and Departemen Perdagangan in order that .the marketing can be executed by collective method.
Kata Kunci : Pemasaran,Perdagangan,Pajangan,Bambanglipuro,Bantul,DIY