Pembangunan Mini Plant Serbuk Pewarna Alami Tanin dari Limbah Kayu Merbau (Intsia bijuga) Menggunakan Sistem Zero Waste dengan Kapasitas 15 Ton/Tahun dan 550 Ton/Tahun
ARYA MAHA YOGA, Dr. Ir. Aswati Mindaryani, M.Sc., IPU.
2022 | Skripsi | S1 TEKNIK KIMIATanin merupakan senyawa alami yang merupakan senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan. Tanin juga merupakan merupakan komoditas ekspor yang potensial dan digunakan dalam berbagai sektor industri seperti industri kulit, industri tekstil, industri logam, industri farmasi, industri perekat, dan laboratorium. Salah satu produk tanin berprospek di pasaran yaitu zat warna alami (ZWA) tanin untuk pewarna tekstil. Kayu merbau (Intsia bijuga) merupakan salah satu sumber alami tanin yang cukup potensial. Limbah kayu merbau dalam bentuk sawdust kini menjadi permasalahan lingkungan di beberapa tempat di Kota Jayapura, Papua dan belum termanfaatkan secara efisien. Pemanfaatan limbah sawdust kayu merbau sebagai bahan baku pembuatan zat warna alami (ZWA) tanin tidak hanya meminimalisasi dampak negatif limbah terhadap lingkungan tetapi juga meningkatkan nilai ekonomi limbah sawdust kayu merbau. Pabrik zat warna alami tanin yang hendak dibangun berbentuk miniplant. Miniplant yang dirancang yaitu miniplant yang beroperasi secara kontinyu dan miniplant yang beroperasi secara batch. Kedua jenis miniplant memiliki waktu operasi 24 jam/hari dalam 330 hari/tahun. Miniplant proses kontinyu memiliki kapasitas produksi sebesar 550 ton/tahun dengan kebutuhan bahan baku sawdust kayu merbau sebesar 12.341,76 ton/tahun sedangkan miniplant proses batch memiliki kapasitas produksi sebesar 15 ton/tahun dengan kebutuhan bahan baku sawdust kayu merbau sebesar 608,88 ton/tahun. Selain itu, miniplant proses batch juga menghasilkan biobriket sebanyak 653,9246 kg/hari. Pada miniplant proses kontinyu, proses diawali dengan tahap persiapan bahan baku yang grinding dan kominusi. Proses dilanjutkan dengan mengekstraksi serbuk kayu merbau menggunakan mixer dan settler yang memiliki aliran secara counter current dalam kondisi operasi bersuhu 70 °C dan tekanan 1 atm sehingga dihasilkan cairan tanin pekat hasil ekstraksi. Ekstrak tanin kemudian dipekatkan lebih lanjut menggunakan falling film double effect evaporator dengan kondisi operasi pada efek 1 bersuhu 95°C dan tekanan 0,8344 atm dan pada efek 2 bersuhu 80°C dan tekanan 0,4675 atm. Selanjutnya dilakukan proses drying menggunakan spray dryer dengan kondisi operasi bersuhu 80°C dan tekanan 1 atm sehingga dihasilkan bubuk padatan tanin. Pada miniplant proses batch, proses diawali dengan tahap persiapan bahan baku yaitu pengayakan sawdust kayu merbau. Kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi sawdust menggunakan ekstraktor perkolasi tipe batch dengan kondisi operasi bersuhu 60°C dan tekanan 1 atm sehingga dihasilkan cairan ekstrak tanin. Cairan hasil ekstraksi kemudian dipekatkan menggunakan evaporator batch dengan kondisi operasi bersuhu 60°C dan tekanan 1 atm. Cairan ekstrak tanin pekat kemudian dikeringkan agar menjadi padatan menggunakan tray dryer dengan kondisi operasi bersuhu 60°C dan tekanan 1 atm. Kemudian, dilakukan proses kominusi terhadap padatan zat warna alami tanin serta pengemasan produk. Produk samping ampas sawdust hasil ekstraksi diolah lebih lanjut menjadi produk biobriket. Miniplant dengan proses kontinyu direncanakan akan dibangun dekat dengan Danau Sentani dan tepatnya di Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Miniplant ini menyerap tenaga kerja sebanyak 147 orang. Pada miniplant proses kontinyu, kebutuhan utilitas meliputi kebutuhan listrik sebesar 336,96 kW, air danau sebesar 59.309,8 ð‘š3/jam, udara instrumen sebesar 256,0095 kg/jam, udara pembakaran sebesar 9.279,3277 kg/jam, dan udara pengering sebesar 5258,6257 kg/jam. Sedangkan miniplant dengan proses batch direncanakan akan dibangun di Desa Skow Mabo, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Provinsi Papua. Miniplant ini menyerap tenaga kerja sebanyak 41 orang. Pada miniplant proses batch, kebutuhan utilitas meliputi kebutuhan listrik sebesar 28,689 kW, air sumur sebesar 18,324 ð‘š3/jam, gas LPG 50 kg sebanyak 195 tabung per hari. Miniplant zat warna alami (ZWA) tanin tergolong sebagai pabrik low risk. Miniplant proses kontinyu didirikan dengan fixed capital sebesar $ 15.140.517,67 + Rp 51.034.200.404,83 dan dioperasikan dengan working capital sebesar $ 1.211.096,58 + Rp 1.990.333.705,88. Nilai ROI terhitung ROI before tax sebesar 20,14% dan ROI after tax sebesar 10,07%. Nilai POT before tax sebesar 3,32 tahun. Nilai DCFRR sebesar 24,49%, BEP sebesar 51,93%, dan SDP sebesar 19,88%. Analisis sensitivitas menunjukkan sales menjadi parameter yang paling sensitif terhadap DCFRR, ROI, dan POT. Sedangkan Miniplant proses batch didirikan dengan fixed capital sebesar $ 184.240,62 + Rp 3.055.252.984,34 dan dioperasikan dengan working capital $ 15.140.517,67 + Rp 51.034.200.404,83 sebesar $ 45.674,50 + Rp 309.816.719,59. Nilai ROI terhitung ROI before tax sebesar 12,43% dan ROI after tax sebesar 6,22%. Nilai POT before tax sebesar 4,46 tahun. Nilai DCFRR sebesar 19,34%, BEP sebesar 55,27%, dan SDP sebesar 36,09%. Analisis sensitivitas menunjukkan sales menjadi parameter yang paling sensitif terhadap DCFRR, ROI, dan POT. Dengan demikian, evaluasi secara teknis dan ekonomi terhadap miniplant zat warna alami (ZWA) tanin baik dengan sistem kontinyu maupun batch cukup layak untuk didirikan dan dikaji lebih lanjut.
