Gunungsono Wellness Retreat dengan Pendekatan Arsitektur Bioklimatik dan Local Activity
YOGA ADHI SUSILA, Dr. Eng. Ir. Ahmad Sarwadi, M.Eng
2022 | Skripsi | S1 ARSITEKTURPerkembangan dan evolusi kehidupan secara global di era kecepatan sekarang ini, mengakibatkan pemahaman keseimbangan wellness yang sedikit pincang. Terutama di era new normal sekarang, dimana wellness hanya dimengerti dalam satu dimensi fisik, sebuah keadaan tubuh tanpa penyakit, dan dimensi kedua yaitu psikis sering diabaikan. Maka secara global diperlukan sebuah fungsi yang mendorong pemahaman wellness yang seimbang, sebuah fungsi yang dekat dengan alam sekitar yang asri. Gunungsono merupakan sebuah desa dengan potensi elemen alam yang lengkap, berupa vegetasi, elemen air dari waduk yang mengelilinginya, serta kondisi yang tenang. Gunungsono juga memiliki masalah lokal, dimana terdapat banyak titik lahan dan bangunan mangkrak, dan belum terolah dengan baik. Penggabungan dari kebutuhan global, serta empati lokal ini menciptakan sebuah fungsi Gunungsono wellness retreat. Pendekatan local activity atau kearifan lokal diterapkan untuk dapat memahami dan mendalami konteks sekitar, baik secara pola aktivitas, budaya sekitar, maupun penciptaan ruangnya, yang membantu untuk menciptakan sebuah journey wellness retreat yang evolutif. Arsitektur bioklimatik membantu untuk menciptakan kenyamanan user di dalam ruang dengan memahami pola iklim dan alam sekitar, yang dipadukan dengan pendekatan local activity, membentuk fungsi wellness retreat di Gunungsono yang responsif terhadap setting alam sekitar. Masalah utama pada perancangan Gunungsono wellness retreat ini yang pertama adalah (1) bagaimana rancangan sebuah fungsi retreat yang dapat menghidupkan kembali gereja eksisting yang mangkrak. Yang kedua adalah (2) bagaimana rancangan sebuah fungsi kebun produktif yang dapat menghidupkan kembali lahan desa yang mangkrak. Yang ketiga adalah (3) bagaimana cara menggabungkan dan mengintegrasikan fungsi retreat dan fungsi kebun produktif dalam satu tapak. Permasalahan yang keempat adalah (4) bagaimana rancangan sebuah integrasi fungsi lokal yang juga berdampak dan mampu menyelesaikan isu wellness secara global. Dari permasalahan tersebut maka dipilih konsep ‘Gunungsono wellness village’ yaitu sebuah wellness-retreat-journey yang dibentuk dari pola aktivitas dan budaya warga desa Gunungsono, terutama pada kebun-kebun produktif mereka, yang terangkum dalam lima scene aktivitas dan ruang yaitu, yang pertama (1) ‘we-wedangan & jamu’, yang kedua (2) ‘berkebun’, yang ketiga (3) ‘waduk’, yang keempat (4) ‘gamelan & budaya lokal’, dan yang kelima (5) ‘sembahyang’. Konsep ini memungkinkan untuk menciptakan pola aktivitas, ruang, serta tatanan ruang wellness retreat yang kontekstual, menjawab isu dan permasalahan lokal, sekaligus global secara bersamaan.
The development and evolution of life globally in this fast era, has resulted the miss- understanding of the wellness balance. Especially in the current new normal era, where wellness is only understood in one physical dimension, a state of the body without disease, and the second dimension, namely the psyche, is often ignored. So globally, the function that encourages a balanced understanding of wellness and a function that is close to the beauty of nature is needed. Gunungsono is a village with a complete potential of natural elements, the vegetation, the water elements from the reservoir that surrounds it, and the calm conditions. Gunungsono also has local problems, where there are many points of land and buildings that are stuck, and have not been managed properly. This combination of global needs and local empathy creates a function of Gunungsono wellness retreat. The local activity approach or local wisdom is applied to be able to understand and explore the surrounding context, both in terms of activity patterns, the surrounding culture, and the creation of space, which helps to create an evolutive journey of wellness retreat. Bioclimatic architecture helps to create a user comfort in the space by understanding climate patterns and the surrounding nature, which is combined with a local activity approach, forming a wellness retreat function in Gunungsono that is responsive to the surrounding natural setting. The main problem in designing the Gunungsono wellness retreat is (1) how to design a retreat function that can revive an existing dormant church. The second is (2) how to design a productive garden function that can revive stalled village land. The third is (3) how to combine and integrate the function of retreat and function of productive gardens in one site. The fourth problem is (4) how to design an integration of local functions that also has an impact and able to solve wellness issues globally. From these problems, the concept of 'Gunungsono wellness village' was chosen, which is a wellness-retreat-journey formed from the activity patterns and culture of the residents of Gunungsono village, especially in their productive gardens, which are summarized in five scenes of activity and spaces, the first ( 1) 'we-wedangan & jamu', the second (2) 'berkebun', the third (3) 'waduk', the fourth (4) 'gamelan & budaya lokal', and the fifth (5) 'sembahyang'. This concept makes it possible to create a contextual pattern of activity, space, and wellness retreat space arrangements, responding to local and global issues and problems at the same time.
Kata Kunci : Wellness Retreat, Local Activity, Productive Garden, Wellness Village