Laporkan Masalah

KOMPROMI DAN NEGOSIASI: RELASI PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH DAN TAMAN SISWA DENGAN NEGARA,1942-1990-an

ASTI KURNIAWATI, Prof. Dr. Bambang Purwanto, M.A.; Dr. Agus Suwignyo, M.A.

2021 | Disertasi | DOKTOR ILMU-ILMU HUMANIORA

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas pendidikan di Indonesia pada awal abad ke-21 yang menunjukkan perkembangan pesat sebagian sekolah-sekolah swasta, namun juga kemerosotan pada sekolah-sekolah swasta yang lain. Nasib kontras tersebut seakan dapat diwakili oleh dua lembaga pendidikan swasta, pembangun format besar pendidikan nasional di masa kolonial, yang bersama-sama telah melintasi beberapa zaman, yaitu Muhammadiyah dan Taman Siswa. Ketika sekolah-sekolah Muhammadiyah mengalami kemajuan pesat pada awal abad ke-21, sekolah-sekolah Taman Siswa justru menunjukkan kesulitan bertahan. Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan relasi kuasa lembaga pendidikan swasta sebagai masyarakat sipil dengan negara, dimana Muhammadiyah dan Taman Siswa menjadi representasinya. Pada sisi yang lain, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat perbedaan dan persamaan relasi masyarakat sipil dengan negara dalam periode panjang, dari periode negara otoriter Jepang sampai negara otoriter Orde Baru. Secara metodologis, penelitian ini ingin membangun konstruksi sejarah politik kebudayaan dari ruang-ruang sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah, dan menggunakan berbagai sumber sejarah, baik arsip, foto, surat kabar, majalah dan wawancara, serta sumber online. Penelitian dilakukan di perpustakaan dan kantor milik Muhammadiyah dan Taman Siswa, Perpustakaan Nasional dan Kantor Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), serta perpustakaan-perpustakaan lain di Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi lembaga-lembaga pendidikan swasta sebagai masyarakat sipil, yang direpresentasikan oleh Muhammadiyah dan Taman Siswa, dengan negara mengalami perubahan sejak masa penjajahan Jepang. Realitas pascakolonial menunjukkan bahwa warisan diskriminatif negara kolonial terhadap lembaga-lembaga pendidikan swasta masih berlanjut. Namun, meskipun secara umum negara memiliki superioritas dalam menentukan politik pendidikan, dalam beberapa hal Muhammadiyah dan Taman Siswa diperhitungkan dalam penentuannya. Dengan demikian, meskipun tidak benar-benar seimbang, kompromi dan negosiasi terjadi dalam relasi negara-masyarakat sipil.

The rational of this research was the reality of education in Indonesia in the early 21st century that shows the rapid development of private schools and a slump in private schools. The contrast reality could be represented by two private educational institutions, the builders of the large format of national education in the colonial era, which together had crossed several eras, namely Muhammadiyah and Taman Siswa. When Muhammadiyah schools experienced rapid progress in the early 21st century, the Taman Siswa schools showed difficulty surviving. The research aims at comparing the power relations of private educational institutions as a civil society with the state, where Muhammadiyah and Taman Siswa represent them. On the other hand, this study also aims at seeing the differences and similarities in relations between civil society and the state over a long period, from the authoritarian of Japan to the authoritarian New Order state. Methodologically, this research aims to construct a historical construction of cultural politics from social spaces. The research method used is the historical method and uses various historical sources, including archives, photos, newspapers, magazines, and interviews, as well as online sources. The research was conducted in libraries and offices belonging to Muhammadiyah and Taman Siswa, the National Library and the National Archives Office of the Republic of Indonesia (ANRI), as well as other libraries in Yogyakarta. The results showed that the relationship between private educational institutions as civil society, represented by Muhammadiyah and Taman Siswa, with the state had changed since the Japanese colonial era. Postcolonial reality shows the colonial states discriminatory legacy against private educational institutions was continued. Although the government has superiority in determining the politics of education in general, in some cases, Muhammadiyah and Taman Siswa are taken into account in determining it. Thus, although the relationship is not completely balanced, compromise and negotiation take place within the civil society-state relation.

Kata Kunci : Kompromi, Negosiasi, Muhammadiyah, Taman Siswa, Pendidikan

  1. S3-2021-352416-abstract.pdf  
  2. S3-2021-352416-bibliography.pdf  
  3. S3-2021-352416-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2021-352416-title.pdf