Pada awal abad ke-20, Distrik Banjoemoedal, Moga merupakan salah satu wilayah yang mengalami perkembangan. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh pihak kolonial Belanda di wilayah ini, yaitu kegiatan perkebunan yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan Semoegih, kegiatan penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Salatiga Zending, dan kegiatan pariwisata. Kegiatan-kegiatan tersebut membawa perkembangan pada Distrik Banjoemoedal dengan dibangunnya fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan masyarakat, seperti sekolah, gereja, dan juga rumah sakit. Gereja merupakan salah satu komponen penting dalam tata kota pada masa kolonial, termasuk dalam tata ruang Banjoemoedal, Moga. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana keletakan bangunan gereja terhadap tata ruang Distrik Banjoemoedal dan faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi keletakan tersebut.
Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif yang terdiri atas tiga tahapan, yaitu tahap pengumpulan data, pengolahan data, dan kesimpulan. Data yang dikumpulkan berasal dari dua sumber, yaitu primer dan sekunder. Data primer akan berfokus pada bangunan Gereja Kristen Jawa Moga sebagai objek yang dilihat. Sedangkan, data sekunder dikumpulkan melalui buku, jurnal, arsip, peta, dan hasil wawancara dengan narasumber. Kemudian, data tersebut diolah pada tahap pengolahan data untuk mengetahui keletakan gereja sejak didirikan pada awal abad ke-20. Kesimpulan yang diambil adalah ditemukan bahwa bangunan Gereja Kristen Jawa Moga memiliki keletakan dekat dengan pusat kota, yaitu alun-alun. Penempatan gereja pada alun-alun ini menjadikan gereja berada pada lokasi yang dekat dengan pemukiman-pemukiman penduduk.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa lokasi gereja sangat strategis karena berada pada tempat yang landai, aksesibilitasnya berada pada jalan utama Distrik Banjoemoedal, maupun dari asosiatifnya yang dekat dengan bangunan-bangunan kolonial lain. Selain itu, faktor historis, sosial-ekonomi, dan politik menunjukkan keberadaan gereja yang dekat dengan pusat kota menjadi jawaban atas lokasi gereja pada Distrik Banjoemoedal di awal abad ke-20.
In the early 20th century, Banjoemoedal District, Moga was one of the areas that experienced development. This is evidenced by several activities carried out by the Dutch colonial party in this area, namely plantation activities carried out by the Semoegih Plantation Company, Christian propagation activities carried out by Salatiga Zending, and tourism activities. These activities brought development to the Banjoemoedal District with the construction of facilities that could be used by the community, such as schools, churches, and hospitals. The church was one of the important components in urban planning during the colonial period, including in the spatial planning of Banjoemoedal, Moga. Therefore, this research was conducted to find out how the placement of church buildings on the spatial layout of the Banjoemoedal District and what factors were behind the placement.
This research will be conducted using a descriptive qualitative method consisting of three stages, namely the data collection, data processing, and conclusion stages. The data collected comes from two sources, namely primary and secondary. Primary data will focus on the building of Gereja Kristen Jawa Moga as the object of view. Meanwhile, secondary data is collected through books, journals, archives, maps, and interviews with sources. Then, the data is processed at the data processing stage to find out the location of the church since it was founded in the early 20th century. The conclusion drawn is that it was found that the Moga Javanese Christian Church building has a location close to the city center, namely the square. The placement of the church in this square makes the church in a location close to residential areas.
From the results of this study it is known that the location of the church is very strategic because it is in a sloping place, its accessibility is on the main road of the Banjoemoedal District, as well as from its associative close to other colonial buildings. In addition, historical, socio-economic, and political factors show that the existence of the church close to the city center is the answer to the location of the church in the Banjoemoedal District in the early 20th century.
Kata Kunci : gereja, keletakan, kota, perkebunan, tata kota