Narasi Politik Buzzer Kampanye Pemilihan Presiden 2019 Melalui Twitter dalam Tinjauan Permainan Bahasa Wittgenstein
Armand Ilham Syafrony, Prof. Drs. M. Mukhtasar Syamsuddin, M.Hum., Ph.D of Arts. ; Dr. Lailiy Muthmainnah, S.Fil., M.A
2023 | Skripsi | ILMU FILSAFAT
Kehadiran buzzer dalam kampanye Pemilihan Presiden 2019 menunjukkan bahwa masyarakat awam turut memiliki potensi untuk menjadi aktor kampanye dan propaganda. Media sosial memberikan wadah dan aksesibilitas bagi publik untuk berpartisipasi aktif dalam kampanye politik. Adapun muncul problematika baru dalam kehadiran buzzer lantaran kampanye yang didiseminasikan memiliki kecenderungan untuk menjadi kampanye negatif yakni melalui black campaign dan penyebaran hoaks atau berita palsu.
Narasi buzzer yang cenderung memuat unsur-unsur negatif tersebut merupakan konsekuensi dari kehadiran permainan bahasa yang digunakan dalam kehidupan manusia sehari-hari dalam komunikasi. Aturan-aturan main ditetapkan dalam penggunaan pesan berbentuk frasa dan istilah kampanye bak aturan dalam sebuah permainan. Berkaca dari kehadiran aturan main tersebut, maka peneliti mengambil teori permainan bahasa Wittgenstein untuk mengkaji bagaimana para aktor kampanye merangkai sebuah bahasa kampanye terutama di Pilpres 2019. Aturan main tersebut kemudian disetujui oleh para aktor kampanye sebagai ‘pemain’ dari permainan bahasa dalam narasi kampanye Pilpres 2019.
Peneliti tiba pada penemuan bahwa aturan main narasi kampanye yang turut menyeret isu politik identitas sebagai wujud black campaign adalah bentuk dari proses epistemis dari permainan bahasa yang diterapkan. Proses kebenaran tersebut kemudian membentuk sebuah kesepakatan bahwa bahasa dan istilah yang dipakai memuat pesan yang mendiskreditkan tokoh politik lawan. Permainan bahasa tersebut kemudian kembali muncul di masa menjelang Pilpres 2024 sebagai pembanding. Kendati demikian, ada potensi pemerintah untuk menanggulangi narasi negatif menggunakan permainan bahasa baru yang bernuansa positif.
Political buzzers became rampant during the campaign stages of the 2019 Indonesian Presidential Election. Buzzers’ existence proved that the general public have access to become prolific campaigners, all thanks to social media. The campaign however, has a tendency to include hate speech, identity politics, and several other forms of black campaign.
The fact that buzzers prefer black campaigns for the 2019 Indonesian Presidential Election is solid proof of the existence of language games in political campaigns. The use of everyday language that Wittgenstein introduced as a concept shows that the meaning of political messages used by buzzers are constructed as a convention. This research shows that buzzers prefer black campaigns and identity politics to maximize the potential of a political message. The buzzer’s preference then translated to how would a political message come to play as a form of language game. Buzzers as the players of the game then constructed a new form of meaning to the political messages in the form of unique phrases and jargons.
The pattern mentioned above shows the way of thinking that made political messages have a significant meaning and political power in the 2019 Indonesian Presidential Election campaigns. This research came to a solid conclusion that the rule of the game for the 2019 Indonesian Presidential Election campaigns made how the narrative would come to play. Various black campaign methods then translated to the rule of the game and the words that were used in the political propaganda.
Kata Kunci : Buzzer, narasi, Pilpres 2019, permainan bahasa Wittgenstein