Laporkan Masalah

Konstruksi Celeng Cerpen "Lengtu Lengmua": Strategi Diskursif Triyanto Triwikromo dalam Pemertahanan Relasi Kuasa Abangan-Santri di Indonesia

SEHLA RIZQA R, Prof. Dr. Faruk, S.U.

2021 | Tesis | MAGISTER SASTRA

Maraknya isu "celeng siji celeng kabeh" ("celeng satu celeng semua") dalam karya-karya seni masa awal Reformasi memancing Triyanto Triwikromo untuk menulis hal serupa. Namun, berbeda dengan karya-karya pendahulunya yang menempatkan celeng sebagai hewan hina, Triyanto dalam cerpen "Lengtu Lengmua" justru mengonstruksi celeng sebagai hewan mulia. Penelitian yang menggunakan Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough ini akan mengungkap: (1) konstruksi celeng Triyanto melalui analisis praktik tekstual; (2) wacana-wacana yang memengaruhi Triyanto dalam mengonstruksi celeng itu melalui analisis praktik diskursif; dan (3) kepentingan politik yang dilegitimasi Triyanto melalui konstruksi celeng-nya dengan melakukan analisis praktik sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Triyanto mengonstruksi celeng sebagai hewan surga. Konstruksi tersebut dipengaruhi oleh teks-teks bertema sama yang telah muncul sebelumnya, yaitu Berburu Celeng (1998) Djoko Pekik, Celeng Dhegleng (1998) Ki Manteb Soedharsono, dan Tak Enteni Keplokmu: Tanpa Bunga dan Telegram Duka (2000) Sindhunata, dan dipengaruhi pula oleh konfigurasi konvensi wacana yang meliputi wacana masyarakat Jawa, wacana anak-anak, wacana Islam syariat, dan wacana mistisisme Jawa. Lebih jauh, konstruksi bersangkutan merupakan sesuatu yang dibentuk oleh dan membentuk struktur dan relasi sosial tempat cerpen ini eksis. Kondisi sosial awal Reformasi yang penuh dengan konflik SARA dan kemunculan kelompok Islam syariat yang mendominasi merupakan hal yang membentuk konstruksi celeng Triyanto. Sebaliknya, konstruksi celeng ini juga memiliki andil dalam membentuk struktur dan relasi sosial bersangkutan, yang salah satunya tampak dalam pelemahan kekuatan Islam syariat (kelompok santri) bersamaan dengan munculnya pengakuan terhadap lawannya, yaitu Aliran Kepercayaan, yang mistisisme Jawa atau Kejawen ada di dalamnya (kelompok abangan) pada tahun-tahun belakangan ini di Indonesia.

The rise of the issue of "celeng siji celeng kabeh" ("celeng one celeng all") in early Reformasi art works provoked Triyanto Triwikromo to write something similar. However, in contrast to his predecessors' works that placed celeng as a despicable animal, Triyanto in the short story "Lengtu Lengmua" actually constructed celeng as a noble animal. This research, which uses Norman Fairclough's Critical Discourse Analysis, will reveal: (1) Triyanto's celeng construction through textual practice analysis; (2) the discourses that influenced Triyanto in constructing celeng through discursive practice analysis; and (3) political interests Triyanto legitimized through his construction of celeng by analyzing social practices. The results of this study indicate that Triyanto constructed celeng as heavenly animals. This construction is influenced by the same themed texts that have appeared previously, namely Berburu Celeng (1998) Djoko Pekik, Celeng Dhegleng (1998) Ki Manteb Soedharsono, and Tak Enteni Keplokmu: Tanpa Bunga dan Telegram Duka (2000) Sindhunata, and are influenced as well by the configuration of discourse conventions which include discourse of Javanese society, discourse of children, discourse of syariati Islam, and discourse of Javanese mysticism. Furthermore, the construction concerned is something that is formed by and forms the social structure and relations in which this short story exists. The initial social conditions of the Reformation, which were full of racial conflicts and the emergence of the dominating Sharia Islamic group, were what formed Triyanto's celeng construction. On the other hand, the construction of this celeng also has a role in shaping the structure and social relations concerned, one of which is seen in the weakening of the power of syariati Islam (santri group) along with the emergence of recognition of its opponent, namely Belief Stream, Kejawen, Javanese mysticism (abangan group), in recent years in Indonesia.

Kata Kunci : Analisis Wacana Kritis Fairclough, celeng, Islam syariat, mistisisme Jawa, abangan, santri

  1. S2-2021-437487-abstract.pdf  
  2. S2-2021-437487-bibliography.pdf  
  3. S2-2021-437487-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2021-437487-title.pdf