Laporkan Masalah

Kajian Penentuan Garis Pantai Menggunakan Foto Udara Small Format dari Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Sebagai Opsi Batas Bagi Hasil Kelautan (Studi Kasus: Pulau Bawean, Kabupaten Gresik)

Tio Dominggus Sihotang, I Made Andi Arsana, S.T., ME.,Ph.D.

2023 | Skripsi | TEKNIK GEODESI

Pulau Bawean merupakan salah satu pulau kecil yang memiliki potensi besar sebagai tujuan utama wisata bahari. Untuk mengelola serta mengoptimalkan sumber daya di laut tersebut, Pulau Bawean memerlukan batas wilayah laut yang jelas dan tegas. Garis pantai menjadi aspek penting yang digunakan dalam menentukan batas wilayah laut suatu daerah. Garis pantai yang terdapat di Pulau Bawean masih bersifat indikatif dan belum dipastikan keakuratannya. Pembaruan garis pantai dapat dilakukan dengan menggunakan DEM hasil pengolahan foto udara small format dari UAV, sehingga menghasilkan garis pantai yang definitif pada Pulau Bawean. Dengan menggunakan UAV, pengukuran dapat mudah dilakukan serta menjangkau daerah yang lebih luas dibanding menggunakan metode terestris. Garis pantai definitif yang dihasilkan kemudian digunakan dalam pengukuran batas bagi hasil kelautan di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik.

Pada penelitian ini, untuk memperoleh data garis pantai dan batas bagi hasil kelautan, dilakukan dengan pengolahan data foto udara sehingga menghasilkan orthophoto dan Digital Terrain Model (DTM). Selanjutnya dilakukan uji akurasi terhadap orthophoto dan DTM menggunakan titik ICP dan shoreline transect. DTM yang dihasilkan perlu diubah ke dalam ketinggian orthometrik menggunakan model geoid EGM 2008. DTM yang sudah ditransformasi kemudian digunakan dalam proses ekstraksi garis pantai menggunakan model pasang surut. Model pasang surut yang digunakan dalam penelitian ini adalah Highest Astronomical Tide (HAT). Proses ekstraksi garis pantai dilakukan dengan substraksi antara DTM hasil transformasi sebelumnya dan model pasang surut HAT. Data garis pantai dapat diperoleh dengan pembuatan kontur di atas DTM HAT. Garis pantai tersebut kemudian digunakan untuk pengukuran batas bagi hasil kelautan dengan membuat zona buffer sejauh 4 mil laut.

Penelitian ini menghasilkan garis pantai sepanjang 108,57 km dan luas bagi hasil kelautan sebesar 815,125 km2 dan 909,18 km2, jika mempertimbangkan pulau-pulau kecil disekitarnya. Selain itu, hasil penelitian ini memberikan analisis terkait dampak dan pengaruh dari hasil ekstraksi garis pantai dan opsi batas bagi hasil kelautan yang dihasilkan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, didapati bahwa garis pantai yang dihasilkan memberi pengaruh terhadap penambahan luas daratan pada Pulau Bawean sebesar 0,213 km2. Selain itu, terjadi pengurangan luas wilayah batas bagi hasil kelautan dari opsi yang dihasilkan yaitu sebesar 0,412 km2 jika tidak mempertimbangkan pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Bawean dan 0,24 km2 jika mempertimbangkan pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Bawean.


Bawean Island is one of the small islands that has great potential as a popular destination for maritime ecotourism. To manage and optimize the marine resources, Bawean Island needs a clear and firm maritime boundary. Coastline is an important aspect used in determining the maritime boundary of a region. The coastline on Bawean Island is still indicative and its accuracy has not been confirmed. The coastline updating can be done by using DEM from the processing of small format aerial photos from UAVs, to produce a definitive coastline on Bawean Island. By using UAVs, measurements can be easily made and cover a wider area than using terrestrial methods. The resulting definitive coastline will be used in the measurement of marine income sharing boundaries on Bawean Island, Gresik Regency.

To get the coastline and maritime income sharing boundaries data, the execution of   this research begins with processing aerial photography data to produce orthophoto and DTM. Furthermore, an accuracy test was carried out on the orthophoto and DTM using ICP points and shoreline transect. The resulting DTM needs to be transformed into orthometric height using the EGM 2008 geoid model. DTM that has been converted is then used in the shoreline extraction process using the tidal model. The tidal model used in this research is Highest Astronomical Tide (HAT). The shoreline extraction process is done by subtraction between the previously transformed DTM and the HAT tide model. To produce the coastline, contours were created on top of the HAT DTM. The coastline is then used for maritime income sharing boundary measurement by creating a buffer zone of 4 nautical miles.

This research produced a coastline with a length of 108.57 km and a shared maritime area of 815.125 km2, expanding to 909.18 km2 when considering the surrounding small islands. This research also provides an analysis of the impact and influence of the resulting shoreline extraction and maritime income sharing boundary options. From the analysis, it was concluded that the generated coastline had an impact on the increase in land area on Bawean Island by 0.213 km2. In addition, there was a reduction in the area of maritime income sharing boundary from the generated options, amounting 0.412 km2 if not considering the small islands around Bawean Island and 0.24 km2 when considering the small islands around Bawean Island.


Kata Kunci : Garis Pantai, Batas Bagi Hasil Kelautan, Pulau Bawean, UAV, Small Format.

  1. S1-2023-446570-abstract.pdf  
  2. S1-2023-446570-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-446570-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-446570-title.pdf