Laporkan Masalah

Resistensi dan Negosiasi Masyarakat Terhadap Dominasi Negara. Studi Kasus: Masyarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan

NANI HARYANIH, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A., M.Phil. ; Dr. S. Bayu Wahyono

2021 | Disertasi | DOKTOR KAJIAN BUDAYA DAN MEDIA

Berdirinya kawasan Perkampungan Budaya Betawi diawali dengan terbitnya Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan yang bertujuan untuk melestarikan budaya Betawi. Penelitian ini menggunakan konsep Teori Arena Produksi Kultural Bourdieu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi agen negara (Pemerintah DKI Jakarta) dalam melakukan dominasinya terhadap masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan, Jakarta dan untuk mengetahui strategi resistensi dan negosiasi yang dilakukan oleh agen masyarakat terhadap dominasi agen negara tersebut. Penelitian ini mengombinasikan antara studi lapangan dan studi teks. Penelitian lapangan dilakukan melalui serangkaian observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah strategi dominasi agen negara, antara lain dalam bentuk dominasi negara dalam penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan zonasasi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan; dominasi negara dalam bentuk pengelolaan Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan di zona statis; dominasi negara dalam bentuk penyusunan anggaran untuk Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan; dominasi negara dalam bentuk pementasan Kesenian Betawi yang terbagi menjadi empat jenis dominasi (dominasi dalam ����¯�¿�½���¯���¿���½����¯�¿�½������¢����¯�¿�½������¯����¯�¿�½������¿����¯�¿�½������½����¯�¿�½������¯����¯�¿�½������¿����¯�¿�½������½politik tema����¯�¿�½���¯���¿���½����¯�¿�½������¢����¯�¿�½������¯����¯�¿�½������¿����¯�¿�½������½����¯�¿�½������¯����¯�¿�½������¿����¯�¿�½������½ pementasan kesenian, dominasi dalam penentuan persyaratan bagi sanggar atau seniman yang akan tampil di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, dominasi dari segi penampilan para seniman dalam pementasan, dan dominasi dalam menentukan lamanya waktu pementasan); dan strategi dominasi yang muncul dalam bentuk penertiban, penataan, dan pembongkaran bangunan. Strategi resistensi yang dilakukan masyarakat adalah melalui bentuk strategi antara lain arsitektur rumah (tidak bernuansa Betawi); menolak bantuan merenovasi rumah agar bernuansa Betawi; dan menolak penampilan sanggar Kesenian Non-Betawi di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Lalu strategi dominasi yang dilakukan masyarakat yang berhasil diidentifikasi antara lain adalah negosiasi lokasi tempat berjualan; negosiasi pembangunan rumah / hunian bernuansa Betawi; dan negosiasi persyaratan administrasi dalam pementasan kesenian Betawi.

The establishment of the Betawi Cultural Village area began with the issuance of DKI Jakarta Regional Regulation Number 3 Year 2005 concerning the Stipulation of the Betawi Cultural Village in Srengseng Sawah Village, Jagakarsa District, South Jakarta Municipality which aims to preserve Betawi culture. This study uses the Bourdieu Cultural Production Arena Theory concept. The purpose of this study was to determine the strategy of state agents (DKI Jakarta Government) in exercising dominance over the community in Betawi Cultural Village, Setu Babakan, Jakarta and to determine the resistance and negotiation strategies carried out by community agents against the domination of these state agents. This research combines field studies and text studies. Field research was carried out through a series of observations and interviews. The results of this research are strategies for dominating state agents, among others in the form of state domination in the preparation of RTRW (Regional Spatial Planning) and zoning in Betawi Cultural Village Setu Babakan; state domination in the form of management of the Betawi Cultural Village Area Setu Babakan in a static zone; state domination in the form of budgeting for the Betawi Cultural Village Setu Babakan; state domination in the form of Betawi Art performances which are divided into four types of domination (dominance in the "political theme" of performing arts, dominance in determining requirements for studios or artists to appear at the Betawi Cultural Village Setu Babakan, dominance in terms of the appearance of artists in performances, and dominance in determining the length of time for the performance); and domination strategies that emerged in the form of controlling, structuring and demolishing buildings. The resistance strategy adopted by the community is through a form of strategy including house architecture (non Betawi nuances); refusing renovating the house to make it Betawi nuanced; and rejecting the performance of the Non-Betawi Art Studio in the Setu Babakan Betawi Cultural Village Area. Then the domination strategy carried out by the community that was successfully identified included negotiating the location of the place to sell; negotiations on the construction of houses / dwellings with Betawi nuances; and negotiation of administrative requirements in Betawi art performances.

Kata Kunci : dominasi, resistensi, negosiasi, Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan.

  1. S3-2021-392472-abstract.pdf  
  2. S3-2021-392472-bibliography.pdf  
  3. S3-2021-392472-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2021-392472-title.pdf