Laporkan Masalah

Parahyangan: Sejarah Sosial Kereta Api Komuter Jakarta-Bandung, 1971-2010

Arsyi Aldrin, Dr. Agus Suwignyo, M.A.

2023 | Skripsi | ILMU SEJARAH

Perkembangan cukup pesat yang dialami Kota Jakarta dan Kota Bandung pada awal dekade 1970an berpengaruh pada tingginya mobilitas masyarakat akibat lokasi keduanya yang berdekatan. PNKA kemudian mengoperasikan Kereta Api Parahyangan sebagai salah satu opsi transportasi umum penghubung wilayah tersebut. Hasilnya, Kereta Api Parahyangan berhasil merajai jalurnya selama hampir empat dekade beroperasi. Selama beroperasi, Kereta Api Parahyangan menjadi transportasi sehari-hari berbagai kalangan masyarakat untuk bepergian antara Jakarta dan Bandung.

Dengan begitu, penelitian ini berusaha untuk menggambarkan perkembangan Kereta Api Parahyangan sebagai angkutan komuter sehari-hari masyarakat dan mengapa masing-masing dari mereka memilih menggunakan Kereta Api Parahyangan sebagai pilihan utamanya. Penelitian ini menggunakan sumber primer dan sekunder. Sumber primer yang digunakan meliputi arsip-arsip PT. KAI, BPS, artikel koran, foto, dan wawancara. Sumber sekunder yang digunakan antara lain meliputi buku, skripsi, artikel majalah, video Youtube, dan sumber lain yang dianggap kredibel.

Kereta Api Parahyangan dapat dikategorikan sebagai kereta api komuter. Argumen tersebut diperkuat oleh jadwal keberangkatan, jumlah penumpang, dan cerita para penumpangnya. Didominasi oleh kalangan pekerja, pedagang, dan mahasiswa saat hari kerja serta kalangan keluarga pada akhir pekan membuat Kereta Api Parahyangan berperan sebagai angkutan komuter dan kereta api jarak jauh secara simultan. Sayangnya, pengoperasian Tol Cipularang pada 2005 membuat Kereta Api Parahyangan harus mengakui keunggulan dan keefektifan angkutan jalan raya. Kerugian yang selalu dialami PT. KA pun membuat Kereta Api Parahyangan dilebur dengan Kereta Api Argo Gede menjadi Kereta Api Argo Parahyangan pada 2010 serta menandai era baru dari angkutan komuter Jakarta–Bandung dengan wilayah sub-urban di sekitarnya.

The rapid developments experienced by the Jakarta and Bandung in the early 1970s affected the high mobility of the people due to their close proximity. PNKA then operated the Parahyangan Train as one of the public transportation options connecting the two regions. As a result, the Parahyangan Train has managed to dominate its line for nearly four decades of operation. During its operation, the Parahyangan Train became the daily transportation for various groups of people to travel between Jakarta and Bandung.

Therefore, this research seeks to describe the development of the Parahyangan Train as the people's daily commuter transportation and why each of them chose to use the Parahyangan Train as their primary choice. This research uses primary and secondary sources. The primary sources used include the archives of PT. KAI, BPS, newspaper articles, photos and interviews. Secondary sources used include books, theses, magazine articles, Youtube videos, and other sources that are considered credible.

Parahyangan Train can be categorized as a commuter train. This argument is strengthened by the departure schedule, the number of passengers, and the stories of the passengers. Dominated by workers, merchants, and students on weekdays and families on weekends, the Parahyangan Train acts as a commuter transport and long-distance train simultaneously. Unfortunately, the operation of the Cipularang Toll Road in 2005 forced the Parahyangan Train to recognize the superiority and effectiveness of road transportation. PT KA's constant losses led to the merger of the Parahyangan Train with the Argo Gede Train into the Argo Parahyangan Train in 2010 and marked a new era of Jakarta-Bandung commuter transportation with the surrounding sub-urban areas.

Kata Kunci : Bandung, Jakarta, Kereta Api Parahyangan, Komuter.

  1. S1-2023-428509-abstract.pdf  
  2. S1-2023-428509-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-428509-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-428509-title.pdf