WATA-WATAANGKE : TEKA-TEKI MASYARAKAT MUNA
A WARDATUL WAHIDAH L, Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U, M.A.
2021 | Tesis | MAGISTER LINGUISTIKWata-wataangke merupakan salah satu jenis sastra lisan yang masih dapat ditemukan di masyarakat Muna sampai sekarang. Ambiguitas dan fungsi tertentu yang dimiliki oleh folklore ini membedakannya dengan pertanyaan biasa yang bermaksud untuk menghibur. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki jenis, fungsi serta faktor sosial yang melatarbelakangi adanya Wata-wataangke dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dasar dari penelitian ini adalah adanya keyakinan terhadap keterlibatan budaya dalam sebuah bahasa bahwa dengan memberikan jawaban yang tepat dalam sebuah teka-teki membuktikan seseorang menyadari letak ambiguitas dan telah mempelajari bagaimana manipulasi terjadi dalam sebuah bahasa secara kultural. Hasil penelitian ini adalah Wata-wataangke terbagi menjadi empat jenis, yaitu teka-teki permianan bahasa (Pun), teka-teki analogi, teka-teki campuran analogi dan Pun, serta teka-teki literal. Setidaknya terdapat enam faktor sosial yang kemudian melatarbelakangi adanya fungsi-fungsi tertentu dalam sebuah Wata-wataangke. Fungsi-fungsi tersebut dapat dirincikan sebagai berikut; 1) Media untuk mengungkapkan perasaan; 2) Media inventarisasi kebudayaan secara lisan; 3) Media pengenalan realitas-realitas baru dalam masyarakat; 4) Media pembelajaran bahasa; 5) Media berhumor; 6) Media adu kecerdasan dan penyaluran kreatifitas. Seluruh fungsi tersebut dapat menjadi petunjuk mengenai jejak-jejak budaya dan cara pandang suatu komunitas tutur yang terepresentasikan melalui penggunaan bahasa dalam sebuah sastra masyarakat Muna.
Wata-wataangke is one of oral literature which still can be found in Muna community until now. The ambiguity and certain function of this folklore distinguishes it from ordinary jokes questions for entertaining purposes only. This study aims to investigate the types, functions, and also social factors behind the existence of Wata-wataangke using qualitative descriptive method. The basis of this research is conviction of cultural involvement in a language, providing the right answer for a riddle proves that there is an awareness of ambiguity and how manipulation occurs in a language culturally. The result show that there are four types of Wata-wataangke. Those are language play (Pun) riddle, analogy riddle, mixing between Pun and analogy riddle and true riddle. There are at least six social factors which then underlie the existence of certain functions in a Wata-wataangke. These functions in general can be detailed as follows; 1) Media to express feelings; 2) Media for oral cultural inventory; 3) Media for introducing new realities in society; 4) Media for language learning; 5) Media of humor; 6) Media to compete the intelligence and creativity. Those can be an indication of cultural traces and the perspective of a speech community which is represented through the use of language in Muna literature.
Kata Kunci : wata-wataangke, ambiguitas, kebudayaan, masyarakat Muna