Analysis of Possible Legal Defenses for Articles XI:2(a) and XX(g) of the GATT 1994 in the EU-Indonesia WTO Raw Materials Dispute
MHD. IKRAM ALFANSA, Irna Nurhayati, S.H., M.Hum., LL.M., Ph.D.
2021 | Skripsi | S1 HUKUMSejak 1 Januari 2020, Indonesia melarang ekspor mineral mentah, khususnya nikel, kecuali yang telah ditingkatkan kadarnya di fasilitas pemurnian dalam negeri. Kebijakan ini membuat geram UE hingga membawanya ke forum konsultasi di WTO atas tuduhan telah berdampak buruk pada industri baja mereka dan melanggar larangan QR dalam Pasal XI:1 GATT 1994. Hal tersebut melatarbelakangi Penulisan Hukum ini untuk pertama, menganalisis bagaimana pengecualian khusus dalam Pasal XI:2(a) dan pengecualian umum dalam Pasal XX(g) ditafsirkan dan digunakan untuk mengecualikan QR dan kedua, menerapkan keduanya sebagai pembelaan hukum bagi Indonesia dalam membenarkan larangan ekspor terkait Kasus DS592. Argumen dalam Penelitian Hukum ini dibangun melalui penelusuran pustaka dan menggunakan padanan sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder yang diperoleh dari perjanjian dan yurisprudensi dalam ruang lingkup WTO, konvensi internasional, regulasi nasional, tulisan para sarjana, artikel media massa, dan kamus. Dari penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa pertama, Pasal XI:2(a) dan XX(g) telah ditafsirkan dan digunakan oleh WTO untuk mengecualikan QR. Namun, penerapannya harus disertai rujukan kepada tulisan para sarjana karena dalam beberapa hal ditemukan kekeliruan penafsiran. Kedua, larangan ekspor nikel yang diterapkan Indonesia dapat dibenarkan secara hukum oleh kedua pasal tersebut. Selain itu, Penulisan Hukum ini merekomendasikan kepada WTO, anggotanya, dan DSB untuk menghormati dan mendukung upaya ekonomi berkelanjutan negara-negara berkembang dan kepada Indonesia untuk memanfaatkan Pasal XI:2(a) dan XX(g) dengan komprehensif sebagai pembenaran atas penerapan larangan ekspor nikel.
Effective from 1 January 2020, Indonesia has been prohibiting raw materials, particularly nickel, to be exported unless they are refined through metallurgical processes in the smelting facilities to increase the purity level. This in turn triggered the EU to challenge Indonesia to a consultation forum at the WTO by alleging that it affected their steelmaking industry and went against the QR prohibition in Article XI:1 of the GATT 1994. Correspondingly, this Legal Research seeks to first, analyze how the carve-out in Article XI:2(a) and the general exception in Article XX(g) were interpreted and utilized as exceptions to the QR prohibition and second, make them a legal defense for Indonesia in justifying the export ban with respect to the DS592 case. In building arguments on these issues, this Legal Research optimized the use of literature studies and employed the combination of primary and secondary legal authorities obtained from WTO agreements and case laws, international conventions, domestic laws and regulations, scholarly writings, news articles, and dictionaries. Subsequently, it found that first, Articles XI:2(a) and XX(g) had been interpreted and utilized by WTO adjudicators in previous cases to exclude the QR prohibition. However, they must be instrumented by scholarly writings because in a few minor points, they erred. Second, the measure in casu is lawfully permitted by the application of the two provisions. At the very end, this Legal Research recommends the WTO, its members, and the DSB to respect and support the sustainable economic efforts of developing countries and Indonesia to make comprehensive use of Articles XI:2(a) and XX(g) to justify the imposition of the nickel export ban.
Kata Kunci : GATT 1994, Hambatan Kuantitatif, Pengecualian Khusus, Pengecualian Umum, Kasus DS592, Larangan Ekspor Mineral Mentah Indonesia / GATT 1994, QR, Carve-Out, General Exception, the DS592 case, Indonesian Raw Materials Export Ban