War Stories in Post-Conflict Society "Storytelling of Conflict among Kayeli Refugees in Ambon, 20 Years after Communal Violence"
Selvone Christin Pattiserlihun, Dr. Mohammad Iqbal Ahnaf
2023 | Tesis | S2 Agama dan Lintas Budaya
Narasi konflik yang berkembang dalam masyarakat pasca konflik selalu dianggap berbahaya sebagai pemicu konflik yang berujung pada konflik baru. Dalam masyarakat di mana tradisi lisan menjadi sumber utama pengetahuan, mendongeng tentang konflik masa lalu menjadi sarana sentral untuk mentransmisikan budaya konflik atau perdamaian. Masyarakat pasca konflik tidak lepas dari peran cerita-cerita perang dalam pembentukan individu dan pembentukan dinamika hubungan komunal. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan menganalisis sejauh mana peran dan pengaruh penuturan konflik dalam masyarakat pasca konflik, khususnya pada masyarakat rawan konflik korban konflik 1999 di Maluku. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dikumpulkan melalui data wawancara mendalam dengan 15 informan pengungsi Kayeli sebagai sampel masyarakat rentan yang dipilih berdasarkan pertimbangan ilmiah yang obyektif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat rawan konflik masih mempertahankan narasi konflik hingga 20 tahun pasca konflik, baik yang bernuansa kekerasan dan perdamaian dalam ruang domestik terbatas maupun ruang publik segregasi agama yang tidak terjangkau oleh para peacebuilder dalam upaya perdamaian di Ambon. Menariknya, pengalaman konflik khususnya cerita kekerasan menjadi alat untuk mempertahankan segregasi dan menghadirkan kelanjutan dari kekerasan struktural dan kultural. Namun di sisi lain, ada kisah-kisah perdamaian dan refleksi konflik yang dapat dijadikan sebagai cara baru untuk mendukung pembangunan perdamaian sederhana di Ambon sebagai Ibu Kota Maluku yang Multikultural.
Conflict narratives that develop in post-conflict societies are always considered dangerous as conflict triggers that lead to new conflicts. In communities where oral tradition is the primary source of knowledge, storytelling about past contests becomes a central means of transmitting both violence or peace cultures. Post-conflict society cannot be separated from the role of war stories in forming individuals and constructing dynamics of communal relations. This study aims to observe and analyze the extent of the role and influence of conflict-telling in post-conflict societies, particularly in conflict-vulnerable communities that were victims of the 1999 conflict in Maluku. This qualitative research was collected through in-depth interview data with 15 Kayeli Refugee respondents as a sample of vulnerable people selected based on objective scientific considerations. The results of this study indicate that conflict-vulnerable communities still maintain war stories up to 20 years after the conflict, both with nuances of violence and peace in the limited public and domestic space of religious segregation that is not reached by peacebuilders in efforts to peacebuilding in Ambon. Interestingly, conflict experiences, especially violent stories, become a tool to maintain segregation and present the continuation of structural and cultural violence. But on the other hand, there are stories of peace and reflection on the conflict that can be used as a new way to support simple peacebuilding in Ambon as the Multicultural Capital of Maluku.
Kata Kunci : storytelling, peacebuilding, war stories, Ambon, Kayeli refugee