Diskresi dalam Implementasi Kebijakan Pelatihan Dasar CPNS dengan Metode Blended Learning: Studi Komparasi pada Pelatihan Dasar CPNS Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Maybrat
Anisa Mifrohatun Fathiyah, Prof. Dr. sc. pol. Agus Heruanto Hadna, M. Si; Puguh Prasetya Utomo, S. IP., MA., Ph. D
2023 | Tesis | MAGISTER KEPEMIMPINAN DAN INOVASI KEBIJAKAN
Teori bottom-up dalam implementasi kebijakan telah menyebutkan peran penting birokrat level jalanan dalam menentukan keberhasilan sebuah kebijakan. Birokrat level jalanan dipandang memiliki kedekatan dengan masalah dan memiliki pemahaman terhadap kondisi di lapangan sehingga tak jarang birokrat jalanan melakukan diskresi terhadap kebijakan yang diterapkan agar kebijakan dapat berjalan secara efektif dan menunjang keberhasilan kebijakan. Diskresi ini yang kemudian diterapkan oleh Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Manajemen Pemerintahan Lembaga Administrasi Negara (Puslatbang KMP LAN) dalam melaksanakan kebijakan Pelatihan Dasar CPNS dengan metode blended learning. Blended learning yang seharusnya dilakukan melalui tiga fase pembelajaran, dijalankan hanya dengan dua fase pembelajaran, dan kurikulum yang digunakan pun adalah kurikulum pelatihan secara klasikal.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif komparatif dengan membandingkan dua studi kasus. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa wawancara dengan informan dan data sekunder berupa dokumen, laporan, rekaman maupun dokumen lainnya. Penelitian ini mencari tahu faktor apa saja yang mendasari pelaksanaan diskresi kebijakan Pelatihan Dasar CPNS metode blended learning yang dilakukan oleh Puslatbang KMP. Penelitian ini juga membandingkan implementasi kebijakan Pelatihan Dasar CPNS dengan metode blended learning yang dilakukan tanpa diskresi di Pelatihan Dasar CPNS Kabupaten Bulukumba dan yang dilaksanakan dengan diskresi pada Pelatihan Dasar CPNS Kabupaten Maybrat ditinjau dari konsep terntang konten dan konteks kebijakan yang dibuat oleh Merilee Grindle.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa diskresi dalam pelaksanaan kebijakan Pelatihan Dasar CPNS dengan metode blended learning dilakukan oleh Puslatbang KMP dengan dasar kondisi-kondisi keterbatasan yang ada Kabupaten Maybrat seperti keterbatasan fasilitas penunjang penyelenggaraan pelatihan, keterbatasan jaringan internet dan kelistrikan, serta keterbatasan kemampuan CPNS Kabupaten Maybrat dalam mengakses sistem pembelajaran dan dalam mengikuti pembelajaran secara mandiri. Faktor lain yang biasanya menjadi alasan dilaksanakannya diskresi kebijakan seperti alienasi, pengalaman, maupun terjadinya pandemi COVID-19 tidak menjadi alasan utama mengapa diskresi dilakukan.
Tiga pihak yang terlibat dalam proses impelementasi kebijakan Pelatihan Dasar CPNS menjadi pihak yang mendapatkan manfaat dan merasakan perubahan dengan diterapkannya kebijakan Pelatihan Dasar CPNS baik yang dilakukan dengan diskresi maupun tanpa diskresi. SDM yang menjalankan kebijakan berasal dari unsur yang sama di kedua pelaksanaan pelatihan, sedangkan dari sumber daya lain seperti keuangan dan sarana-prasarana penunjang pelatihan memiliki perbedaan dalam dua pelaksanaan. Strategi yang berbeda diterapkan oleh Puslatbang KMP dalam menjalankan Pelatihan Dasar di dua daerah, dan strategi tersebut disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi oleh CPNS dan Pemerintah Daerah. Dari sisi penerimaan, secara garis besar pelaksanaan kebijakan dapat diterima dan dipatuhi dengan baik oleh tiga unsur yang telah disebutkan, meskipun terdapat concern dalam penyelenggaraan pelatihan yang mengalami diskresi. Ditinjau dari output yang dihasilkan, kedua pelatihan dapat dikatakan berhasil dalam pelaksanaannya.
The bottom-up theory of policy implementation study has shown the importance of street-level bureaucrats to determine the success of policy implementation. Street-level bureaucrats are seen to be close to the real problems and have better understanding to the real condition in society, thus why the street-level bureaucrats often use discretion to implement a policy in order to make the policy works effectively and successfully. This discretion is what the Center of Training and Development and Government Management Research of The National Institute of Public Administration (Puslatbang KMP LAN) did to implement the blended learning policy in the Basic Training for Prospective Civil Servants. Blended learning that consisted of three phases, was done by only two phases and the classical curriculum was used in the training.
This study used comparative qualitative approach to compare two case studies as analytical units. The data used in this study were primary data from interview with informants and secondary data from documents, reports, recordings and others. This study discovered what factors underlying the discretion of blended learning policy in the Basic Training for Prospective Civil Servants done by Puslatbang KMP. This study also compared how blended learning policy in the Basic Training of Prospective Civil Servants was implemented without discretion in Bulukumba and with discretion in Maybrat, using Merilee Grindle’s concept of policy content and policy context.
The result of this study showed that the discretion made by Puslatbang KMP was based on the resources deficiencies in Maybrat, such as limited training support facilities, limited internet and electrical connectivity, Maybrat’s prospective civil servants’ limited access to the learning system and limited abilities to follow the self-learning phase. Other factors that usually caused discretion such as policy alienation, experience, and COVID-19 pandemic were not the primary reasons found in this study.
Three parties involved the process of implementing blended learning policy in the Basic Training for Prospective Civil Servants – the prospective civil servants, local governments, and Puslatbang KMP as the training organizer, gets the benefit and experience changes from the policy implementation, regardless of with or without discretion. The human resources used in the training coming from the same elements, while the other resources such as financial resources, facilities, and infrastructures are different in each training. Different strategies were implemented by Puslatbang KMP in each training, and those strategies were customized based on the conditions faced by the prospective civil servants and local governments. Regarding to the compliance and responsiveness towards the policy, the study found that the policy was by far well-complied and well-responded by the three parties mentioned before, even though there are some concerns toward the training with discretion. In terms of outputs, both trainings are implemented successfully.
Kata Kunci : Pelatihan Dasar CPNS, blended learning, diskresi kebijakan, implementasi kebijakan, pengembangan kompetensi ASN