Ruang Liminal dalam Novel-novel Ahmad Fuadi: Kajian Postkolonial
Elisa Dwi Wardani, Prof. Dr. Ida Rochani Adi, S.U.
2023 | Disertasi | S3 Ilmu-ilmu Humaniora
Novel-novel karya Ahmad Fuadi, yaitu Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna, Rantau 1 Muara, dan Anak Rantau, telah dibaca secara luas. Menariknya, tidak banyak peneliti yang menyoroti bahwa novel-novel yang didominasi tema perantauan dan kehidupan pesantren tersebut mengangkat kontestasi Barat dan Timur, dikotomi pusat dan pinggiran, serta berbagai bentuk resistensi, ambivalensi, dan negosiasi terhadap moda wacana kolonial. Terlebih lagi, novel-novel tersebut diterbitkan lebih dari lima puluh tahun sesudah berakhirnya masa penjajahan di Indonesia. Pandangan terhadap novel-novel Ahmad Fuadi sebagai karya yang inspiratif dan mengandung nilai moral yang tinggi menyebabkan perspektif postkolonial tidak dianggap relevan dalam analisis novel-novel tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa anggapan tersebut keliru karena pandangan tentang nilai-nilai edukasi dan moral yang dibawa oleh novel-novel Ahad Fuadi tidak terlepas dari wacana kolonial yang mempengaruhi pembacaan tersebut. Selain itu, berbagai bentuk relasi kuasa yang ada di dalam novel-novel tersebut perlu dikaji mengingat pertemuan antara Barat dan Timur memungkinkan beroperasinya wacana kolonial. Teori Homi Bhabha mengenai wacana kolonial, ambivalensi, mimikri, dan Ruang Liminal digunakan untuk melihat bagaimana wacana kolonial hadir dalam novel-novel tersebut. Teori Homi Bhabha mengenai Ruang Liminal yang diskursif digunakan untuk melihat adanya resistensi, ambivalensi, dan negosiasi dalam novel-novel Ahmad Fuadi. Teori Ruang Liminal digunakan untuk melihat bagaimana tanda direartikulasi dalam novel-novel Ahmad Fuadi. Dengan melakukan rekontekstualisasi mengenai kolonialisme yang ada dalam novel-novel Ahmad Fuadi, relasi antara Pusat dan Pinggiran dipetakan tidak hanya sebagai relasi antara Barat dan Timur, tetapi juga antara kota dan kampung, serta pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Penelitian ini menemukan bahwa dalam novel-novel Ahmad Fuadi tidak hanya didapati adanya wacana kolonial yang beroperasi dalam teks, tetapi juga resistensi, ambivalensi, dan negosiasi terhadap wacana kolonial tersebut. Hegemoni wacana kolonial terlihat dari mimikri dan dominasi rasionalitas modern yang memuja akal budi, pembangunan, dan kemajuan ilmu pengetahuan yang cenderung instrumentalis sehingga pandangan bahwa novel-novel Ahmad Fuadi mengandung nilai-nilai moral yang mendidik dan inspiratif perlu ditilik kembali. Adapun resistensi, negosiasi, dan ambivalensi terlihat dari tarik ulur antara superioritas Barat dan keunggulan Timur, penolakan terhadap dikotomi relasi pusat-pinggiran melalui penciptaan Pusat yang tidak lagi tunggal, serta penggunaan unsur-unsur irasional seperti mantra, hantu, dan pengalaman mistis. Penelitian ini juga memosisikan novel-novel Ahmad Fuadi sebagai bagian dari upaya pengarang untuk menarik fiksi Islami dari posisi pinggiran ke pusat. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa teori Homi Bhabha tentang reartikulasi tanda dalam Ruang Liminal tidak mampu menjelaskan lebih lanjut mengapa dan bagaimana reartikulasi tersebut terjadi.
Ahmad Fuadi's novels, entitled Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna, Rantau 1 Muara, and Anak Rantau, are novels that have been widely read. Interestingly, not many researchers are concerned about the fact that the novels, which take up the themes of migration and life in the pesantren, raise the contestation between the West and the East, the dichotomy of the center and the periphery, as well as various forms of resistance, ambivalence and negotiation towards colonial discourse. In addition, these novels were published more than fifty years after the end of the colonial period in Indonesia. Taking Ahmad Fuadi's novels as inspirational and containing high moral values has caused the postcolonial perspective to be considered irrelevant in the analysis of these novels. This research shows that the notion of educational and moral values conveyed by Ahmad Fuadi's novels is inseparable from the colonial discourse that influences these readings. Moreover, various forms of power relations in these novels need to be studied considering that the meeting between the West and the East opens up the possibility of colonial discourse to operate.
Homi Bhabha's theories on colonial discourse, ambivalence, mimicry and the Third Space or Liminal Space are used to see how colonial discourse is present in these novels. Bhabha's theory of discursive Liminal Space is used to see how the resistance, ambivalence, and negotiation with the colonial discourse work in Ahmad Fuadi's novels. The theory of the Liminal Space is used to see how signs are rearticulated. By re-contextualizing colonialism in Ahmad Fuadi's novels, the relation between the Center and the Periphery is mapped not only as the relations between West and East, but also between city and village, as well as the central government and the local government.
This research finds that although there is a mode of colonial discourse in Ahmad Fuadi's novels, there is also resistance, ambivalence and negotiation towards this colonial discourse. The hegemony of colonial discourse can be seen from the mimicry and domination of modern rationality that worships reason, development, and scientific progress that tends to be instrumental so that the perception that Ahmad Fuadi’s novels contain educational and inspiring moral values needs to be revisited. In addition, the resistance, negotiation, and ambivalence can be seen in the contestations between Western superiority and Eastern superiority, the refusal to accept the center – periphery dichotomy through the creation of the plural centers, and the use of irrational elements such as spells, ghosts, and mystical experiences. This research also positions Ahmad Fuadi's novels as parts of his attempts to usher Islamic fictions from the periphery to the center. This research also shows that Homi Bhabha theory of the rearticulation of signs in the Liminal Space cannot further explain how and why the rearticulation happens.
Kata Kunci : Ruang liminal, wacana kolonial, resistensi, ambivalensi, negosiasi