PRODUKSI DAN REPRODUKSI MITOS SEBAGAI INSTRUMEN MERAIH DAN MEMPERTAHANKAN KEKUASAAN POLITIK DALAM PROSES ELEKTORASI (Studi Pilkada Langsung Era Reformasi Di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara Tahun 2005-2015)

LA BILU, Prof. Dr. Haryanto, M.A; Dr. rer. Pol. Mada Sukmajati, M.PP

2021 | Disertasi | DOKTOR ILMU POLITIK

Kekuatan mitos telah dibuktikan dalam membentuk sikap, melegitimasi, termasuk mendoktrin manusia, karena mitos beroperasi dalam ruang kepercayaan dan kesadaran manusia. Penelitian ini hendak mengungkap masalah mitos sebagai salah satu instrumen yang digunakan di dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan dalam Pilkada di kabupaten Muna pada era reformasi. Pertanyaan mendasar penelitian ini adalah bagaimana berlangsungnya produksi dan reproduksi mitos dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan politik melalui proses elektorasi di tingkat lokal? Studi ini menggunakan cara pandang atau frame teoritik produksi dan reproduksi dari Willis (1982) serta di dalam operasionalisasinya penulis meminjam konsep kolektif memori dari Assmann dan Czaplicka (1995) dan konsep politik bahasa dari Clark & Dear (1984). Jenis penelitian ini adalah single case study dengan locus entitas masyarakat Muna. Pilihan terhadap masyarakat Muna didasari pertimbangan karena masyarakat ini memiliki karakter kepercayaan terhadap mitos yang masih mengakar kuat hingga saat ini. Koleksi data studi ini menggunakan metode wawancara, observasi, serta dokumentasi yang hasilnya dianalisis melalui pendekatan interpretatif. Hasil studi ini menunjukkan bahwa (1) mitos bekerja melalui proses elektorasi disamping instrumen-instrumen lainnya, seperti uang, kekerabatan, jaringan, tradisi dan sebagainya. Melalui studi ini, penulis menegaskan bahwa terdapat beberapa persyaratan pokok agar mitos bisa dijadikan sebagai instrumen di dalam meraih dan atau mempertahankan kekuasaan politik; (2) mitos direproduksi di ranah kultural sebagai instrumentasi di mana senantiasa melanggengkan sekaligus membangkitkan kolektif memori orang Muna sebagai sosok �¢ï¿½ï¿½serba istimewa�¢ï¿½ï¿½. Beberapa di antaranya dibangun melalui upaya keikutsertaan pada festival keraton nusantara, pembangunan museum, penetapan cagar budaya, pendokumentasian kitab-kitab klasik tentang peradaban Muna, hingga pembentukan komunitas adat.; (3) Kaomu menjadi mitos yang kerap direproduksi dan digunakan sebagai instrumentasi meningkatkan elektabilitas pada proses elektorasi di tingkat lokal. Mitos tersebut direproduksi karena mengandung kodifikasi asal usul pimpinan lokal yang salah satunya termanifestasi melalui pertanyaan populer yang sering muncul dan dilontarkan saat masyarakat Muna menggelar Pilkada, yaitu, �¢ï¿½ï¿½lahae maitu?�¢ï¿½ï¿½ atau siapa dia?. Upaya-upaya reproduksi mitos ini pada gilirannya membawa implikasi konstelasi politik lokal di Muna, antara lain semakin menguatnya karakter oligarkhi kekuasaan di kalangan elit bangsawan, menguatnya politik identitas, serta pelemahan programati kandidat pada proses elektorasi politik di tingkat lokal.

The power of myth has been proven in shaping attitudes, legitimizing, including indoctrinating humans, for myths operated in the space of belief and human consciousness. This study aims to uncover the problem of myth as one of the instruments used in gaining and maintaining power in the Pilkada in Muna district in the reform era. The basic question of this research is how does the production and reproduction of myths take place in gaining and maintaining political power through the electoral process at the local level? This study uses the perspective or theoretical frame of production and reproduction from Willis (1982) and in its operationalization the author borrows the concept of collective memory from Assmann and Czaplicka (1995) and the concept of language politics from Clark & Dear (1984). This type of research is a single case study with the locus of the Muna community entity. The choice of the Muna community is based on considerations because this community has a belief in myths that is still deeply rooted today. The data collection of this study used the methods of interview, observation, and documentation, the results of which were analyzed through an interpretive approach. The results of this study indicate that (1) myths work through the electoral process in addition to other instruments, such as money, kinship, networks, traditions and so on. Through this study, the author emphasizes that there are several basic requirements so that myths can be used as instruments in gaining and or maintaining political power; (2) myth is reproduced in the cultural realm as an instrumentation which always perpetuates and awakens the collective memory of the Muna people as "all-special" figures. Some of them were built through efforts to participate in the archipelago palace festival, building museums, establishing cultural heritage, documenting classical books about the Muna civilization, to the formation of indigenous communities; (3) Kaomu is a myth that is often reproduced and used as an instrumentation to increase electability in the electoral process at the local level. This myth is reproduced because it contains a codification of the origins of local leaders, one of which is manifested through a popular question that often arises and is asked when the people of Muna hold the Pilkada, namely, "lahae maitu?" or who is he? Efforts to reproduce this myth in turn have implications for the local political constellation in Muna, including the strengthening of the oligarchic character of power among the aristocratic elite, the strengthening of identity politics, and the weakening of programatic candidates in the political electoral process at the local level.

Kata Kunci : Mitos, Produksi, Reproduksi, Kekuasaan, Politik Elektoral