Dari Tubuh Ke Kain: Pengalaman Sensori Pengrajin Tenun Dalam Proses Pembuatan Kain Lurik (Studi Kasus Kurnia Lurik Yogyakarta)
IFFAH FITRI ANNISA, Dr. Agung Wicaksono, M.A.
2021 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYAKetika industri tekstil mengalami modernisasi, alat tenun bukan mesin (ATBM) mulai ditinggalkan karena dianggap tidak dapat bersaing sebab tingkat produktivitas yang rendah dan tujuan untuk memenuhi permintaan pasar ekspor yang begitu besar. Meski demikian, hal ini tidak sepenuhnya tepat karena masih ada pengusaha lokal yang mempertahankan pembuatan tekstil secara tradisional. Tenun Lurik Kurnia (Kurnia Lurik) merupakan salah satu produsen kain di Yogyakarta yang masih memproduksi kain tradisional lurik dengan menggunakan ATBM. Berbeda dengan mesin, pembuatan kain lurik dengan ATBM memerlukan keterampilan yang menubuh-dilatih selama bertahun-tahun, dimana di dalamnya terdapat serangkaian proses yang secara multisensori dialami para pengrajin. Pada selembar kain lurik terdapat seperangkat identitas indrawi pengrajin yang akhirnya dirasakan secara sensori oleh para pembeli. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah, seperti apa pengalaman sensori pengrajin tenun dalam proses pembuatan lurik serta bagaimana lingkungan kerja berpengaruh dalam membentuk sensori mereka. Metode penelitian kualitatif dalam penelitian skripsi ini adalah sensory ethnography yang mengedepankan indera (penglihatan, pendengaran, pencecapan, penciuman dan perabaan) sebagai metode dan menjadikan penelitian etnografi sebagai partisipasi multi-inderawi. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari sampai bulan Maret 2021 dengan mengikuti keseharian pengrajin tenun dan juga terlibat dalam pembuatan kain lurik. Dengan menggunakan teori emplasemen yang berangkat dari teori persepsi, studi ini berusaha memposisikan pengrajin tenun dalam keterlibatan mereka dengan dunianya. Hasilnya, melalui praktik pembuatan kain lurik para pengrajin memiliki pengalaman sensori yang berbeda satu sama lain. Pengalaman sensori pengrajin dibangun secara intersubjektif yang kemudian menentukan penilaian diri, keterampilan serta kualitas kain.
When the textile industry was modernized non-machine looms (ATBM) began to be left out as they were considered unable to compete due to low productivity levels and the capacity to meet the high demands for the export market. However, this is not totally accurate because traditional textile manufacture is still practiced by local entrepreneurs. Tenun Lurik Kurnia (Kurnia Lurik) is one of fabric manufacture in Yogyakarta that still produce traditional lurik using ATBM. In contrast to the machine, weaving lurik with ATBM entails a set of craftsmanship that are embedded over time, as well as a variety of multisensory experiences. On a piece of lurik there is a set of sensory identities of the artists which are inevitably perceived by the consumers. The questions asked in this research are, what is the sensory experiences of weaving artists in the process of making lurik and how the work environment influences their sensory formation. The qualitative research method in this research is sensory ethnography which emphasizes the senses (sight, hearing, taste, smell, and touch) as a method and makes ethnographic research a multi-sensory participation. This research was carried out from January to March 2021 by following the daily life of weaving artists and being involved in the making of lurik fabrics. By using emplacement theory that departs from perception theory, this study attempts to position weaving artists in their involvement with their world. As a result, through the practice of making lurik, the artists have different sensory experiences from one another. The artist's sensory experience is built intersubjectively which determines their self-judgement, skills, and quality of the fabric.
Kata Kunci : Pengalaman sensori, pengrajin tenun, persepsi, emplasemen, kain lurik