Laporkan Masalah

CIU BEKONANG (Studi Kasus Strategi Perajin Ciu Dalam Mempertahankan Eksistensinya di Desa Bekonang)

Tri Handoyo, Dr. Suharman, M.Si.

2023 | Tesis | S2 Sosiologi

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan lebih dalam mengenai eksisnya ciu Bekonang melalui dialektika agen dan struktur sehingga diketahui alasan dibalik keputusan menjadi seorang perajin ciu. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian adalah masyarakat Desa Bekonang, Kabupaten Sukoharjo, yang merupakan masyarakat yang masih mempertahankan pembuatan minuman alkohol tradisional (ciu). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara mendalam, dokumentasi dan juga studi literatur. Hasil temuan yang ada kemudian dibingkai dengan perspektif konstruktivisme strukturalis dari sosiolog Perancis bernama Pierre Felix Bourdieu. Perspektif ini berusaha menengahi pertentangan dua kutub besar, yakni objektivisme (yang mengedepankan struktur objektif dalam praktik sosial) dan subjektivisme (yang mengedepankan peran agen dalam praktik sosial). Kedua kutub tersebut oleh Bourdieu diintegrasikan melalui konsep habitus, ranah (arena) dan modal. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan seseorang memilih menjadi perajin ciu dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah masa lalu mereka. Bagi mereka menjadi perajin ciu adalah keterampilan yang telah diwariskan kepada mereka. Sungguhpun terbuka kesempatan kerja yang lain, menjadi perajin masih menjadi pilihan kuat bagi mereka untuk bertahan hidup. Hal ini karena menjadi perajin ciu merupakan hal yang telah tertanam kepada mereka sejak dalam pengasuhan (habitus). Selain itu, menjadi perajin ciu juga dianggap sebagai sebuah “takdir”. Mereka sadar bahwa ciu adalah produk yang tidak dikehendaki oleh masyarakat. Akan tetapi di Bekonang, ciu bukanlah suatu hal yang buruk, di sana terdapat makna objektif yang menjadi “ruang kemungkinan” untuk menjadi perajin ciu. Berbeda halnya dengan di luar Desa Bekonang yang menjadi “ruang ketidak mungkinan” untuk menjadi perajin ciu. Hal inilah yang disebut oleh Bourdieu sebagai arena.

Ada beberapa hal yang harus dimiliki untuk menjadi perajin ciu yakni memiliki modal ekonomi, modal budaya, modal sosial dan juga modal simbolik. Beberapa modal itu sekaligus juga dapat digunakan untuk terus bertahan menjadi perajin ciu, atau minimal membantu mengurangi resiko yang diakibatkan menjadi perajin ciu. Utamanya modal sosial seperti, relasi kepada orang yang dapat “mengakali” sebuah peraturan, menjaga solidaritas berupa hubungan antar sesama perajin, serta menjaga hubungan kepada lingkungan sekitar, dengan aktif dalam kegiatan sosial atau filantropi, mengingat mereka harus hidup dalam “dua ruang”, yakni ruang kemungkinan dan ruang ketidak mungkinan. 

ABSTRACT

This research aims to provide a deeper understanding of the existence of Bekonang's ciu through the dialectics of agency and structure to uncover the reasons behind the decision to become a ciu craftsman. This study is a case study research with a qualitative approach. The research subjects are the community of Bekonang Village, Sukoharjo Regency, which are still engaged in the traditional production of alcoholic beverages (ciu). Data collection techniques used in this study include observation, in-depth interviews, documentation, and literature review. The findings are then framed using the structuralist constructivism perspective of French sociologist Pierre Felix Bourdieu. This perspective aims to bridge the gap between two major poles, namely objectivism (which emphasizes objective structures in social practices) and subjectivism (which emphasizes the role of agents in social practices). Bourdieu integrates these two poles through the concepts of habitus, field (arena), and capital.

The results of the research indicate that individuals' decisions to become ciu craftsmen are influenced by various factors, one of which is their past. For them, becoming a ciu craftsman is a skill that has been passed down to them. Despite the availability of other job opportunities, being a craftsman remains a strong choice for them to survive. This is because becoming a ciu craftsman is ingrained in them since their upbringing (habitus). Additionally, becoming a ciu craftsman is also seen as a "destiny". They are aware that ciu is a product that is not desired by society. However, in Bekonang, ciu is not considered something negative; there is an objective meaning that provides a "space of possibility" to become a ciu craftsman. This is in contrast to the outside of Bekonang, which becomes a "space of impossibility" to become a ciu craftsman. This is what Bourdieu refers to as the field.

Several things must be possessed to become a ciu craftsman, including economic capital, cultural capital, social capital, and symbolic capital. Some of these capitals can also be utilized to sustain being a ciu craftsman or at least help mitigate the risks associated with being one. Especially social capital, such as having relationships with people who can "bypass" regulations, maintaining solidarity through relationships among fellow artisan, and maintaining relationships with the surrounding environment by actively participating in social activities or philanthropy, considering that they have to live in both the space of possibility and the space of impossibility.

Kata Kunci : Ciu Bekonang, Konstruktivisme Strukturalis, Bourdieu

  1. S2-2023-471566-abstract.pdf  
  2. S2-2023-471566-bibliography.pdf  
  3. S2-2023-471566-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2023-471566-title.pdf