Laporkan Masalah

MODEL GEOSTATISTIK MEDAN MAGNET BUMI REFERENSI REGIONAL INDONESIA

Muhamad Syirojudin, Prof. Dr. Eko Haryono, M.Si; Dr. Suaidi Ahadi, M.T

2023 | Disertasi | S3 Geografi

Penelitian ini mengkaji tentang pemodelan geomagnetik regional di wilayah Indonesia.  Indonesia sebagai negara kepulauan dan kaya akan bahan mineral membutuhkan data magnet bumi yang akurat untuk menunjang kelangsungan roda perekonomian, pertahanan, transportasi dan aktivitas masyarakat lainnya. Dalam pemodelan geomagnetik regional stasiun pengukuran ulang (repeat stations) memiliki peranan penting karena sebagai data primer. Pengukuran stasiun ulang ini sudah dilakukan oleh BMKG sejak 1985 dan diperbarui setiap 5 tahun sampai saat ini. Bentuk negara kepulauan dari Indonesia berdampak pada sebaran stasiun pengukuran ulang yang terbatas dan berbentuk mengelompok (cluster).  Dalam pemodelan geomagnetik regional metode yang umum digunakan adalah SCHA dan polynomial, akan tetapi kedua metode tersebut membutuhkan data yang rapat dan sebaran data yang merata. Pada sisi lain, metode geostatistik memiliki keunggulan dalam memodelkan data yang terbatas dan sebaran berbentuk cluster.

Temuan pertama yakni penggunaan metode geostatistik dalam pemodelan geomagnetik regional.  Metode geostatistik belum pernah digunakan dalam pemodelan geomagnetik regional khususnya untuk wilayah dengan sebaran data repeat station yang bersifat cluster. Dari hasil analisis terhadap sekitar 45 sampel data yang dibandingkan dengan 8 data validasi pada rentang epoch 1985-2015 diperoleh bahwa salah satu metode geostatistik yaitu collocated cokriging (CC) mampu memodelkan geomagnetik regional dengan akurasi yang terbaik (dengan RMSE terkecil) dibandingkan dengan metode SCHA, polynomial, KED, dan ordinary kriging (OK). Hasil temuan ini dapat memberikan manfaat pada penggunaan metode geostatistik khususnya CC sebagai pilihan lainnya dalam pemodelan geomagnetik regional.

Temuan kedua yakni model geomagnetik kerak wilayah Indonesia dengan nilai RMSE 1.74 nT.  Model geomagnetik kerak ini merupakan hasil komposit data primer sekitar 53 repeat station dan data sekunder dari model EMM dengan grid 0.1? pada rentang epoch 2000 - 2020. Medan geomagnetik kerak merupakan representasi magnetisasi batuan yang ada di kerak bumi dibawah suhu Curie. Nilai geomagnetik kerak tidak bersifat konstan, dikarenakan kerak bumi selalu bergerak aktif yang ditandai salah satunya dengan terjadinya gempabumi tektonik. Selama proses pergerakan tersebut terjadi frictional heating dan partial melting yang mengakibatkan penurunan nilai geomagnetik kerak pada lokasi tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil analisis dimana perubahan medan magnetik kerak berkorelasi dengan magnitudo gempabumi dengan nilai 0.796.

Temuan ketiga yaitu kalkulator geomagnetik regional yang berbasis situs web.  Saat ini di Indonesia belum ada aplikasi kalkulator medan magnet bumi yang berbasis aplikasi situs web. Hal ini menyebabkan data rujukan medan magnet bumi yang digunakan oleh masyarakat Indonesia berasal dari model global seperti NOAA dan BGS. Seperti diketahui bahwa model global tersebut memiliki beberapa keterbatasan dari segi akurasi dibandingkan dengan model regional. Penerapan metode collocated cokriging yang dijadikan dasar dalam aplikasi kalkulator ini mampu meningkatkan akurasi pemodelan geomagnetik regional di Indonesia. Hal ini dapat mengatasi terkait gap akurasi data pada kalkulator geomagnetik. Selain dari segi akurasi, model aplikasi yang berbasis situs web juga memungkinkan masyarakat Indonesia dapat diberikan keuntungan dari aspek kemudahan akses. Dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa kalkulator magnet bumi ini sepatutnya dapat dijadikan referensi medan magnet bumi secara nasional.

This study examines regional geomagnetic modeling in the Indonesian region. Indonesia as an archipelagic country rich in minerals requires accurate earth magnetic data to support the continuity of the economy, defense, transportation, and other community activities. In regional geomagnetic modeling, the repeat station has an important role because it is the primary data. The repeat station's measurements have been carried out by the BMKG since 1985 and have been updated every 5 years until now. The shape of this archipelagic nation has an impact on the distribution of repeat stations which are limited and in the form of clusters. In regional geomagnetic modeling, the methods commonly used are SCHA and polynomial, but both methods require dense data and an even distribution of data. On the other hand, the geostatistical method has advantages in modeling limited data and cluster distribution patterns.

The first finding is the use of geostatistical methods in regional geomagnetic modeling. The geostatistical method has never been used in regional geomagnetic modeling, especially for areas with clusters of repeat station data distribution. he results of an analysis of around 45 data samples compared to 8 validation data in the epoch range 1985-2015, it was found that one of the geostatistical methods, namely collocated cokriging (CC), is capable of regional geomagnetic modeling with the best accuracy (with the smallest RMSE) compared to the SCHA, polynomial, KED, and ordinary kriging (OK) methods. The results of these findings can provide benefits for the use of geostatistical methods, especially CC as another option in regional geomagnetic modeling.

The second finding is a crustal geomagnetic model of the Indonesian with an RMSE of 1.74 nT from the composite results of primary data around 53 repeat stations and secondary data from the EMM model with a grid of 0.1? in the epoch range 2000 - 2020. The crustal geomagnetic field is a representation of the magnetization of rocks in our earth's crust below Curie temperature. The geomagnetic value of the crust is not constant, because our earth's crust is always actively moving, which is marked by the occurrence of tectonic earthquakes. During the movement process, there is frictional heating and partial melting which results in a decrease in the crustal geomagnetic value at that location. This is following the results of our analysis where changes in the crustal magnetic field are correlated with the magnitude of the earthquake with a value of 0.796.

The third finding is a web-based regional geomagnetic calculator. Currently, in Indonesia, there is no web-based magnetic field calculator application. This causes the reference data for the Earth's magnetic field used by Indonesians to come from global models such as NOAA and BGS. As we all know that the global model has some limitations in terms of accuracy compared to the regional model. The application of the collocated cokriging method which is used as the basis for this calculator application can improve the accuracy of regional geomagnetic modeling in Indonesia. So that problems related to data accuracy can be resolved in this application. Apart from the accuracy aspect, the web-based application model also allows the Indonesian people to benefit from the ease of access aspect. So that this earth magnetic calculator should be used as a reference for the earth's magnetic field nationally.

Kata Kunci : geomagnetic, geostatistics, Indonesia, model, and regional

  1. S3-2023-450196-abstract.pdf  
  2. S3-2023-450196-bibliography.pdf  
  3. S3-2023-450196-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2023-450196-title.pdf