Perjuangan Membangun Komunitas Buddhis Bercorak Nusantara: Dari Kasogatan ke Buddha Jawi
Nusya Kuswantin, Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono, M.A; Prof. Dr. Bambang Hudayana, M.A
2024 | Disertasi | S3 Ilmu-ilmu Humaniora
Kalangan Jawa Abangan mengalami krisis identitas budaya tergolong besar setidaknya dua kali akibat bencana sosial-politik 1965 yang menewaskan ratusan ribu orang dari golongan masyarakat yang dituduh terlibat dan pendukung Partai Komunis Indonesia. Krisis kedua terjadi ketika tahun 1967 pemerintah Orde Baru yang terobsesi membangun negara anti-komunis menerapkan kebijakan agamisasi dan praktik-praktik kebatinan yang dilakukan kalangan Jawa Abangan sebagai langkah adaptasi untuk keluar dari krisis pasca Geger 1965 dinyatakan bukan termasuk kategori agama yang direstui negara. Dengan pendekatan pustaka dan riset lapangan, studi ini mencoba menjelaskan transformasi keberagamaan dan memetakan perjalanan sejarah dua komunitas kecil (Pamong Kasogatan 1975 dan Pasamuhan Buddha Jawi di Lampung Timur) mempertahankan iman kepercayaan mereka dengan mengorganisir diri dalam komunitas serta ritual keagamaan. Tujuan tulisan ini adalah menunjukkan secara etnografis keuletan dan kegigihan serta kegagalan dan keberhasilan komunitas-komunitas Buddhis dalam perjuangan mereka menampilkan kekhasan ajaran Buddha Dharma bercorak Nusantara dalam menghadapi agamisasi yang diterapkan oleh negara.
The Abangan of Javanese nominal Moslems had been occurring twice big cultural identity crises in the aftermath of socio-politics calamity in Indonesia post 1965 that killed hundred-thousand people of those who were accused of getting involved with and supporting Indonesian Communist Party. The second crisis happened in 1967 when the New Order of Indonesian government with its obsession to build anti-communist state was applying a religionization policy with interiority practiced by the Abangan as adaptation step to release from the first crisis of post 1965 bloodshed was not state-approved. By applying library and field research this study tries to explicate the journey of two small communities (Pamong Kasogatan 1975 and Pasamuhan Buddha Jawi in East Lampung) regarding how they defend their religious faith by organizing themselves within communities and religious rituals. The objective of this study is to point out ethnographically the tenacity and resilience as well as the failure and success of Buddhist communities in their struggle to display the uniqueness of local (Javanese) style Buddhism in dealing with religionization applied by the state .
Kata Kunci : Kasogatan, Buddha Jawi, Ajaran Borobudur, penghayatan iman