RE-DEFINING YOUTH RELIGION In Searching for Home of Identity among Youth of Komunitas Tritunggal Mahakudus

MARTINUS JOKO LELONO, Dr. Fatimah Husein; Dr. Leonard Chrysostomos Epafras

2020 | Disertasi | DOKTOR INTER-RELIGIOUS STUDIES

Di dalam agama terdapat berbagai bentuk ketidaksepakatan yang di dalam banyak kesempatan memungkinkan skisma atau perpecahan. Namun, skisma bukanlah satu-satunya jalan. Beberapa kelompok melakukan negosiasi identitas sebagai pilihan. Komunitas-komunitas ini mengidentifikasikan dirinya dengan agama tertentu, tetapi mereka memiliki identifikasi kelompok yang melengkapi identitas agama mereka. Identitas baru ini secara sengaja dihadirkan melalui berbagai agensi dan dukungan. Komunitas Tritunggal Mahakudus adalah sebuah komunitas Karismatik Katolik yang mencoba untuk membuat pembaharuan dalam Gereja Katolik. Berbeda dari beberapa kecenderungan di komunitas Pentakostal Protestan yang memisahkan diri dari struktur gereja induknya, Komunitas ini tetap menginduk kepada Gereja Katolik. Untuk bisa diterima, komunitas ini melakukan politic of recognition baik di hadapan struktur Gereja Katolik sebagai komunitas di level makro maupun di hadapan target anggota mereka di level yang lebih bawah. Desertasi ini meneliti bentuk negosiasi komunitas ini di dalam Gereja Katolik. Fokus pembicaraan dalam penelitian ini adalah bagiamana komunitas ini menyediakan home of identity, sebuah identifikasi seorang terhadap sebuah kelompok sosial tertentu yang menyediakan tujuan bersama dan batasan-batasan di dalam komunitas tersebut. Penelitian mendalam atas Komunitas Tritunggal Mahakudus menerangkan berbagai fenomena munculnya kelompok-kelompok pembaharuan di dalam agama-agama yang mentarget orang muda sebagai target anggota. Kelompok-kelompok ini tidak keluar dari narasi besar agama tertentu, tetapi memberi pemaknaan baru tentang hidup beragama di dalam komunitas agama tertentu. Kelompok-kelompok ini mampu menarik orang muda dan menjaga kesetiaan mereka terhadap komunitas melalui pendekatan pribadi dan berbagi identitas bersama. Desertasi ini menemukan tiga temuan. Pertama, penelitian ini berkontribusi terhadap Global South Christianity terutama dalam menjelaskan kekatolikan di Indonesia. Kekatolikan di Indonesia tidak sepenuhnya sama dengan yang ada di Vatikan atau tempat lainnya. Perhatian lokal KTM berkontribusi terhadpa jenis kekristenan yang berbeda. karakter fundamentalis komunitas ini mungkin akan menjadi salah satu cara Gereja berkontribusi dalam masyarakat di masa depan: sebuah komunitas agama yang menekankan peningkatan jumlah anggota lebih daripada kontribusi di dalam berbagai karya sosial di masyarakat. Alih-lahi sepenuhnya mengikuti tren umum Global South Christianity dengan moralitas seksual konservatif dan moralitas sosial progresif, komunitas ini menekankan pada moralitas pribadi lebih daripada moralitas sosial. Kedua, negosiasi identitas keagamaan komunitas ini berjalan dalam dua cara yang saling terkati: kaum muda dengan perannya yang diragukan dan KTM sebagai ruang aksi strategis (Strategic Action Field). Strategic Action Field ini berjalan dalam dua langkah: menunjukkan kekurangan dalam Gereja Katolik (dan Pembaharuan Karismatik Katolik) sebagai strategic Action Field yang ada dan menawarkan jawaban atas setiap kekurangan itu di dalam KTM sebagai strategic action field yang baru. Sebaian besar dari kaum muda dalam komunitas ini tidak menyadari kecemasan mereka terhadap situasi dalam agama Katolik saat pertama kali mereka bertemu dengan KTM. Jenis keagamaan ini memberi mereka penerimaan pribadi dan tujuan komunitas. Ketiga, komuntias ini mampu memberi kaum muda sebuah rumah identitas. Rumah identitas ini bukan sekedar sebuah struktur yang mendukung orang dengan penerimaan sosial, tetapi juga memungkinkan adanya mobilisasi sosial. Potensi mobilisasi ini mengandaikan kemampuan seorang actor sosial untuk menyelaraskan kondisi obyektif dan sikap subyektif serta mengubahnya menjadi tindakan sosial.

Several disagreements emerge within religious community as parts of its existence that bring schism as its consequence. However, schism is not the only way out. Several religious groups negotiate their religious identities. They have additional communal identifications even though they identify themselves as part of certain religious communities. Certain agencies enabled this new religious identification. Komunitas Tritunggal Mahakudus is a charismatic community in the Catholic Church that intentionally makes a renewal within the Catholic Church. This community maintains its unity with the Catholic Church that differentiates it from several Pentecostal Churches. Therefore, KTM pursued a politic of recognition both in front of the Catholic Church at the macro-level and their targeted members at the micro-level. This dissertation focused on the way this community provides Catholics with home of identity, a personal identification toward certain social communities. The members of this community share their communal goals and understand the boundaries of personal action. This research about Komunitas Tritunggal Mahakudus explains the phenomenon of religious revival among religions that have youth as their targeted members. These communities do not deny the narration of their religious communities, but they have a new communal imagination about a better version of their religious community. They could attract youth and maintain their loyalties in the community with personal engagement and a new sharing identity. This dissertation had three distinguished findings: the contribution toward Global South Christianity; a mapping of the Catholic youth religious negotiation; and the explanation about religion as the home of identity. Indonesian Catholic is not merely totally the same as the one in the Vatican or any other places. The local concerns of KTM contribute to a different kind of living Christianity. The fundamentalist character of this community could be the way Catholic Church participates in society, a religious community that emphasizes the increasing number of members, rather than shapes society in various social works. Rather than completely following the general trend of Global South Christianity with its conservative sexual morality and progressive social morality, this community tends to focus on the struggle of Pentecostal spirituality that emphasizes on personal morality rather than social morality. Secondly, the religious identity negotiation of this community runs in two interrelated ways: young people with their doubtful roles and KTM as a field of strategic actions. The strategic action field works in two steps: showing what is the lack of the Catholic Church (and the CCR) as the existing social field and offering the answers of every shortcoming in the KTM as the previous strategic action field. Most of these youth were not aware of their anxieties in the religious term yet when they met KTM for the first time. This kind of religious life provides them both with personal support (acceptance) and a communal goal. Thirdly, this community could provide youth with a home of identity. This home of identity is not merely a structure that supports people with social acceptance, but also social mobilization as its consequences. This potential mobilization presupposes the ability of a social actor to synchronize objective conditions and subjective attitudes and transform it into collective action.

Kata Kunci : Home of Identity Komunitas Tritunggal Mahakudus, Strategic Action Field, Negosiasi Identitas, Global South Christianity, Kaum Muda Katolik, Gerakan Sosial/Global South Christianity, Home of Identity, Komunitas Tritunggal Mahakudus, Strategic Action Field,