ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN SENTRA KELAUTAN DAN PERIKANAN TERPADU (SKPT) NATUNA

HASMURI, Dr. AG. Subarsono, M.Si, MA.

2020 | Tesis | MAGISTER MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Kabupaten Natuna memiliki karakteristik wilayah kepulauan yang berbatasan langsung dengan negara Vietnam, Kamboja, dan Malaysia Timur dengan luas lautan 99,25% yang memiliki potensi berupa ikan dan migas. Potensi perikanan di Natuna diproyeksikan hingga 1 juta ton per tahun dengan total pemanfaatannya hanya 36%, di mana hanya 4,3% dimanfaatkan oleh nelayan Natuna sendiri. Sisanya dimanfaatkan oleh nelayan dari Sumatera dan Jawa, serta nelayan illegal dari negara China, Thailand, dan Vietnam. Konflik dan klaim China atas wilayah Laut Natuna Utara yang termasuk dalam nine dash line pada peta China membuat pemerintah Indonesia lebih memusatkan perhatian dalam membangun dan memanfaatkan potensi perikanan. Untuk itu, Natura ditetapkan sebagai salah satu kawasan Sentra Kelautan dan Perikanan terpadu (SKPT) sebagai upaya pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan melalui pengembangan sentra bisnis kelautan dan perikanan berbasis pulau-pulau kecil. Kebijakan pengelolaan SKPT Natuna telah diimplementasikan pada Juni 2017 dengan dibentuk Unit Pengelola SKPT Natuna. Berdasarkan hasil riset diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi dengan mengacu model teori Edward III dan Van Meter dan Van Horn yaitu komunikasi, disposisi, dan lingkungan sosial, ekonomi, dan politik. Selain itu, Peneliti juga menemukan bahwa ada faktor lain dalam keberhasilan implementasi tersebut yaitu sinergitas aktor baik secara horizontal maupun vertikal, serta kapasitas nelayan. Faktor-faktor keberhasilan implementasi kebijakan pengelolaan SKPT Natuna tersebut untuk mengukur keberhasilan proses implementasi yang dilihat dari indikator kinerjanya yaitu kepatuhan implementor terhadap prosedur/SOP, capaian skor derajad kemandirian SKPT Natuna, peningkatan jumlah produksi perikanan, dan sustainability program terkait dengan pergantian stake holder tingkat pusat. Peneliti merekomendasikan kepada KKP agar mendorong percepatan pengesahan kelembagaan dan pengukuhan peningkatan status pelabuhan perikanan. Rekomendasi juga memberikan kesempatan kepada peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian dari sudut pandang yang berbeda dan topik terkait dengan pengelolaan SKPT Natuna.

Natuna Regency has the characteristics of an archipelago that is directly adjacent to Vietnam, Cambodia and East Malaysia with an ocean area of 99.25% which has the potential in the form of fish and oil and gas. The fishery potential in Natuna is projected to reach 1 million tonnes per year with a total utilization of only 36%, of which of the total 36%, only about 4.3% is used by Natuna fishermen themselves. The rest is used by fishermen from Sumatra and Java, as well as illegal fishermen from China, Thailand and Vietnam. The conflict and China's claim to the North Natuna Sea area which is included in the nine dash line on China's map have made the Indonesian government more focused on developing and utilizing fisheries potential. For this reason, Natura is designated as an Integrated Maritime and Fisheries Centra (SKPT) as an effort to exploit marine and fisheries potential through the development of small islands-based marine and fisheries business centers. The Natuna SKPT management policy was implemented in June 2017 with the establishment of the Natuna SKPT Management Unit. Based on the research results, it is known that the factors that influence the success of implementation by referring to the theoretical models of Edward III and Van Meter and Van Horn are communication, disposition, and the social, economic and political environment. In addition, the researcher also found that there are other factors in the success of the implementation, namely the synergy of actors both horizontally and vertically, and the capacity of fishermen. The factors for the success of implementing the Natuna SKPT management policy are to measure the success of the implementation process as seen from its performance indicators, namely implementor compliance with procedures / SOPs, achievement of SKPT Natuna degree of independence, increased number of fishery production, and program sustainability related to changes in central level stake holders. Researchers recommend to the KKP to encourage the acceleration of institutional approval and confirmation of increasing the status of fishing ports. The recommendations also provide opportunities for future researchers to carry out research from different points of view and topics related to the management of SKPT Natuna.

Kata Kunci : implementasi, SKPT Natuna, perikanan