KEARIFAN MASYARAKAT SUKU TENGGER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU DI DESA NGADAS, KECAMATAN PONCOKUSUMA, KABUPATEN MALANG
Ayu Diyah Setiyani, M. Taufik Tri Hermawan, M.Si
2009 | Skripsi | S1 KEHUTANANMasyarakat enclave di kawasan konservasi memiliki ketergantungan berupa pemanfaatan langsung maupun tidak langsung terhadap sumber daya hutan di sekitarnya. Masyarakat adat Tengger yang mendiami enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Desa Ngadas memiliki ketergantungan sosial, ekonomi, dan budaya terhadap hutan. Masyarakat memanfaatkan sekaligus mengelola sumber daya hutan di sekitarnya. Masyarakat adat memiliki tata cara tersendiri dalam pemanfaatan hutan, yang biasa dikenal sebagai kearifan lokal. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pemanfaatan sumber daya hutan dan mendeskripsikan kearifan pengelolaan sumber daya hutan oleh masyarakat Tengger di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Metode yang digunakan adalah etnografi. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi partisipatif, waancara mendalam, dan penelusuran dokumen dari berbagai instansi. Teknik sampel yang digunakan dalam observasi parisipasif dan wawancara mendalam adalah bola salju (snowball sampling) dengan awalan ditentukan (purposive sampling). Hasil penelitian menunjukkan masyarakat Ngadas memanfaatkan sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan. Pemanfaatan vegetasi dapat dikelompokkan menajadi tiga berdasarkan peruntukannya. Pemanfaatan Alang-alang (Imperata cylindrica), Genggeng (Murdannia nudiflora), Minjalan (Rottboellia exaltata), Pekethek ( Oplismenus compositus), Mprit-mpritan (Eragostis amabilis), Nanahan (Drymaria villosa), dan Mencokan (Pilea melatomoides) untuk pemenuhan kebutuhan pakan temak. Pemanfaatan Akasia (Acacia decurrens) dan Cemara gunung (Casuarina junghuniana) untuk kayu bakar. Pemanfaatan Putihan (Buddleja asiatica) dan Tanalayu (Crassocephalum crepidioides) untuk upacara adat. Dalam program jalur hijau, masyarakat memanfaatkan lahan selebar 100 m ke dalam kawasan taman nasional dan sepanjang 2 Km mengelilingi desa. Berbagai pengambilan manfaat sumber daya hutan taman nasionaljuga mengandung kearifan, meski perilaku yang ditunjukkan tidak selalu bernilai positif bagi pelestarian. Kearifan tradisional juga terwujud dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki secara komunal, diantaranya adalah hutan desa yaitu Sanggar Pamujan dan Pedanyangan, juga tug. Kearifan tradisional yang dimiliki pun telah tergerus, yakni hilangnya sistem pengelolaan hutan di luar desa.
People living in the enclave of preservation area rely on direct and indirect forest resorces surrounding them. Tengger indigenous people of Bromo Tengger Semeru National Park's enclave occupy social, economic, and cultural dependence of forest. They make a use of as well as carry out the forest resorces in their environment. These communities have different ways in taking benefit of the forest use which commonly refers to local wisdom. This research is purposed to identify forest resorces use and discribe the wisom of forest use done by Tengger indigenous people. This research is conduccted by applying etnography method. The data collection are done by partisipatory observation, indepht interview, and document investigation from several instances. Partisipatory observation and indepht interview apply snowball sampling technique through previously purposive sampling technique. This research found that Ngadas's people take a benefit of forest resorces to ful fill their needs. There are two forest resorces uses; that is vegetation and land utilization around the national park area. Alang-alang (lmperata cylindrica), Genggeng (Murdannia nudiflora), Minjalan (Rottboellia exaltata), Pekethek (Oplismenus compositus), Mprit-mpritan (Eragostis amabilis), Nanahan (Drymaria villosa), and Mencokan (Pi/ea melatomoides) used for woof livestock. Akasia (Acacia decurrens) and Cemara gunung (Casuarina junghuniana) used for firewood, Putihan (Buddleja asiatica) and Tanalayu (Crassocephalum crepidioides) used for traditional ceremonies. People used land width 100 meters in national park along 2 kilometers around a village by Jalur Hijau programme. Tengger indigenous people tend to not only take benefit of the forest, but also manage forest resouches by local wisdom, although not always positive for reservation. Today, local wisdom are a manifestation of local wisdom formed in knowledge, belief, comprehension, perception, and custom or ethic. It has also been formulated in communal's resorces use such as Sanggar Pamujan, Pedanyangan,andtug.
Kata Kunci : Pemanfaatan Sumber Daya Hutan, Kearifan Tradisional, Masyarakat Adat .