Laporkan Masalah

Kajian Semiologi pada Dinamika Nilai Budaya dan Makna Kesenian Tak Buta'an Kabupaten Jember sebagai Konsep Pengelolaan Kearifan Lokal

RR. YUDISWARA AYU P., Dr. Sartini, M.Hum

2022 | Tesis | MAGISTER FILSAFAT

Kearifan lokal merupakan bagian kebudayaan yang berfungsi sebagai problem solver pada suatu komunitas di kawasan tertentu. Sisi pragmatis dari kearifan lokal ini tetap harus berpacu dengan perubahan waktu dan permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu, kearifan lokal yang tersusun dari simbol berpotensi untuk mengalami kegagalan interpretasi, sehingga dapat punah ataupun tidak berfungsi dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti mengangkat kesenian Tak Buta'an sebagai salah satu kearifan lokal yang beradaptasi dengan waktu dan permasalahan dalam pelestarian sebagai objek material. Adaptasi yang dilakukan adalah dengan menjadikan Tak Buta'an menjadi dua versi yakni ritual dan seni pertunjukan. Dengan demikian, Kajian Semiologi: Dinamika Nilai Budaya dan Makna Kesenian Tak Buta'an Kabupaten Jember sebagai Konsep Pengelolaan Kearifan Lokal ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan filosofis yakni perihal dinamika simbol dan makna yang ada pada kedua bentuk kesenian Tak Buta'an. Objek formal yang digunakan adalah semiologi Roland Barthes. Pertanyaan filosofis tersebut dikembangkan ke potensi dinamika simbol dan makna kesenian Tak Buta'an dalam konsep pengelolaan kearifan lokal. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan pustaka yakni Babat Desa Kamal. Pengambilan data lapangan menggunakan metode purposive. Narasumber yang dijadikan informan adalah pewaris kesenian Tak Buta'an, perangkat Desa Kamal, warga lokal, dan para pemain boneka Tak Buta'an. Alur penelitian yang digunakan adalah inventarisasi data pustaka, observasi awal lapangan, pengumpulan data, menganalisis data primer dan sekunder, dan menyusun hasil penelitian. Selain itu, analisis data dalam penelitian ini menggunakan reduksi data, display data, dan analisis di lapangan. Terakhir adalah penyimpulan data menggunakan metode induktif dan heuristik. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, dinamika atas simbol dan makna yang terjadi di dalam kedua wujud Tak Buta'an terdapat di dalam ranah rantai II semiologi. Tak Buta'an melalukan penggabungan struktur tanda dengan konsekuensi atas aspek pertunjukan, nilai-nilai, dan tujuan diproses oleh mitos untuk mendapatkan makna sebagai artikulasi dari signifikasi. Konsep kesenian Tak Buta'an yang diciptakan oleh Andiyanto dan masyarakat Desa Kamal atas Tak Buta'an berhasil untuk menjadikan kedua perwujudan Tak Buta'an memiliki nama yang sama dan menjadi communal sense sesuai dengan peran mitos. Nilai-nilai yang berhasil diatur oleh mitos muncul dalam aspek-aspek seni pertunjukan yang terdapat pada kedua wujud Tak Buta'an untuk menyesuaikan dengan makna yang diinginkan. Kedua, potensi yang dapat diambil dari konsep pengelolaan Tak Buta'an adalah melakukan pengembangan rantai I semiologi ke rantai II atau melakukan perkembangan ganda atas ikatan rantai sesuai aspek yang dimiliki oleh seni pertunjukan berdasarkan struktur tanda yang terbentuk. Jumlah pengembangan rantai berdasarkan makna yang ingin diraih karena selain wujud serta nilai yang ada pada struktur tanda mengikuti tujuan akhir yakni makna utama. Mitos yang digunakan mengikuti struktur wujud kebudayaan demi menyesuaikan aspek-aspek yang dimiliki untuk memperlakukan nilai demi menyesuaikan dengan makna yang dituju. Oleh sebab itu, konsep pengelolaan kearifan lokal berlandaskan struktur tiap-tiap wujud kebudayaan

Local wisdom is a part of culture that functions as a problem solver in a community in a certain area. The pragmatic side of local wisdom still has to race against changing times and the problems faced. Therefore, local wisdom that composed of symbols has the potential to experience interpretation failures, so that they can become extinct or not function properly. In this regard, researchers raised the art of Tak Buta'an as one of the local wisdom that adapts to time and problems in preservation as a material object. The adaptation carried out is to make Tak Buta'an into two versions, namely ritual and performing arts. Thus, the Study of the Dynamics of Cultural Value and the Meaning of Tak Buta'an Art in Jember Regency as a Concept of Managing Local Wisdom aims to answer philosophical questions, namely regarding the dynamics of symbols and meanings that exist in both forms of Tak-Buta'an art. In addition, the questions asked relate to the potential dynamics of symbols and the meaning of Tak Buta'an art in the concept of managing local wisdom. This research is a field and literature research, namely Babat Desa Kamal. Field data retrieval using purposive method. The interviewees who were used as informants were the heirs of the Tak Buta'an art, Kamal Village officials, local residents, and the puppet players of Tak Buta'an. The research flow used is an inventory of library data, preliminary field observations, data collection, analyzing primary and secondary data, and compiling research results. In addition, data analysis in this study uses data reduction, data display, and analysis in the field. The last is the inference of data using inductive and heuristic methods. The results showed: First, the dynamics of symbols and meanings that occur within both forms of Tak Buta'an are contained within the realm of chain II of semiology. Tak Buta'an undertakes the merging of sign structures with consequences for aspects of performance, values, and objectives processed by myth to gain meaning as articulation of signification. The concept of Tak Buta'an art created by Andiyanto and the people of Kamal Village for Tak Buta'an succeeded in making the two manifestations of Tak Buta'an have the same name and become communal sense according to the role of myth. The values that are successfully governed by myth appear in the aspects of the performing arts found in both forms of Indiscriminate to conform to the intended meaning. Second, the potential that can be taken from the concept of Tak Buta�an management is to develop semiological chain I to chain II or to double develop chain ties according to aspects owned by performing arts based on the structure of the signs formed. The number of chain developments is based on the meaning to be achieved because in addition to the form and value that exists in the structure of the sign, it follows the ultimate goal, namely the main meaning. The myths used follow the structure of cultural forms in order to adjust the aspects they have to treat values in order to adjust to the intended meaning. Therefore, the concept of managing local wisdom is based on the structure of each form of culture

Kata Kunci : Cultural Values, Tak Butaan, Local Wisdom, Performance Art

  1. S2-2022-471275-Abstract.pdf  
  2. S2-2022-471275-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-471275-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-471275-Title.pdf