Laporkan Masalah

TRANSFORMASI PERAN SEBAGAI BENTUK ADAPTASI DUKUN BAYI DI LEBAKBARANG, PEKALONGAN

NICHOLAS N P, Dr. Atik Triratnawati, M.A.

2021 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Saat ini di Indonesia khususnya daerah pedesaan masih memiliki dua aktor penolong persalinan, yaitu bidan dan dukun bayi. Berbeda dengan bidan yang mendapatkan kemampuannya melalui pendidikan formal, dukun bayi justru mendapatkan kemampuannya dengan cara diturunkan dari generasi sebelumnya dan pengalaman pribadi. Hal ini juga membuat persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi dianggap tidak aman. Pemerintah pun menggalakkan program penyebaran bidan desa, sehingga secara perlahan peran dukun bayi sebagai aktor penolong persalinan harus tergeser dan akhirnya harus mengalami transformasi peran. Uniknya, proses transformasi peran ini dapat berjalan dengan baik-baik saja. Tidak ada konflik yang terjadi antara bidan dan dukun bayi. Pembahasan mengenai topik ini menjadi penting karena di masa sekarang dukun bayi hanya berperan sebagai pembantu bidan saja, bukan lagi menjadi aktor penolong utama dalam persalinan. Maka dari itu, penelitian ini berupaya untuk mencari tahu mengapa proses transformasi peran yang dialami dukun bayi dapat berjalan dengan baik-baik saja dan juga bagaimana proses transformasi peran itu berlangsung. Kedua pertanyaan tersebut dijawab dengan melakukan penelitian lapangan di Kecamatan Lebakbarang selama tiga minggu, yaitu pada pertengahan bulan September 2020 hingga awal bulan Oktober 2020. Dalam mengumpulkan data/informasi, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan partisipasi observasi dan wawancara. Kegiatan wawancara dilakukan kepada 5 dukun bayi dan 2 bidan sebagai informan utama, serta 5 orang masyarakat sekitar sebagai informan tambahan. Pada akhirnya, melalui penelitian ini dapat dipahami bahwa pemerintah sangat berperan terhadap terjadinya transformasi peran yang dialami dukun bayi melalui beberapa kebijakan dan larangan yang dibuat. Meskipun sudah memberikan larangan untuk menolong persalinan, pemerintah tidak menghapuskan keberadaan dukun bayi, tetapi justru memberdayakan mereka dengan menjadi Mitra Bidan. Kebijakan ini dinilai sangat tepat sebab, di Kecamatan Lebakbarang masih ditemukan kasus di mana ibu hamil tidak mau atau sulit untuk diajak ke Puskesmas. Sebagai mitra bidan, dukun bayi berperan untuk mengajak ibu tersebut agar mau datang ke Puskesmas. Hal utama yang menyebabkan konflik tidak terjadi adalah orang menjadi dukun bayi itu didasari atas keinginan saling membantu, sehingga mereka tidak mempermasalahkan larangan atau transformasi peran yang dialami dukun bayi, selama mereka tetap bisa membantu ibu hamil. Selain itu, kemungkinan untuk terjadi salah paham atau konflik antara dukun bayi dan bidan dapat diredam dengan adanya wadah bagi mereka untuk bertemu dan saling berkomunikasi, bahkan membangun tali silaturahmi.

Currently, in Indonesia, especially in rural areas, there are still two birth attendants actors, namely midwives and traditional birth attendants. In contrast to midwives who get their skills through formal education, traditional birth attendants actually get their abilities by passing on from previous generations and personal experience. This is also makes childbirth performed by traditional birth attendants considered unsafe. The government also promoted a program to spread village midwives, so that the role of traditional birth attendants as birth attendants actor had to be shifted and eventually had to undergo a role transformation. Uniquely, this role transformation process can run well. There was no conflict between the midwife and the traditional birth attendant. The discussion on this topic is important because now the traditional birth attendant only acts as the midwife assistant, no longer being the main actor in childbirth. Therefore, this study seeks to find out why the role transformation process experienced by traditional birth attendants can run well and also how the role transformation process takes place. To answer these two questions, I conducted a fieldword in Lebakbarang District for three weeks, from mid-September 2020 to early October 2020. In collecting data/information, this study used qualitative methods by participating observations and interviews. Interviews were conducted with 5 traditional birth attendants and 2 midwives as main informants, as well as 5 people from the surrounding community as additional informants. In the end, through this research, it can be understood that the government plays a very important role in the transformation of the role that experienced by traditional birth attendants through several policies and prohibitions made. Even though the government has gave prohibition to help childbirth, they has not abolished the existence of traditional birth attendants, but has instead empowered them to become Midwife Partners. This policy is considered very appropriate because, in Lebakbarang District there are still cases where pregnant women do not want or reluctant to go to Puskesmas. As Midwife Partners, traditional birth attendants play a role in inviting the mother to come to the Puskesmas. The main reason why there is no conflict was due to traditional birth attendants’s motivation, that is to help others. Therefore, they don’t mind the prohibition or transformation of roles experienced by traditional birth attendants as long as they can still help pregnant women. In addition, the possibility of misunderstandings or conflicts between traditional birth attendants and midwives can be reduced by providing a place for them to meet and communicate with each other, and even build a relationship.

Kata Kunci : dukun bayi, transformasi peran, bidan, kemitraan, ibu hamil / traditional birth attendant, role transformation, midwife, partnership, pregnant women

  1. S1-2021-399503-abstract.pdf  
  2. S1-2021-399503-bibliography.pdf  
  3. S1-2021-399503-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2021-399503-title.pdf