Laporkan Masalah

Representasi Subalternitas Perempuan Tionghoa dalam Novel Dari Dalam Kubur karya Soe Tjen Marching

VALENTINA EDELLWIZ E, Prof. Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., DEA.

2021 | Tesis | MAGISTER SASTRA

Penelitian ini mengkaji novel Dari Dalam Kubur karya Soe Tjen Marching yang menampilkan kompleksitas persoalan perempuan di dunia ketiga dengan perspektif feminis Spivak, terutama konsep subaltern dan tanggung jawab etis. Masalah dalam penelitian ialah perempuan Tionghoa direpresentasikan sebagai subaltern tetapi mereka melakukan perlawanan meski dalam keterbatasan mengakses struktur-struktur yang ada. Tujuan penelitian untuk mengungkapkan: 1) penindasan terhadap perempuan Tionghoa, 2) bentuk perlawanan perempuan Tionghoa, 3) latar belakang memilih bentuk perlawanan tersebut. Metode analisis data menggunakan dekonstruksi Derrida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan Tionghoa diposisikan sebagai subaltern melalui kekerasan psikologi, fisik, seksual, ekonomi, dan diskriminasi hak pendidikan yang dipenuhi dengan wacana rasisme. Pelaku kekerasan ialah negara melalui aparaturnya di ranah publik dan anggota keluarga di ranah domestik. Perlawanan subaltern meliputi: melanjutkan hidup, merebut kembali otoritas tubuh, melegitimasi rasisme, bersikap skeptis, nirempati, dan patriarkis, menegosiasikan identitas, menolak wacana dominan, membungkam masa lalu, meyakini tulisan sebagai senjata perlawanan, bergabung dengan organisasi, mandiri secara ekonomi, menemukan �telinga� bagi suara yang terus dibungkam, melampaui tradisi hingga memilih kematian. Perlawanan dilatarbelakangi tanggung jawab etis di sekitarnya. Selain itu ditemukan pula teks-teks tersembunyi yang menunjukkan keberpihakan pengarang. Alih-alih menghadirkan suara subaltern, pengarang justru membungkam habis suara subaltern sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan keadilan dan kebahagiaan.

The study examined soe Tjen Marching's novel Dari Dalam Kubur that showcased the complexity of women's issues in the third world with Spivak's feminist perspective, particularly subaltern concepts and ethical responsibility. The problem in the study is that Chinese women are represented as subalterns but they fight even within the limitations of accessing existing structures. The purpose of the study was to reveal: 1) oppression of Chinese women, 2) a form of Chinese female resistance, 3) a background in choosing that form of resistance. The data analysis method uses Derrida deconstruction. The results showed that Chinese women were positioned as subalterns through psychological, physical, sexual, economic, and educational rights discrimination that were filled with racism discourse. The perpetrator of violence is the state through its apartment in the public domain and family members in the domestic sphere. Subaltern resistance includes: resuming life, reclaiming bodily authority, legitimizing racism, being skeptical, realistic, and patriarchal, negotiating identity, rejecting dominant discourse, silencing the past, believing writing as a weapon of resistance, joining organizations, being economically independent, finding an "ear" for voices that continue to be silenced, transcending tradition to choosing death. Instead of presenting a subaltern voice, the author silences the subaltern's voice so that they have no chance of justice and happiness.

Kata Kunci : Perempuan Tionghoa, subaltern, tanggung jawab etis, pengarang

  1. S2-2021-453172-abstract.pdf  
  2. S2-2021-453172-bibliography.pdf  
  3. S2-2021-453172-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2021-453172-title.pdf