Laporkan Masalah

MODIFIKASI MODEL BISNIS PENGOLAHAN BOTTOM ASH HASIL INSINERASI LIMBAH DARI TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA DI JAKARTA

Vincent Cahya Saputra, Boyke Rudy Purnomo, S.E., M.M., PhD., CFP

2024 | Tesis | S2 MANAJEMEN (MM) JAKARTA

Indonesia diperkirakan menghasilkan 64 juta ton limbah setiap tahunnya, baik limbah organik maupun limbah anorganik. Sejumlah 7% yang didaur ulang, sisanya 69?rakhir di tempat pembuangan akhir dan 24% terjadi pembuangan ilegal secara sembarangan dan mencemari lingkungan sekitar. Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat tempat pembuangan akhir di Indonesia paling besar terdapat di DKI Jakarta 455,83 juta m3/tahun. Di Cipayung salah satu daerah di DKI Jakarta mengalami kelebihan kapasitas sejak tahun 2019. Kelebihan kapasitas ini diakibatkan rata-rata setiap hari mendapatkan 1.100 ton limbah, sehingga kapasitas yang seharusnya mampu menampung 1,3 juta kubik berakhir harus menampung 2,5 juta kubik yang mengakibatkan limbah yang menumpuk harus disusun menjadi gunungan limbah yang tingginya bisa mencapai 20 meter.

Tempat Penampungan Sementara atau TPS adalah suatu tempat yang menerima limbah dari rumah tangga. Di tempat ini limbah diolah untuk mengurangi kuantitas atau memperbaiki karakteristik limbah dan residu hasil olahan yang selanjutnya dikirim ke TPA. Limbah organik dapat diolah beberapa dengan vermicomposting menjadi pupuk kompos, sedangkan untuk limbah anorganik dipilah yang masih memiliki nilai jual untuk dijual ke pengepul. Sisa yang tidak bisa diolah disebut sebagai residu yang dihancurkan dengan cara insinerasi agar tidak berbahaya bagi lingkungan, namun nilai bottom ash hasil dari limbah residu ini masih belum termanfaatkan dengan baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model bisnis apa yang bisa dikembangkan untuk TPS yang ada di wilayah Jakarta dengan memanfaatkan bottom ash dari hasil olahan limbah residu. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dengan narasumber dengan pertanyaan yang berbasis peta empati. Hasil wawancara dianalisis  dengan analisis konten yang disusun menjadi lean canvas.

Indonesia is estimated produces 64 million tons of waste anually, both organic and inorganic waste. A total of 7% is recycled, the remaining 69% ends up in landfills and 24% occurs in careless illegal dumping and pollutes the surrounding environment. The Ministry of Public Affairs noted that the largest final landfill site in Indonesia is in DKI Jakarta about 455.83 million m3/year. In Cipayung, one of the areas in DKI Jakarta, had over capacity since 2019. This over capacity is caused by an average of 1,100 tons of waste every day, thus the capacity that should be able to accommodate 1.3 million cubic meters, have to accommodate 2.5 million cubic meters, which the accumulated waste must be arranged into a waste mountain that can reach 20 meters in height.

Tempat Penampungan Sementara or TPS is a place that receives waste from households. In this place, waste is processed to reduce the quantity or improve the characteristics of the waste and processed residue which is then sent to the landfill. Some organic waste can be processed by vermicomposting into compost, while inorganic waste is sorted which still has sales value to collectors. Waste that cannot be processed is referred as residue which is destroyed by incineration, thus is not harmful to the environment, but the value of the bottom ash produced from this residual waste is still not being utilized properly.

This research aim was to find out what business models can be developed for TPS in the Jakarta region by utilizing bottom ash from processed residual waste. Data collection using interview method with questions based on empathy maps. The interview results were analyzed using content analysis which was compiled into a lean canvas.

Kata Kunci : limbah, Tempat Penampungan Sementara, TPS, residu, bottom ash, lean canvas

  1. S2-2024-484211-abstract.pdf  
  2. S2-2024-484211-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-484211-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-484211-title.pdf