Tannin is a natural compound which is a secondary metabolite in plants. Tannin is also a potential export commodity and used widely in various industrial sectors such as leather industry, textile, metal, pharmaceutical, adhesive, and laboratory. One of the most promising natural dye product in the market is tannin natural dye. Merbau wood (Intsia bijuga) is one of the potential raw material for tannin production. Merbau wood waste, in the form of sawdust, causes environmental problems in Jayapura, Papua and has not been used efficiently. Using merbau sawdust for the raw material not only minimizes negative effects of the waste to the environment but also increases the economic value of merbau sawdust waste. This tannin natural dye plant is planned to be built into a miniplant. The miniplant is designed in two types: batch system miniplant and continuous system miniplant. Both types of miniplant operate 24 hours per day and 330 days per year. Continuous miniplant has the production capacity of 550 tones/year and requires 12,341.76 tones/year of merbau sawdust while batch miniplant has the production capacity of 15 tones/year and requires 608.88 tones/year of merbau sawdust. Moreover, batch miniplant also produces 653.9246 kg/day of bio briquettes. In the continuous miniplant, the process begins with the raw material preparation step, which are grinding and comminution. The process is continued to merbau sawdust extraction by counter- current mixer and settler at 70 °C and 1 atm to get tannin extract. Tannin extract will be further concentrated by falling film double effect evaporator, 1st effect operation condition at 95°C and 0.8344 atm and 2nd effect operation condition at 80°C and 0.4675 atm. Next step is the drying process using a spray dryer at 110°C and 1 atm to produce tannin powder. In the batch miniplant, the process begins with merbau sawdust extraction by batch extractor at 60 °C and 1 atm to get tannin extract. Tannin extract will be further concentrated by batch evaporator at 60 °C and 1 atm. Next step is the drying process using a tray dryer at 60°C and 1 atm. In the last step, tannin solid produced by tray dryer will through the comminution process to be tannin powder. Side product from the extraction product will be processed to be bio briquette product. The continuous miniplant is planned to be built around Sentani Lake that is in Waibu District, Jayapura Regency, Papua. The miniplant employs 147 employees. Utility process needs for this miniplant is 336.96 kW of electricity, up to 59,309.8 m³/hour of lake water, 256.0095 kg/hour air for the instrument air, 9,279.3277 kg/hour for the burning air, and 5,258.6257 kg/hour air for the drying air. However, the batch miniplant is planned to be built in Skow Mabo Village, Muara Tami District, Jayapura, Papua. This miniplant employs 41 employees. Utility process needs for this miniplant is 28.689 kW of electricity, up to 18.324 m³/hour of well water, and 195 tube/day of 50 kg LPG. The tannin natural dye miniplant is categorized as a low-risk chemical plant. To build a continuous miniplant, fixed capital needed is $ 15,140,517.67 + Rp 51,034,200,404.83 and working capital needed is $ 1,211,096.58 + Rp 1,990,333,705.88. ROI value for this miniplant is ROI before tax is 20,14% and ROI after tax is 10,47%. POT before tax is 3,32 years. DCFRR is 24,49%, BEP is 51,93%, and SDP is 19,88%. Sensitivity analysis shows that sales become the most sensitive parameter to DCFRR, ROI, and POT. To build a batch miniplant, fixed capital needed is $ 184,240.62 + Rp 3,055,252,984.34 and working capital needed is $ 45,674.50 + Rp 309,816,719.59. ROI value for this miniplant is ROI before tax is 12.43% and ROI after tax is 6.22%. POT before tax is 4.46 years. DCFRR is 19,34%, BEP is 55.27%, and SDP is 36.09%. Sensitivity analysis shows that sales is the most sensitive parameter to DCFRR, ROI, and POT. From the analysis we can conclude that both systems of tannin miniplant, batch and continuous, are technically and economically interesting to establish and recommended for further analysis.
Kata Kunci : Ekstraksi, Kayu Merbau, Tanin