ANALISIS IMPLEMENTASI PENATAAN JABATAN FUNGSIONAL DI OTORITAS JASA KEUANGAN
AFFAN RIDHONI, Ely Susanto, S.IP., MBA., Ph.D
2023 | Tesis | S2 MANAJEMEN (MM) JAKARTA
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana penerapan penataan jabatan fungsional dan delayering di Otoritas Jasa Keuangan serta dampak penerapan kebijakan tersebut yang dirasakan oleh pegawai yang terdampak langsung dengan kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dan menggunakan wawancara semi terstruktur terhadap 32 pegawai setingkat Kepala Subbagian, Kepala Bagian, Deputi Direktur dan Direktur yang telah bertransformasi ke jabatan fungsional. Selain itu, studi dokumen dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yang berasal dari peraturan perundangan dan dokumen internal instansi tersebut.
Hasil penelitian menemukan bahwa upaya penataan organisasi melalui jabatan fungsional dan delayering telah dilakukan secara bertahap. Sampai saat ini, Otoritas Jasa Keuangan telah mengubah 450 jabatan struktural level jabatan Kepala Subbagian (setingkat eselon 4) sampai dengan Kepala Bagian (setingkat eselon 3) ke jabatan fungsional dan hanya menyisakan sebagian kecil di antaranya. Walaupun penataan jabatan fungsional dan delayering telah dilaksanakan, namun manfaat yang diharapkan belum banyak dirasakan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Dalam prakteknya, struktur yang lebih datar saat ini secara pelaksanaan tugas mirip dengan struktur sebelumnya. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan keberadaan reviewer yang dalam konteks sistem kerja, cenderung merupakan representasi dari pejabat level jabatan Kepala Subbagian sampai dengan Kepala Bagian yang telah dihapus jabatannya.
Sementara itu, dampak delayering oleh pegawai yang terdampak langsung dirasakan secara berbeda dalam beberapa aspek antara lain organisasi (komunikasi, efektivitas kelompok dan efisiensi biaya) dan pegawai (peluang karir, beban kerja, dan penghasilan). Perubahan signifikan belum dirasakan pada aspek organisasi yang masih dianggap identik dengan struktur organisasi lama. Perubahan lebih banyak seperti perubahan nama jabatan saja sehingga dianggap seperti fungsional rasa struktural. Sebaliknya, pegawai merasa terdapat seperti peluang karir yang belum jelas dan menjadi terbatas, beban kerja meningkat karena adanya tambahan peran sebagai konseptor dan reviewer sekaligus. Pada aspek penghasilan, tidak ada perbedaan jumlah penghasilan antara jabatan fungsional dan struktural.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan delayering telah diterapkan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana tujuan kebijakan tersebut. Namun masih terdapat dampak oleh pegawai yang perlu ditindaklanjuti dengan penyempurnaan kebijakan lainnya agar dapat mendukung efektifitas implementasi kebijakan.
The purpose of this study is to analize the implementation of functional position arrangement and delayering in the Indonesia Financial Services Authority (OJK) and the impact of this policy by employees who are directly affected by it. This study used a case study approach and used semi-structured interviews with 32 employees at the level of Subdivision Head, Division Head, Deputy Director and Director who had converted into functional positions. In addition, a document study was conducted to obtain secondary data, from the laws and internal OJK documents.
The study found that OJK efforts to reorganize the organization through functional positions and delayering have been carried out in stages. To date, OJK has converted 450 structural positions at the level of Head of Subdivisions (echelon 4 level) to Head of Division (echelon 3 level) to functional positions, leaving only a small number of them. Even though the arrangement of functional and delayering positions has been carried out, the expected benefits have not been widely felt by the Indonesian Financial Services Authority. In practice, the current flatter structure is similar in execution to the previous structure. This is shown, among other things, by the presence of reviewers who, in the context of the work system, tend to represent officials from the position level Head of Subdivision up to the Head of Division whose position have been eliminated.
Meanwhile, the impact of delayering by employees who are directly affected has been felt differently in several aspects, including the organization (communication, group effectiveness and cost efficiency) and employees (career opportunities, workload and income). Significant changes have not been felt in organizational aspects which are still considered identical to the old organizational structure. The changes are more like changes in the name of the position so that they are considered functional in a structural sense. Conversely, employees feel that there are career opportunities that are unclear and limited, workload increases due to the additional role of drafter and reviewer at the same time, and no difference in total income between functional and structural positions.
Based on the explanation above, it can be concluded that the delayering policy has been implemented by the OJK as intended by the policy. However, there are still impacts on employees that need to be followed up with improvements to other policies in order to support the effectiveness of policy implementation.
Kata Kunci : delayering, jabatan fungsional, penghapusan Kepala Bagian dan Kepala Subbagian, transformasi jabatan struktural ke fungsional