Media Literacy for Smoking Behavior Prevention in Preadolescent
NURJANAH, dr. Retno Sutomo, Sp.A(K)., Ph.D.; dr. Fatwasari Tetra Dewi, MPH., Ph.D; Prof. Peter Wushou Chang, MD., Sc.D., FRCP
2022 | Disertasi | DOKTOR ILMU KEDOKTERAN DAN KESEHATANLatar Belakang: Prevalensi merokok di Indonesia (usia 10-18 tahun) meningkat secara signifikan dari 7,2% pada tahun 2013 menjadi 9,1% pada tahun 2018. Siswa laki-laki mulai merokok pertama kali sebelum usia 13 tahun. Anak-anak terpapar iklan, promosi, dan sponsor rokok dari berbagai media. Iklan rokok luar ruang di Kota Semarang 45% lebih tinggi di dalam radius 100 meter dibanding dengan radius100-300 meter dari sekolah. Siswa di sekolah dengan kepadatan iklan rokok luar ruang sedang dan tinggi memiliki kemungkinan 2,16 kali lebih besar untuk merokok. Anak-anak yang tinggal di lingkungan yang banyak pengaruh iklan, promosi dan sponsor rokok yang tinggi membutuhkan kompetensi literasi media. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan program literasi media untuk pencegahan merokok pada pra-remaja. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian campuran dengan desain multifase. Pertama, studi kualitatif dilakukan untuk menilai kebutuhan model. Tahap kedua dibagi menjadi dua langkah, pengembangan model dan adaptasi kuesioner. Tahap ketiga adalah penelitian eksperimen untuk membuktikan keefektifan model dalam mencegah niat merokok. Sebanyak 31 siswa sekolah dasar mengikuti FGD pada tahap pertama, 184 siswa megikuti survei berbasis kertas dan 144 mahasiswa mengikuti survei online untuck adaptasi dan validasi instrumen. Kemudian pada tahap ketiga, sebanyak 76 siswa menjadi kelompok intervensi dan 68 siswa menjadi kelompok kontrol. Data dikumpulkan dengan kuesioner yang dikelola sendiri oleh responden. Intervensi yang diberikan berupa Media Literacy for Preventing Young Smoker (Mile-PYS) yang terdiri dari lima video edukasi dan buku. Efektivitas intervensi diukur dengan uji-t berpasangan, dan independen-t-test digunakan untuk mengukur perbedaan antara kelompok intervensi dan kontrol. Terakhir, analisis jalur dilakukan untuk mengetahui pengaruh literasi media terhadap sikap, keyakinan normatif, harapan, efikasi diri, dan niat untuk merokok. Open-code digunakan untuk menganalisis data kualitatif, sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan Stata v.12. Hasil: Anak praremaja memiliki pemikiran kritis yang rendah tentang iklan tembakau; misalnya, mereka menganggap bahwa iklan tembakau itu biasa, menarik, dan membingungkan. Intervensi Mile-PYS telah dikembangkan dengan tema: Keren Tanpa Rokok, Tak Mau Terjebak, Adiksi Nikotin, Sedikit juga Berbahaya, Vape, dan Sayang Ayah. Instrumen literasi media, keyakinan normatif, dan niat merokok valid dan reliabel. Instrumen sikap dan ekspektasi valid dan reliabel dengan mengurangi satu pertanyaan. Instrumen self-efficacy gagal memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas. Intervensi Mile-PYS efektif meningkatkan skor literasi media. Model analisis jalur pertama menunjukkan bahwa literasi media berpengaruh negatif terhadap harapan terhadap merokok (-0,28), kemudian harapan terhadap merokok juga berpengaruh negatif terhadap efikasi diri (-0,25). Selanjutnya, efikasi diri berpengaruh negatif terhadap niat (-0,36). Literasi media berpengaruh negatif terhadap sikap (-0,24), tetapi tidak ada pengaruh signifikan sikap terhadap niat. Pengaruh total literasi media terhadap niat merokok juga signifikan (-0,01). Dengan efikasi diri dihilangkan dari persamaan, model analisis jalur kedua mendapatkan hasil literasi media memiliki dampak negatif pada harapan terhadap merokok (-0,26) dan sikap (-0,25). Kesimpulan: Program Mile-PYS efektif untuk meningkatkan kompetensi literasi media praremaja dan mengurangi niat merokok, serta dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam program pencegahan merokok berbasis sekolah di masa yang akan datang.
Background: The prevalence of smoking in Indonesia (10-18 years old) increased significantly from 7.2% in 2013 to 9.1% in 2018. Male students started smoking for the first time before 13 years old. Children were exposed to tobacco advertising, promotion, and sponsorship from many media. The outdoor tobacco advertisements in Semarang City were 45% higher within 100-meter schools than within 100-300 meters. Students at schools with a medium and high density of outdoor tobacco advertising were up to 2.16 times more likely to smoke. Children who live in high-exposed tobacco influences need media literacy competencies. This study aimed to develop the media literacy program for smoking prevention on pre-adolescence. Methods: This study was a mixed-method with a multiphase design. Firstly, a qualitative study was conducted to assess the need for the model. The second phase was divided into two steps, developing the model and questionnaire adaptation. The third phase was experiment research to prove the model's effectiveness in preventing smoking intention. As many as 31 students participated in FGD in the first phase, 184 in the paper-based and 144 in the online of questionnaire validation survey. Then in the third phase, as many as 76 students participated in the intervention group and 68 in the control group. Data was collected by a self-administered questionnaire. Effectiveness of intervention was measured by paired t-test, and independent sample t-test was used to measure the difference between intervention and control groups. Finally, the path analysis was employed to know the effect of media literacy on attitudes, normative belief, expectation, self-efficacy, and intention to smoke. The Open-code was used to analyze qualitative data, while quantitative data was analyzed by Stata v.12. Results: Preadolescents had low critical thinking about tobacco advertising; for example, they perceived that tobacco advertising was usual, interesting, and confusing. The five animation videos and book that contain five chapters had been developed with themes: cool without smoking, don�t want to be trapped, nicotine addiction, a little also dangerous, vape, and love daddy. The smoking media literacy, normative belief, and smoking intention instrument were valid and reliable. The attitudes and expectation instrument were valid and reliable by dropping one question on each scale. The self-efficacy instrument, however, failed to meet the validity and reliability criteria. The intervention effectively increased the media literacy score. The first path analysis model showed that media literacy negatively affected smoking output expectation (-0.28), then smoking output expectation also negatively affected self-efficacy (-0.25). Furthermore, self-efficacy had a negative effect on intention (-0.36). Media literacy negatively affects attitude (-0.24), but there is no significant effect of attitude on intention. The total effect of media literacy on smoking intention was also significant (-0.01). With self-efficacy removed from the equation, the second path analysis model revealed that media literacy has a negative impact on smoking output expectation (-0.26) and attitude (-0.25). Conclusion: The Mile-PYS program was effective to increase the media literacy competency and reduce smoking intention of preadolescents and can be considered to include in the school-based smoking prevention program in the future.
Kata Kunci : media literacy, smoking, preadolescent