Hambor Sebagai Narasi Kecil dalam Mengelola Konflik dan Perdamaian di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur

MAKSIMILIANUS JEMALI, Prof. Dr. JB. Banawiratma, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA

2022 | Disertasi | DOKTOR INTER-RELIGIOUS STUDIES

ABSTRAK Disertasi ini merupakan suatu kajian tentang praktik tradisi hambor sebagai narasi kecil dalam mengelola konflik dan perdamaian di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Hambor yang berarti damai adalah bagian dari kearifan lokal dan model resolusi konflik berbasis budaya. Sejumlah pertanyaan yang dikaji adalah: apa dan bagaimana makna, pengaruh, dan manifestasi hambor bagi masyarakat Manggarai, baik secara personal maupun secara sosial? Bagaimana peran hambor dalam mengelola konflik dan situasi damai di Manggarai? Bagaimanakah pengaruh habitus, kapital, dan praksis dalam ranah sosial masyarakat Manggarai? Penelitian ini bertujuan untuk menggali secara intensif tentang hambor sebagai narasi kecil. Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami kultur orang Manggarai dari sisi keterlibatan dalam ranah, kapitalkapital yang dimiliki, makna dari simbol-simbol budaya, peran tu'a, nilai dari tradisi lonto leok, dan keterbukaan hambor dalam masyarakat modern. Penelitian ini menggunakan metode etnografi melalui pendekatan stukturalisme genetik yang dikembangkan oleh filsuf dan sosiolog Perancis, Pierre Bourdieu. Orientasi yang mau dicapai dari penggunaan metode ini adalah untuk memahami secara komprehensif tradisi perdamaian yang disebut hambor, makna, tujuan, pengaruh, dan implementasinya dalam penyelesaian konflik-konflik serta pengaruh habitus dan kapital dalam ranah sosial. Peneliti melakukan observasi, wawancara mendalam, dengan para informan yang berasal dari kalangan tokoh adat, budaya, agama, pemerintah, akademisi, kaum muda, dan masyarakat lokal. Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; pertama, orang Manggarai menyebut alam seperti jaring laba-laba raksasa. Kedua, hambor merupakan habitus perdamaian yang memiliki tahapan ritus tertentu dan memiliki maknanya masing-masing. Orang Manggarai mengidentifikasi hambor sebagai "ruku" atau "sake". Ketiga, meskipun ada tradisi perdamaian, namun konflik tetap terjadi dalam ranah sosial. Keempat, kritik terhadap hambor berhubungan dengan skeptisisme terhadap pengaruh tokoh adat, dominasi laki-laki, cara pewarisan yang masih terbatas, dan generasi modern yang semakin kritis. Penelitian ini juga merekomendasikan pemikiran baru tentang hambor dalam konteks masyarakat modern. Hambor terdapat dalam hukum perdata melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli. Hambor juga terdapat dalam bidang politik yang tampak dalam hambor pasca pemilihan umum. Dalam hubungan hambor sebagai kapital kultural, hambor juga memiliki pengaruh terhadap pengembangan kapital ekonomi masyarakat. Hambor mengakomodasi dialog interkultural atau interreligius yang melibatkan banyak pihak. Kata Kunci: hambor, narasi kecil, konflik, damai, revitalisasi

ABSTRACT This dissertation explores the practice of hambor tradition as little narrative in managing conflict and peace situations in Manggarai, East Nusa Tenggara. Hambor, which means peace, is a component of local wisdom and a strategy for resolving conflict based on local culture. There are several issues to address, including the following: what are the meaning, impact, and manifestation of hambor for Manggarai people on a personal and social level? What is the role of hambor tradition in managing conflict and peace in Manggarai? What are the influence of habitus, capital, and praxis in social field of Manggarai people? This research provides an in-depth exploration of the practice of the hambor tradition intensively. This exploration of hambor attempts to understand the significance of praxis and cultural activities as little narrative and an integral part of local people's everyday lives. This research also provides to identify the culture of Manggarai people in the context of involvement in the field, their capitals, the meaning of cultural symbols, the role of the leaders, the values of lonto leok tradition, and the openness of hambor in modern society. This research used the ethnographic method through the genetic structuralism approach developed by the French philosopher and sociologist Pierre Bourdieu. Its orientation is to understand comprehensively the peace tradition that's called hambor, the meaning, impact, and implementation of the hambor process to resolve conflicts. The researcher conducted observation and in-depth interviews with the interviewees, such as the traditional leaders, cultural experts, religious leaders, government leaders, academics, the youths, and the local people. This research used the qualitative data analysis method. This research finds that: first, the Manggarai people call this world as a giant spider web. Second, hambor, as habitus of peace, has a specific rite and particular meaning. Manggarai people mention hambor as 'ruku' or 'sake'. Third, even though there is a tradition of peace, the Manggarai people could not escape from conflicts in the social field. There are kinds of conflict in society. Fourth, there are critical thinking such as scepticism for the role of traditional leaders, male domination, limited inheritance, and critics from modern people. This research also proposes new thinking in the context of modern society. There are hambor values in civil law through consultations, negotiations, mediations, conciliations, and expert judgements. Hambor can also be transferred into the political field of modern society, especially in post-political conflict. Hambor also has economic value. Hambor as cultural capital has a significant influence on socio-economic capital. Hambor promotes intercultural or interreligious dialogue that involves the stakeholders. Keywords: hambor, little narrative, conflict, peace, revitalization

Kata Kunci : hambor, narasi kecil, konflik, damai, revitalisasi, little narrative, conflict, peace, revitalization