Laporkan Masalah

Kajian Geiko dan Prostitusi Berdasarkan Teori Prostitusi A.S. Alam

Fitriyaningsih, Dr. Wiwik Retno Handayani, S.S., M.Hum.

2023 | Skripsi | SASTRA JEPANG

Geiko merupakan sebuah profesi bagi wanita Jepang yang menghibur melalui pertunjukan seni tradisional kuno baik berupa tarian maupun nyanyian, dengan mengenakan pakaian khas kimono dan riasan putih atau oshiroi. Istilah geiko sering dikenal sebagai geisha secara umum, tetapi di Kyoto penyebutan geiko lebih sering digunakan dibandingkan geisha. Profesi ini pertama kali muncul pada sekitar pertengahan zaman Edo (1603-1868) dan masih ada hingga saat ini. Di Jepang, kota pusat geiko atau hanamachi yang paling terkenal dan masih aktif adalah Kyoto. Hanamachi Kyoto terbagi dalam lima wilayah aktif, yakni Kamishichiken, Gion Kobu, Gion Higashi, Pontocho, Miyagawacho, dan Shimabara. Setelah Perang Dunia II, terdapat kesalahpahaman mengenai geiko yang disamakan dengan prostitusi. Untuk meluruskan kesalahpahaman tersebut, peneliti akan menganalisis perbandingan geiko dengan prostitusi menggunakan teori prostitusi oleh A.S. Alam.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data-data dalam penelitian ini diperoleh dari sumber-sumber sekunder (buku, jurnal, internet, dan lain-lain) yang dikumpulkan dengan metode kepustakaan (library research).
Menurut teori prostitusi oleh A.S Alam, prostitusi dibagi menjadi tujuh kriteria yang menentukan sesuatu dapat disebut sebagai prostitusi, yaitu Wanita Tuna Susila, germo, rumah bordil, mucikari, tamu, lokalisasi, serta pemerasan. Ketujuh kriteria tersebut akan dibandingkan dengan dunia geiko.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketujuh kriteria di atas, hanya satu yang memiliki kesamaan dengan dunia geiko, yakni lokalisasi dengan hanamachi. Sedangkan, dalam enam kriteria lainnya masih ditemukan perbedaan dengan dunia geiko. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa geiko berbeda dengan prostitusi.

Geiko is a term used to describe the occupation of Japanese women who perform ancient traditional art forms such as dance and singing while donning traditional kimonos and white makeup, also known as oshiroi. In general, the term "geiko" is less frequently used than "geisha," but in Kyoto, geiko is more frequently used than geisha. During the middle of the Edo period (1603-1868), this profession first emerged and is still in use today. In Japan, Kyoto is the most well-known and active geiko center city (hanamachi). Kyoto Hanamachi is divided into five active areas, namely Kamishichiken, Gion Kobu, Gion Higashi, Pontocho, Miyagawacho, and Shimabara. After World War II, there was a misunderstanding about geiko being equated with prostitution. To correct this misunderstanding, the researcher will examine the comparison of geiko and prostitution using A.S. Alam's theory of prostitution.

The research method used is a qualitative method with a descriptive approach. The information used in this study was gathered using the library research method from secondary sources (books, journals, the internet, etc.).

In his theory, A.S. Alam divides seven criteria that determine what can be called prostitution, namely prostitutes, brothel keepers, brothels, pimps, guests, localization, and extortion. The seven standards will be contrasted with those found in the world of geiko.

According to the study's findings, only one of the seven aforementioned criteria is comparable to the world of geiko, namely localization with hanamachi. While this was going on, differences between the geiko world and the other six criteria were discovered. Geiko is distinct from prostitution, it can be inferred from this.

Kata Kunci : geiko, geisha, prostitusi, A.S. Alam, Kyoto

  1. S1-2023-443446-abstract.pdf  
  2. S1-2023-443446-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-443446-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-443446-title.pdf